Revitaslisasi
perikanan yang telah dicanangkan oleh Presiden SBY (11/06/2005) merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan, khususnya
nelayan. Namun demikian gerakan semacam ini bukan hal baru yang dilaksanakan
oleh pemerintah. Dari periode ke periode kepemerintahan gerakan semacam ini
telah mengalami berbagai perubahan nama, akan tetapi kesejahteraan nelayan
tetap saja belum mengalami perubahan. Misalnya pada periode pemerintahan
sebelumnya gerakan ini dikenal dengan protekan 2003 dan gerbang mina bahari.
Kegagalan
berbagai gerakan tersebut selama ini disebabkan oleh kurangnya keseriusan
pemerintah dalam melaksanakan gerakan tersebut. Selama ini berebagai gerakan
tersebut hanya dijadikan ??argon??pemerintah dalam ??eninabobokan??masyarakat
miskin, khususnya nelayan. Salah satu ketidakseriusan pemerintah dalam
melaksanakan gerakan tersebut dapat dilihat dari masih maraknya kegiatan
illegal fishing di perairan Indonesia. Padahal illegal fishing tersebut
merupakan salah satu kunci suksesnya gerakan peningkatan kesejahteraan nelayan
tersebut.
Misalnya
target revitalisasi perikanan tersebut adalah peningkatan produksi perikanan
perikanan sekitar 9 juta ton per tahun. Target ini sama saja dengan target
gerbang mina bahari dan protekan 2003. Menurut catatan Departemen Kelautan dan
Perikanan produksi perikanan tangkap indonesia saat ini mencapai 4,4 juta ton
per tahun. Sementara itu menurut laporan FAO tahun 2001 Indonesia setiap
tahunnya kecurian ikan sebanyak 1,5 juta ton atau setara dengan uang sekitar
2,3-4 milyar dolar AS. Artinya apabila sumberdaya ikan yang dicuri tersebut
dapat dimanfaatkan oleh kapal-kapal perikanan nasional maka produksi perikanan
laut dapat meningkat sampai 5,9 juta ton per tahun atau sekitar 92,19 persen dari
potensi sumberdaya ikan laut Indonesia (6,4 juta ton per tahun). Dengan
demikian potensi sumberdaya ikan di perairan indonesia dapat dimanfaatkan
secara optimal oleh kapal perikanan nasional.
Selain
itu juga apabila sumberdaya ikan yang dicuri tersebut dimanfaatkan oleh armada
penangkapan nasional maka sedikitnya dapat menghidupi bahan baku
industri-industri pengolahan hasil perikanan, misalnya industri pengalengan
tuna. Karena umumnya sumberdaya ikan yang dicuri dari perairan indonesia adalah
ikan tuna dan ikan pelagis besar lainnya. Misalnya setiap industri pengalengan
ikan tuna umumnya memerlukan bahan baku perhari minimalnya sekitar 80 ? 100 ton
atau sekitar 28.000 ? 36.000 ton per tahun maka sumberdaya ikan yang dicuri
tersebut sedikitnya dapat menghidupi sekitar 42 industri pengalengan ikan tuna
nasional.
Dengan
demikian target revitalisasi perikanan untuk membangkitkan industri pengolahan
ikan akan terlaksana dengan baik. Selain itu juga kekhawatiran para pemilik
industri pengalengan ikan tuna yang ada saat ini terhadap kekurangan bahan baku
dapat diminimalisir.
Menurut
catatan Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia APII empat tahun lalu tersebar
tujuh industri pengalengan ikan tuna di Jawa Timur. Tetapi, kini empat unit di
antaranya tidak berproduksi lagi karena kekurangan bahan baku. Di Sulawesi
Utara, yang semula memiliki empat industri yang sama, sekarang tinggal dua
industri yang beroperasi. Itu pun setelah diambil alih investor dari Filipina.
Sementara itu, di Bali juga tinggal satu unit, padahal sebelumnya ada dua
industri pengalengan ikan tuna.
Selain
itu juga pemberantasan illegal fishing tersebut akan sangat berdampak positif
terhadap pencapaikan target revitalisasi perikanan lainnya seperti pertama,
peningkatan devisa ekspor. Selama ini praktek illegal fishing tersebut telah
mengurangi peran tempat pendaratan ikan nasional dan pembayaran uang pandu
pelahuhan. Hal ini akan berdampak secara nyata terhadap berkurangnya pendapatan
ekspor nasional. Hal ini juga berimplikasi serius terhadap aktivitas
pengawasan, di mana jika aktivitas pengawasan tersebut didukung secara
keseluruhan atau sebagian oleh pendapatan ekspor (atau pendapatan pelabuhan).
Kedua,
penyerapan tenaga kerja, illegal fishing selama ini telah mengurangi potensi
ketenagakerjaan nasional dalam sektor perikanan seperti perusahaan penangkapan
ikan, pengolahan ikan dan sektor lainnya yang berhubungan. Ketiga, peningkatan
konsumsi ikan masyarakat dan peningkatan pendapatan nelayan. Maraknya illegal
fishing akan mengancam pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal dan
mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional.
Hal
ini akan meningkatkan resiko kekurangan gizi dalam masyarakat. Selain itu juga
praktek illegal fishing selama ini telah mengancam keamanan nelayan Indonesia
khususnya nelayan-nelayan tradisional dalam menangkap ikan di perairan
Indonesia. Hal ini disebabkan, nelayan asing selain melakukan penangkapan
secara illegal juga mereka tak jarang menembaki nelayan-nelayan tradisional
yang lagi melakukan penangkap`n ikan di fishing ground yang sama.
Memberantas
Illegal Fishing
Dengan
melihat pentingya pemberantasan illegal fishing terhadap pencapaikan target
revitalisasi perikanan maka hendaknya pemerintah saat ini untuk merumuskan
langkah-langlah komprehensif dalam menangani illegal fishing tersebut. Ada
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menangani illegal
fishing tersebut, yaitu pertama, mempercepat pembentukan keputusan presiden
(Keppres) illegal fishing yang saat ini masih dipersiapkan oleh Departemen
Kelautan dan Perikanan. Keppres tersebut hendaknya dapat dijadikan payung hukum
dalam memberantas illegal fishing di perairan Indonesia. Namun demikian
keberadaan keppres tersebut hendaknya diikuti dengan adanya penegakan hukum
yang tegas dan berpihak kepada kepentingan nasional.
Kedua,
peningkatan kesadaran dan kerjasama antar seluruh stakeholders perikanan dan
kelautan nasional dalam pemberantasan praktek illegal fishing. Hal ini perlu
dilakukan karena praktek illegal fishing selama ini banyak dilakukan oleh
stakeholders perikanan itu sendiri, termasuk pemerintah dan pengusaha
perikanan. Hal mendesak yang perlu dilakukan adalah memberantas KKN dalam
penurusan ijin penangkapan ikan.
Ketiga,
peningkatan peran Indonesia dalam kerjasama pengelolaan perikanan regional.
Dengan meningkatkan peran ini Indonesia dapat meminta negara lain untuk
memberlakukan sangsi bagi kapal yang menangkap ikan secara ilegal di perairan
Indonesia. Dengan menerapkan kebijakan anti illegal fishing secara regional,
upaya pencurian ikan oleh kapal asing dapat ditekan serendah mungkin. Kerjasama
ini juga dapat diterapkan dalam konteks untuk menekan biaya operasional MCS
sehingga joint operation untuk VMS (Vessel Monitoring Systems) misalnya dapat
dilakukan.
Hemat
penulis pemberantasan praktek illegal fishing di perairan Indonesia saat ini
tidak bisa ditawar-tawar lagi. Artinya pemerintah dan stakeholders perikanan
dan kelautan lainnya perlu bekerjasama untuk memberantas praktek illegal
tersebut. Karena apabila hal ini tidak secepatnya dilakukan maka revitalisasi
perikanan hanya akan sebagai jargon saja. Sudah saatnya potensi sumberdaya ikan
di perairan Indonesia untuk dimanfaatkan secara penuh oleh masyarakat Indonesia
sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar