Ironis,
Laut Indonesia Jadi Tempat Pembuangan Limbah
Senin, 01 Agustus 2011 10:31 Junaedi Abdillah
JAKARTA,
BeritAnda- Kementrian Lingkungan Hidup (KLH),
khususnya Menteri Gusti Muhammad Hatta, telah ’Gagal’ menjadi garda terdepan
menjaga lingkungan. Kegagalan tersebut tidak hanya di darat
tapi juga di perairan laut.
Laut Indonesia justru dibiarkan jadi
jamban pembuangan limbah tambang (tailing) beracun logam berat.
Padahal sebagai negara bahari sumber protein dan penghidupan nelayan sangat
bergantung akan keberlangsungan ekosistem laut.
KLH tidak belajar atas kasus Teluk Buyat dan terakhir di
Teluk Kao, bahwa pembuangan limbah tambang ke laut sangat berbahaya bagi
kehidupan manusia. Kasus pencemaran PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) belumlah
lama.
Beberapa waktu lalu, April 2011, Nelayan di Teluk Kao
berhenti melaut karena sangat sulit menangkap ikan sejak PT. Nusa Halmahera
Minerals membuang tailing ke perairan Teluk Kao. Seperti orang yang buta tuli,
KLH justru memperpanjang izin pembuangan tailing PT. Newmont Nusa Tenggara
(NNT), 5 Mei 2011.
Padahal teknologi pembuangan limbah yang dikenal Submarine
Tailing Disposal (STD) adalah sebuah teknologi buruk dibanyak negara sudah
dilarang terutama negara asal PT. NNT.
Karena tailing yang dikucurkan langsung kedalam laut
mengandung logam berat seperti timbal, merkuri, seng dan arsen yang tidak dapat
terurai secara biologis.
Perpanjangan itu tidak hanya menunjukkan sikap ketidak
hati-hatian dan sensitifitas Menteri LH dan jajaran, tapi juga akan membuka
pintu masuk bagi tambang-tambang yang menggunakan teknologi murah yang
berbahaya ini.
Mengingat, masih banyak perusahaan tambang yang baru
mendapatkan izin (IUP) belum beroperasi yang jumlahnya berdasarkan pengumuman
ESDM, 30 Juni 2011, mencapai 3904 buah. Sangat mungkin dari 3904
izin tersebut kemudian menggunakan STD untuk operasi tambangnya.
Bisa dibayangkan jika kemudian memilih menggunakan STD,
maka laut Indonesia yang menjadi jamban tailing tambang hanya akan diisi oleh
satu jenis ikan yakni ikan tailing yang secara pelan dan pasti membunuh rakyat
Indonesia. Jika itu dibiarkan, Menteri LH dan jajarannya adalah bagian
kejahatan lingkungan, bukan garda pelindung dan penyelamat lingkungan.
Oleh karenanya kami menuntut KLH, Gusti Muhammad Hatta,
agar; menghentikan pemberian izin-izin pembuangan limbah ke laut oleh industri
tambang dan migas. Tidak lagi memberikan izin STD kepada perusahaan tambang
manapun yang akan atau telah beroperasi.
Membatalkan dan mencabut izin pembuangan tailing PT. NNT.
Melakukan investigasi bersama lembaga independen untuk memeriksa perairan laut
Teluk Kao dan Teluk Senunu.
Demikian beberapa butir peryataan yang dikeluarkan oleh
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang dterima oleh tim media ini. Jaringan
Advokasi Tambang (Jatam) adalah jaringan organisasi non pemerintah (ornop) dan
organisasi komunitas yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah HAM,
gender, lingkungan hidup, masyarakat adat dan isu-isu keadilan sosial dalam
industri pertambangan dan migas. (W.Suratman)
Sumber : http://beritanda.com/opini/opini/opini/1767-ironis-laut-indonesia-jadi-tempat-pembuangan-limbah.html
Pembuangan Limbah Pasir ke Laut Ditolak
Selasa, 13/07/2010 - 20:17
SUKABUMI, (PRLM).- Masyarakat di Kp. Cipatuguran RW 21, Kel/Kec.
Palabuhanratu yang terdekat dengan projek PLTU Palabuhanratu menolak rencana
pembuangan limbah pasir ke laut. Pasalnya, pembuangan limbah pasir yang didapat
dari hasil pengerukan pembuatan dermaga PLTU itu, dipastikan akan mencemari air
laut.
“Penduduk di Kampung Cipatuguran yang mayoritas nelayan kecil,
menolak jika limbah pasirnya akan dibuang ke laut, ” kata salah seorang tokoh
masyarakat Kp. Cipatuguran RW 21, Iskandar ketika ditemui di rumahnya, Selasa
(13/7).
Ditakutkan, dampak pencemarannya, dapat merusak eksosistem dan
habitat ikan di dalam Teluk Palabuhanratu yang imbasnya bisa menurunkan hasil
tangkapan ikan nelayan.
Menurut dia, dampak pembuangan limbah pasir ke laut itu dapat
menyebabkan terjadinya kekeruhan air laut yang meluas hingga di sekitar Teluk
Palabuhanratu Ketika air laut keruh, otomatis ikan banyak yang mati dan
sebagian akan menjauh dari teluk. Kondisi ini sangat merugikan nelayan kecil
yang usahanya hanya mengandalkan dari hasil tangkapan ikan.
“Apalagi berdasarkan data-data yang pernah saya baca dari buku
Analisa Dampak Lingkungan (Andal) PLTU Palabuhanratu, radius kekeruhan air
lautnya bisa mencapai 10 km persegi. Jadi pencemarannya bisa meluas kemana-mana
di sekitar teluk. Tak hanya nelayan Cipatuguran saja yang akan dirugikan, tapi
nelayan dari Loji, Plampang sampai Cisolok pun akan bernasib sama,” kata
Iskandar.
Pencemaran yang ditimbulkan dari pembuangan limbah pasir ke laut
itu, lanjut dia, dinilai baru dampak permulaan saja. Pencemaran akan terus
berlangsung, ketika di kolam dermaga PLTU terjadi pendangkalan. Untuk mengatasi
pendangkalan itu, otomatis kolam dermaganya harus dikeruk lagi yang limbah
pasirnya dipastikan akan dibuang ke laut. Bahkan pendangkalan tersebut akan
terjadi secara berkala yang berlangsung secara jangka panjang.
“Pembuangan limbah pasir ke laut, sama sekali tidak ada manfaatnya
bagi masyarakat dan nelayan. Justru sebaliknya, malah merugikan,” tutur
Iskandar. (A-67/A-26).***
Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/node/117672
Tidak ada komentar:
Posting Komentar