perpustakaan online

Senin, 27 Februari 2012

Ikan hias yang cuma ada di Indonesia Banggai cardinalfish


Ikan hias yang cuma ada di Indonesia Banggai cardinalfish

Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni) adalah cardinalfish tropis yang kecil (familyApogonidae)yang sangat populer dijadikan ornamental fish.

Habitat
Spesies ini hanya ada di Kepulauan Banggai, Indonesia. Spesies ini hidup pada jangkauan geografis yang sangat terbatas yaitu 5.500 km² dan dengan jumlah populasi yang sedikit yaitu sekitar 2,4 juta saja. Banggai cardinalfish merupakan populasi yang terisolasi dan terkonsentrasi di peraiaran dangkal pada 17 pulau besar dan 10 pulau kecil, Kepulauan Banggai. Sebagian kecil populasinya terdapat di Luwuk Sulawesi Tengah. Tambahan populasi berasal dari Selat Lembeh (Sulawesi Utara), sekitar 400 Km sebelah utara dari habitat asli (berdasarkan laporan dari nelayan yang perdagangkannya tahun 2000).

Deskripsi
Spesies ini tumbuh dengan panjang maksimal 8 cm memiliki corak khusus yang kontras antara warna hitam dan garis terang warna putih. Perbedaan yang spesifik yang membedakan dengan cardinalfish lainnya adalah pada sirip dorsal yang pertama memiliki kuncir, sirip anal dan sirip dorsal yang kedua menjulur ke belakang, sirip caudal bercabang dua (cabangnya sangat dalam), memiliki corak warna yang terdiri dari 3 buah garis hitam pada kepala dan badan, warna hitamnya menyolok di tepi bagian awal sirip anal dan kedua sirip dorsal.Yang membedakan Banggai cardinalfish jantan dan betina adalah rongga mulut jantan lebih besar dan itu hanya terlihat mereka pada saat mengerami telurnya.

Ekologi
Banggai cardinalfish merupakan satu-satunya wakil dari family yang diurnal. Ikan demersal laut tropis yang membentuk grup yang stabil dengan beranggotakan 9 individu pada perairan dangkal (pada umumnya kedalaman 1,5-2,5 meter). Spesies ini mendiami perairan dangkal dengan berbagai habitat termasuk terumbu karang, padang lamun, dan daerah terbuka bersubstrat pasir dan rubble, pada umumnya pada daerah yang tenang yang terlindungi oleh pulau-pulau yang besar. Spesies ini sering ditemukan berasosiasi dengan lamun yaitu Enhalus acoroides dan bulu babi Diadema setosum. Hai ini terjadi pada berbagai substrat bentik seperti bulu babi, anemon laut, dan coral branching ; ikan muda sering paling berasosiasi dengan anemon laut, setelah remaja dan dewasa berasosiasi dengan bulu babi dan coral branching, bintang lau, hidrozoa, dan akar penopang mangrove.

Ikan ini termasuk spesies pemakan oportunistik sepanjang hari, tidak seperti spessies-spesies lain dari family yang sama. Komposisi dietnya sama dengan ukuran kelas termasuk plankton dan organisme bentik. Copepoda merupakan makanan utama mereka. Copepoda juga menjadi sumber makanan penting untuk berbagai spesies seperti lionfish (Pterois), Epinephelus merra, crocodilefish (Cymbacephalus beauforti), moray eel (Echidna nebulosa),stonefish (Synanceia horrida), dan ular laut Laticouda Colubrina.
Banggai cardinalfish adalah paternal mouthbrooder (induk jantan yang mengerami telur). Induk betina berperan dalam masa pembentukan dan formasi pasangan, yang terjadi beberapa jam hingga beberapa hari sebelum ikan bertelur. Pasangan bertelur beberapa meter dari kelompok utama dan mempertahankan wilayah teritorial mereka. Ukuran telur Banggai cardinalfish memiliki diameter 2,5 mm. Ikan ini memilki masa hidup yang pendek (lebih kurang 4 tahun pada daerah dengan kondisi ideal; 2 tahun di daerah yang liar), dan jumlah telur yang sedikit (50-90 buti)r walaupun memiliki potensi bertelur beberapa kali pertahun (setelah usianya di atas 10 bulan).

Top of Form

Pengertian Eutrofikasi


Pengertian Eutrofikasi 
Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrient yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu artificial atau cultural eutrophication dan natural eutrophication. Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai artificial (cultural eutrophication) apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia dan diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas alam (Effendi, 2003).

Beberapa elemen (misalnya silikon, mangan, dan vitamin) merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan tetapi, elemen-elemen tersebut tidak dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki badan air dalam jumlah yang cukup banyak. Hanya elemen tertentu, misalnya fosfor dan nitrogen, yang dapat menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi (Mason 1993 in Effendi 2003). 

Eutrofikasi merupakan suatu problem yang mulai muncul pada dekade awal abad ke-20, ketika banyak alga yang tumbuh di danau dan ekosistem lainnya. Meningkatnya pertumbuhan algae dipengaruhi langsung oleh tingkat kesuburan perairan oleh adanya aktivitas manusia biasanya berasal dari limbah organik yang masuk ke perairan.

Algae memiliki peran dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air sebagai dasar mata rantai makanan di perairan. Namun apabila keberadaan Algae di perairan dalam jumlah berlebih, maka dapat menurunkan kualitas perairan. Tingginya populasi fitoplankton (algae) beracun di perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif yang merugikan perairan, seperti berkurangnya oksigen perairan dan menyebabkan kematian biota perairan lainnya.





Gejala Terjadinya Eutrofikasi

Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah domestik. Hingga saat itu belum diketahui secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya eutrofikasi ini.

http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2008/07/03/article-0-01D2580F00000578-953_468x313.jpg

Masalah utama sebagai pemicu terjadinya proses peledakan kelimpahan fitoplankton di suatu perairan adalah kodisi lingkungan perairan tersebut yaitu adanya peningkatan nutrisi yang tidak seimbang pada trofik level di lapisan eufonik. Peningkatan masuknya nutrisi bisa merupakan proses alami (seperti proses umbulan atau upwelling, masukan dari air sungai yang tercemar) atau akibat aktivitas manusia. Selain itu buangan bahan organik diperairan biasanya berupa bahan nutrisi dari hasil pemupukan (fosfat, nitrogen dan potasium) sebagai penyumbang utama akan pencemaran di perairan sehingga mengakibatkan beberapa jenis biota perairan mati (Sediadi & Thoha, 2000).

Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap danau besar dan kecil, di antara nutrient yang berperan penting bagi tanaman (karbon, nitrogen, dan fosfor) ternyata fosfor merupakan elemen kunci dalam proses eutrofikasi. Suatu perairan dikatakan eutrofik jika konsentrasi total fosfor berada dalam rentang 35-100 µg/L. Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat) di samping karbon dan nitrogen terbukti nyata mengalami algal bloom.

Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pernah dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air. Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga menjadi bagian dari program tersebut (Anonim, 2011).


Akibat yang Ditimbulkan Oleh Proses Eutrofikasi
Kondisi eutrofik sangat memungkinkan algae, tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya (Anonim, 2011).

Selain hal itu, dampak lain yang dapat terjadi akibat proses eutrofikasi antara lain :
 Blooming algae dan tidak terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan akuatik lain§
 Terjadi kekeruhan perairan§
 Terjadi deplesi oksigen, terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau atau waduk§
 Terjadi supersaturasi oksigen§
 Berkurangnya jumlah dan jenis spesies tumbuhan dan hewan§
 Berubahnya komposisi dari banyaknya spesies ikan menjadi sedikit spesies ikan§
 Berkurangnya hasil perikanan akibat deplesi oksigen yang signifikan d perairan§
 Produksi substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green algae§
 Ikan yang ada di perairan menjadi berbau lumpur§
 Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya kejernihan air§  §Menurunkan kualitas air sebagai sumber air minum dan MCK              

http://www.matteroftrust.org/images/red_tide_genera.v3_300.jpg

Strategi Penanggulangan Eutrofikasi
Dewasa ini persoalan eutrofikasi tidak hanya dikaji secara lokal dan temporal, tetapi juga menjadi persoalan global yang rumit untuk diatasi sehingga menuntut perhatian serius banyak pihak secara terus-menerus. Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari problem yang menuntut pendekatan lintas disiplin ilmu dan lintas sektoral.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan, pertumbuhan penduduk bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air. Oleh karena itu salah satu solusi yang penting yaitu dibutuhkan suatu kebijakan yang kuat dalam mengontrol pertumbuhan penduduk serta penggunaan fosfat terutama di bidang pertanian. Dalam pemecahan problem ini, peran serta pemerintah dan seluruh masyarakat sangat penting terutama untuk mengelola, memelihara, dan melestarikan sumber daya air demi kepentingan bersama (Anonim, 2011)
Pada umumnya ada dua cara untuk menanggulangi eutrofikasi (Anonim, 2011)





1.      Dampak terhadap Sosial Ekonomi.
 Uraian tersebut diatas menggambarkan betapa pencemaran oleh limbah organik yang berlanjut akan mampu merubah metabolisme badan air dan merusak system metabolisme yang ada sehingga ekosistem terdegradasi dan berubah menjadi seperti “comberan” atau genangan air pembuangan limbah atau pelimbahan Untuk itulah, maka meskipun saat ini waduk, danau dan pantai belum benar-benar menjadi “comberan-raksasa” namun karena penuh dengan eceng gondok, alga berlendir, beracun dan bau maka potensilain dari SDLP ini; seperti untuk arena-rekreasi, dan budidaya ikan. akan hilang; sedangkan potensi lain seperti untuk bahan baku air bersih, MCK dan pembangkit tenaga listrik menjadi sangat mahal karena untuk memanfaatkan secara optimal memerlukan biaya tambahan yang tidak sedikit. Tidak seperti di negera 4 musim yang hanya terjadi 1-2 kali setahun. Di Indonesia, karena hampir setiap hari ada cahaya matahari maka
 blooming dapat terjadi setiap saat. Fenomena inilah yang menyebabkan waduk, danau dan pantai yang telah menjadi hijau jarang menjadi jernih kembali.

Sumber daya air merupakan aset lingkungan dan karena itu memiliki harga. Ada metode berbasis pasar untuk memperkirakan biaya dan manfaat, dan ini memungkinkan untuk menggunakan analisis biaya-manfaat sebagai alat yang berguna untuk menilai dampak ekonomi dari pengurangan dari eutrofikasi atau masalah polusi lainnya. Manfaat berkisar dari kualitas air minum yang lebih tinggi dan risiko kesehatan berkurang (Gambar 29) untuk menggunakan rekreasi meningkat (Gambar 30).. Efek pada kesehatan manusia dari kurangnya sanitasi dan efek kronis ganggang beracun adalah dua dari banyak efek tidak langsung akibat eutrofikasi analisis biaya-manfaat pengurangan polusi telah jelas menunjukkan bahwa biaya total masyarakat 'tidak ada pengurangan polusi jauh lebih tinggi daripada setidaknya' pengurangan polusi yang wajar '.
http://www.unep.or.jp/ietc/publications/short_series/lakereservoirs-3/IMG/photo_30.gif
Foto 30: Beberapa penggunaan rekreasi danau.
Akibatnya, perlu untuk memeriksa pencegahan pencemaran dan pemulihan kualitas air di danau dan waduk dari sudut pandang ekonomi. Hasil pemeriksaan tersebut harus diterapkan untuk menilai biaya dan pajak limbah hijau Pengalaman internasional menunjukkan bahwa instrumen ekonomi yang cukup efektif dalam meningkatkan kualitas air dan memecahkan masalah polusi air terkait Jadi, perencanaan yang efektif dan pengelolaan danau dan waduk tidak hanya bergantung pada pemahaman yang baik dari badan-badan air sebagai sistem ekologi tetapi juga nilai mereka kepada orang-orang sebagai daerah rekreasi dan sumber daya air.
Di masa lalu, strategi pengelolaan beberapa dikembangkan dan diterapkan untuk memecahkan masalah penurunan kualitas permukaan dan air tanah. Ini sering merupakan respon terhadap situasi kritis akut mengakibatkan kenaikan biaya air. Permintaan air berkualitas baik segar hanya memecahkan sebagian dan lokal, ini adalah karena terlalu sedikit sumberdaya yang dialokasikan terlambat untuk memecahkan masalah. Pencegahan dini adalah jauh metode termurah untuk menghindari kemudian polusi. Kebutuhan untuk mengintegrasikan isu-isu sosial dan budaya dalam strategi manajemen baru
Pendekatan manajemen baru yang diperlukan yang mengintegrasikan pengetahuan ilmiah dan teknologi dengan isu-isu sosial, budaya dan politik untuk pembangunan berkelanjutan sumber daya air untuk kebutuhan manusia. Pelaksanaan konsep DAS dengan membentuk Komite Daerah Aliran Sungai nasional dan internasional adalah mendasar dalam mengembangkan strategi manajemen yang efektif untuk danau dan waduk. Berdasarkan konsep ekosistem dan pendekatan perencanaan terpadu, pelatihan para pembuat keputusan dan manajer merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam strategi ini.
Hal ini sering tidak aman untuk mengkonsumsi air di negara-negara berkembang Perubahan persepsi dari nilai air untuk memenuhi perubahan dalam pengelolaan sumber daya air, kebutuhan air lingkungan dan seluruh ekosistem di negara-negara yang diperlukan. Ini akan sulit untuk membuat perubahan seperti inersia diberikan saat ini terhadap nilai air, tetapi kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan adalah langkah-langkah dalam arah yang benar.
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas air di negara-negara berkembang, khususnya meningkatkan eutrofikasi: industrialisasi, pembangunan perkotaan, baru praktek pemanfaatan lahan dan perubahan dalam penggunaan air. Mengingat perubahan ini, penting untuk mengintegrasikan hidrologi, aspek sosial, ekonomi dan budaya dengan ilmiah berbasis pengetahuan danau dan waduk. Aspek-aspek sosial dari eutrofikasi sering besar di negara berkembang Hilangnya pekerjaan akibat dari ikan berat membunuh karena deplesi oksigen adalah salah satu contoh dari dampak sosial yang besar akibat eutrofikasi.
http://www.unep.or.jp/ietc/publications/short_series/lakereservoirs-3/IMG/photo_31a.gif
http://www.unep.or.jp/ietc/publications/short_series/lakereservoirs-3/IMG/photo_31b.gif
http://www.unep.or.jp/ietc/publications/short_series/lakereservoirs-3/IMG/photo_31c.gif

Foto 31: Deforestasi, erosi, dan membuka tambang-kegiatan yang menyebabkan degradasi kualitas air tawar.
Sebuah strategi manajemen baru harus merekomendasikan beberapa alternatif dengan praktek-praktek ini. Sebagai contoh, salah satu harus merekomendasikan bahwa erosi tanah dapat dihentikan atau setidaknya dikurangi dengan menghentikan deforestasi dan pembakaran teknik (Gambar 31) dalam pertanian. Melaksanakan pencegahan, pengendalian dan pengelolaan eutrofikasi dalam suatu strategi terpadu dapat memberikan kesempatan pekerjaan baru dan alat untuk pengembangan ekonomi, dengan manfaat sosial yang sesuai









DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Dekomposisi zat organik. [terhubung berkala]. www.wordpress.com. [diakses pada tanggal 28 oktober 2011, pukul 21.00
Anonim. 2011. Eutrofikasi. [terhubung berkala]. www.wikipedia.com [diakses pada tanggal 28 oktober 2011 pukul 21.30]
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Mulyadi, Aras. 1999. Pertumbuhan dan Daya Serap Nutrient dari Mikroalgae Dunalilella tertiolecta yang Dipelihara pada Limbah Domestik. Jurnal Natur Indonesia 1I (1): 65 - 68 (1999). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.
Sediadi, H., dan A. Thoha. 2000. Kelimpahan Dan Keanekaragaman Fitoplankton Di Perairan Sekitar Tambak Di Daerah Kamal, Tangerang, Jakarta. Jurnal. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta.

UPAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DALAM MELINDUNGI ASET NEGARA


UPAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DALAM MELINDUNGI ASET NEGARA
Kapal ikan ilegal hasil tangkapan sebaiknya dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan daripada rusak. Upaya ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan kapal rampasan dengan menghibahkannya kepada kelompok-kelompok nelayan. Hal tersebut terungkap saat Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad meninjau kapal-kapal perikanan rampasan di Stasiun Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Belawan, Sumatera Utara hari ini (19/3). 

Dalam Pasal 76C ayat (5) UU No.45/2009 tentang Perubahan atas UU No. 31/2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa kapal pelaku illegal fishing yang dirampas untuk negara dapat dilelang atau dihibahkan kepada kelompok nelayan. Proses lelang kapal rampasan harus dilakukan dengan harga yang layak dan hasilnya dijadikan sumber pendapatan Negara bukan pajak (PNBP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan sebagian hasilnya dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan. Upaya KKP ini didasari kenyataan bahwa kegiatan pemberantasan illegal fishing telah banyak mengeluarkan anggaran sehingga wajar apabila kapal hasil tangkapan tersebut dapat dimanfaatkan untuk nelayan, lanjut Fadel.

Namun demikian, upaya KKP ini memiliki beberapa kendala, diantaranya kondisi kapal yang telah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) kebanyakan telah rusak bahkan tenggelam karena proses hukum yang cukup memakan waktu. Sebagai contoh kapal rampasan di Stasiun PSDKP Belawan, terdapat 11 kapal asing berbendera Vietnam dan Thailand yang ditangkap pada tahun 2009 dan saat ini telah memiliki putusan tetap namun kondisinya sudah tenggelam. Hal berbeda dialami 7 kapal asing berbendera Malaysia yang ditangkap tahun 2010 dan saat ini proses hukum sampai kasasi namun kondisi kapal sudah rusak berat. Sementara itu, sebanyak 16 kapal berbendera Malaysia dan Taiwan masih dalam kondisi baik namun proses hukumnya baru pada tahap penyidikan. “Undang-Undang Perikanan telah mempersingkat waktu proses hukum mulai dari penyidikan sampai dengan pemeriksaan dipersidangan, namun kita tidak bisa menghalangi para kuasa hukum untuk mengajukan proses banding dan kasasi, itulah yang menyebabkan proses hukum menjadi panjang” tambah Syahrin.

Berdasarkan dari kinerja KKP bersama instansi terkait dalam melakukan pemberantasan illegal fishing mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan operasi gabungan yang dilakukan KKP bersama instansi terkait dalam penanggulangan IUU fishing telah memberikan efek jerah. Hasilnya terlihat dari jumlah kapal pelaku illegal fishing yang berhasil ditangkap setiap tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2009 tercatat sebanyak 214 kapal berhasil ditangkap, dan tahun 2010 kapal illegal ditangkap menurun menjadi 183 kapal. Sementara itu, hingga Maret 2011 ini tercatat sebanyak 12 kapal telah tertangkap oleh Kapal Pengawas KKP.

Minggu, 26 Februari 2012

LAPORAN OCEANOGRAFI


PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di dunia barat (Inggris, Belanda, Perancis) kata lautan/ samudera disebut sebagai ocean yang berasal dari bahasa latin oceanus yang tumbuh dari kata Yunani kuno okeanoe. Pada awalnya kata okeanoe adalah untuk menyebut laut yang memisahkan daratan Eurasia dari daratan Afrika, tetapi yang tidak termasuk dalam kawasan laut Tengah. Dalam cerita rakyat Yunani kuno, okeanoe dianggap sebagai pengenjawantahan dari Dewa Oceanus yang turun ke bumi dari planet Uranus kenudian menikah dengan Dewi Bumi Gaia. Sedangkan di Indonesia kita mengenal adanya anggapan rakyat Nusantara zaman Hindu atas keberadaan Dewa Laut yang disebut sebagai Baruna. Oleh sebab itu, ilmu yang mempelajari tentang lautan/ samudera oleh masyarakat dunia barat disebut sebagai Oceanografie/Oceanography yang secara umum dalam bahasa Indonesia menjadi Ilmu Kelautan(Wibisono,2005).
Kondisi Oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin. Fenomena – fenomena memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan. Sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisik perairan yang berbeda – beda(Dahuri et all,2004).

1.2  Maksud dan Tujuan
 Maksud diadakannya praktikum oceanografi ini adalah agar praktikan dapat menambah dan juga mengetahui secara langsung tentang oceanografi serta sifat-sifat fisika dan kimia pada suatu perairan.
 Tujuan dari praktikum oceanografi ini yaitu agar parktikan mengetahui pengambilan data dari parameter fisika dan kimia serta pengaruh dan manfaatnya dibidang perikanan.

1.3  Waktu dan Tempat
 Praktikum oceanografi diadakan pada hari Sabtu tanggal 21 Mei 2011 pukul 05.00 – 20.00 WIB di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolingggo – Jawa Timur.






2.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perairan Laut
Laut merupakan medium yang tak pernah berhenti bergerak, baik di permukaan maupun di bawahnya. Hal ini menyebabkan terjadinya sirkulasi air, bisa berskala kecil tetapi juga bisa berukuran sangat besar. Penampilan yang paling mudah terlihat adalah arus di permukaan laut. Ada arus yang hanya bersifat lokal saja tetapi ada pula yang mengalir melintas samudra. Arus sangat penting artinya bagi pelayaran, oleh karena itu pengukuran arus sudah dilakukan sejak dulu (Nontji,2002).
2.2 Parameter Fisika
2.2.1  Suhu
Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari; posisi matahari; letak geografis; musim; kondisi awan; serta proses interaksi antara air dan udara, seperti alih panas(heat), penguapan dan hembusan angin. Kondisi yang hampir serupa berlaku untuk salinitas perairan. Parameter yang mempengaruhi adalah keadaan lingkungannya (muara sungai atau gurun pasir), musim, serta interaksi antara laut dengan daratan/ gunung es (Dahuri et all, 2004).
 suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan tawar di batasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan ikan bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrem (drastis) (Ghufron et all, 2005).

2.2.2  Kecepatan Arus
Secara umum yang dimaksud dengan arus laut adalah gerakan massa air laut ke arah horizontal dalam skala besar. Walaupun ada arus vertikal, namun ulasan ini hanya membahas, arus horizontal saja. Tidak seperti pada arus sungai yang searah dengan aliran sungai menuju ke arah hilir (Wibisono,2005).
Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkaan arus pantai yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi/ abrasi di pantai. Pola arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang itu cukup besar, maka akan terbentuk arus menyusur pantai yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik (Dahuri et all, 2004).
2.2.3  Kecerahan dan Sifat Optis Air
·                Kecerahan

·     Sifat Optis Air
Suatu fenomena optis adalah segala aktifitas yang dilihat dari hasil interaksi cahaya dan materi. Fatamorgana adalah contoh dari fenomena optis. Fenomena optis sering disebabkan interaksi dari cahaya matahari dengan atmosfer ( Nontji, 2002).

2.2.4  Pasang Surut
Pasang surut adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda – benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Naik turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari pasut tunggal), atau dua kali sehari (pasut ganda). Sedangkan pasut yang berperilaku di antara keduanya disebut sebagai pasut campuran (Dahuri et all, 2004).
Pasang surut atau disingkat sebagai pasut merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik menarik antara Bumi dan benda – benda angkasa terutama Matahari dan Bulan (Wibisono,2005).

2.2.5  Gelombang
Yang dimaksud dengan gelombang adalah gerakan dari setiap partikel air laut yang berupa gerak longitudinal dan orbital secara bersamaan disebabkan oleh transmisi energi serta waktu (momentum) dalam artian impuls vibrasi melalui berbagai ragam bentuk materi. Dalam hal ini berbentuk partikel air laut. Secara teoritis mediumnya sendiri tetap tidak bergerak mengikuti arah energi yang melaluinya.(Wibisono,2005).
Gelombang yang terhempas ke pantai melepaskan energinya di pantai. Makin tinggi gelombang, makin besar tenaganya memukul pantai. Pasir laut atau terumbu karang yang terdapat di pantai berfungsi sebagai peredam gelombang. Oleh sebab itu, pengambila pasir laut dan terumbu karang memperbesar hantaman gelombang terhadap pantai dan merusak kestabilan pantai (Dahuri et all,2004).

2.3 Parameter Kimia
2.3.1  PH
Derajat keasaman atau pH air menunjukan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen(dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis :pH = -log (H+). pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik( Gufran et all,2005).
2.3.2  Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi rata – rata seluruh larutan garam yang terdapat di dalam air laut. Konsentrasi garam – garam jumlahnya relatif sama dalam setiap contoh air, sekalipun pengambilannya dilakukan di tempat yang berbeda. Oleh karena itu, tidak perlu mengambil seluruh contoh air setiap kali mengukur salinitas( Gufran et all,2005).
Di perairan samudra, salinitas biasanya berkisar antara 34 – 35%. Diperairan pantai karena terjadi pengeceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi. Air payau adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan air yang salinitasnya antara air tawar dan air laut( Nonji,2002).

2.3.3  DO (Oksigen Terlarut)
Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) teralarut adalah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya ikan, oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan ikan untuk pernafasannya harus terlarut dalam air( Gufran et all).

3. Metodologi
3.1 Alat dan Fungsi
3.1.1 Parameter  Fisika
a)  Suhu
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran suhu adalah :
·     Thermometer Hg : alat untuk mengukur suhu.
b)  Kecerahan
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran suhu adalah :
·       Secchi disk : alat untuk mengukur        kecerahan
·     Tongkat skala    : untuk mengukur panjang tali
·     Tali rafia    : untuk menandai pada saat mengukur kecerahan
·     Karet gelang    : untuk menandai antara D1 dan D2 pada tali rafia.
c)  Pasang surut
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran pasang surut adalah :
·     Tide staff    : untuk mengukur lebar pasang surut yang terjadi di zona interdal.

d)  Gelombang
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran gelombang adalah :
·     Tongkat berskala : untuk mengukur tinggi gelombang
·     Stopwatch   : untuk menghitung periode gelombang datang.
e)  Kecepatan arus
Alat-alat yang dipergunakan dalam pengukuran kecepatan arus adalah :
·     Tali rafia : menghubungkan botol yang kosong dan yang terisi air dan juga  menghubungkan antara kedua botol tersebut kepada praktikan
·     Botol air mineral 600 ml 2 buah : salah satunya sebagai pemberat dan yang lainnya menjadi pelampung
·     Stopwatch    : untuk menghitung waktu
·     Kompas       : untuk menentukan arah arus

f)   Sifat optis air
Alat-alat yang dipergunakan dalam pengukuran sifat optis air adalah :
·     Secchi disk    : untuk mengukur sifat optis air dan kecerahan.
3.1.2 Parameter kimia
a)  PH
Alat-alat yang dipergunakan dalam pengukuran PH adalah :
·     Kotak standart    : untuk mencocokan perubahan warna yang terjadi sebagai tempat sampel laut.
b)  Salinitas
Alat-alat yang dipergunakan dalam pengukuran salinitas adalah :
·     Refraktometer    : untuk mengukur salinitas air.
c)  Oksigan terlarut (DO)
Alat-alat yang dipergunakan dalam pengukuran oksigen terlarut (DO) adalah :
·     Botol DO    : untuk tempat air sampel
·     Buret       : untuk tempat larutan Na2S2O3 atau tempat untuk membantu titrasi
·     Statif       : untuk memegang buret agar tidak jatuh dan tetap tegak lurus atau sebagai penyangga buret
·     Pipet tetes    : untuk meneteskan atau memindahkan larutan dalam satuan tetes
·     Corong       : untuk membantu memasukan larutan Na trisulfat ke dalam buret
·     Water sampler    : untuk membantu mengambil DO di dasar perairan
·     Pipet volume    : untuk mengambil larutan MnSO4, NaOH+Kl, H2S
·     Selang       : untuk mendengarkan air yang masuk ke dalam botol DO.

3.2 Bahan dan Fungsi
3.2.1 Parameter Fisika
a)  Suhu
Bahan yang dipergunakan dalam pengukuran suhu adalah :
·     Air laut    : sebagai sampel yang akan diuji.
b)  Kecerahan
Bahan yang dipergunakan dalam pengukuran kecerahan adalah :
·     Air laut    : sebagai sampel yang akan diuji.
c)  Pasang surut
Bahan yang dipergunakan dalam pengukuran pasang surut adalah :
·     Air laut    : sebagai sampel yang akan di uji.
d) Gelombang
Bahan yang dipergunakan dalam pengukuran gelombang adalah :
·    Air laut    : sebagai sampel yang akan di uji.
e)Kecepatan arus
Bahan yang dipergunakan dalam pengukuran kecepatan arus adalah :
·    Air laut : untuk mengisi botol yang sebagai pemberat supaya massa jenis pemberat  sama dengan massa jenis air laut dan sebagai media yang akan di hitung kecepatan arusnya.

3.2.2 Parameter Kimia
a)  PH
Bahan yang dipergunakan dalam pengukuraan PH adalah :
·    PH  paper   : bahan untuk mengukur besar PH
·    Air laut        : bahan yang diukur pHnya.
b)  Salinitas
Bahan yang dipergunakan dalam pengukuran salinitas adalah :
·    Aquades    : penetral untuk membersihkan alat
·    Tissue       : untuk membersihkan kaca refraktometer
·    Air laut       : sebagai bahan yang akan di uji.
c)  Oksigen terlarut (DO)
Bahan yang dipergunakan dalam pengukuran oksigen terlarut (DO) adalah :
·    MnSO4       : untuk mengikat oksigen terlarut
·    NaOH + Kl    : untuk melepas I2 dan membentuk endapan
·    H2SO4       : sebagai pengkondisian asam dan melarutkan endapan coklat
·    Na2S2O3    : bahan untuk dititrasi atau untuk mengikat I2 dan membentuk 2Nal
·    Amilum       : indikator  adanya warna biru pada praktikum
·    Air laut       : bahan yang akan diuji kadar oksigen terlarutnya/DOnya.

3.3 Skema kerja
3.3.1 Parameter Fisika
a) 
Botol bekas mineral
 
Kecepatan arus
Botol bekas mineral      
    -Diisi dengan air laut pada salah satu botol    sebagai pemberat
   -Diikat dengan botol yang kosong dengan menggunakan tali rafia sepanjang 30 cm
   -Dihubungkan dengan tali rafia pada botol yang kosong sepanjang 5m untuk di pegang praktikan
   -Dijatuhkan kedalam laut
   -Dihitung waktu botol menjauh hingga tali rafia mengencang dengan stopwatch
   -Dihitung kecepatan arusnya menggunakan rumus S = v x t
Hasil
 
   -Dicatat
Hasil


b) 
Termometer Hg
 
Suhu
Thermometer Hg
   -Disiapkan
   -Dimasukan kedalam perairan selama 1-2           menit dengan membelakangi cahaya matahari
      -Diangkat dan dibaca dengan cepat dan tidak tersentuh oleh anggota badan
Hasil
 
   -Dicatat dalam skala oC
Hasil

c)  Gelombang
·    
Tongkat skala
 
Tinggi gelombang
Tongkat skala
         -Ditancapkan pada perairan pantai
        -Diukur selisih antara puncak dengan lembah gelombang
      -Dilakukan perlakuan yang sama          sebanyak 3 kali
Hasil
 
         -Dicatat pada tabel pengamatan

·                                         Periode gelombang
 

         -Disiapkan tongkat berskala
Stopwatch
 
         -Ditancapkan pada perairan pantai
 

         -Dihitung dengan stopwatch, dinyatakan pada saat pertama menyentuh tongkat
         -Dimatikan ketika datang lembah yang menyentuh tongkat berskala
Hasil
 
         -Dicatat pada tabel pengamatan
  


d) 
Sechi Disk
 
Kecerahan
Secchi disk
     -Disiapkan
     -Dimasukkan kedalam perairan
          -Dilihat hingga terlihat samar-samar
     -Diberi tanda dengan karet gelang
-Dicatat sebagai D1
-Ditenggelamkan hingga benar-benar tidak  terlihat
-Diangkat lagi hingga pertama terlihat
-Diberi tanda dengan karet gelang
-Dicatat sebagai D2
-Diangkat kepermukaan
-Diukur panjang D1 dan D2 menggunakan tongkat skala
-Dihitung rata-rata panjang tali yang diberi tanda dengan rumus
Hasil
 
          -Dicatat hasilnya
           




e) 
Tongkat berskala
 
Pasang surut
Tongkat berskala
    -Ditancapkan dalam perairan -+ 50 cm
         -Dicatat skala awal, setelah 1-2 jam tinggi           permukaan air dicatat sebagai skala akhir (tinggi permukaan)
Hasil
 
     -Dihitung dengan hasil pengukuran tersebut (cm/jam)
Hasil


3.3.2 Parameter Kimia
a) 
pH paper
 
PH
PH paper
       Dimasukan kedalam perairan
       Ditunggu sampai beberapa saat
       Diangkat dan dikibaskan dan dibiarkan sementara
Hasil
 
       Dicocokan dengan kotak standart
Hasil      

b) 
Refraktometer
 
Salinitas

       Disiapkan
     -Dikalibrasi dengan cara cermin refraktometer  di bersihkan dengan aquades dan di lap dengan tissue
     -Diteteskan pada membran refaktometer sebanyak 1-2 tetes
     -Diarahkan pada cahaya matahari
      -Dilihat besarnya salinitas dengan melihat skala sebelah kanan
Hasil
 
      -Dicatat


c) 
Botol DO
 
Oksigen terlarut (DO)
 
       Dicatat volume DO
Dimasukkan botol DO pada water sampler dengan tutup botol DO di tutup
Ditutup water sampler dan dimasukkan kedalam perairan yang diinginkan
Diangkat water sampler terdengar bunyi bluk dari selang water sampler yang dibuka dan langsung ditutup kembali
Dibuka water sampler
Ditutup botol DO didalam water sampler jangan sampai ada gelembung udara
Diambil botol DO dari dalam water sampler
Dibuka tutup botol DO
Ditambah 2 ml MnSO4
Ditambah 2 ml NaOH + Kl
Dibolak-balik biarkan kurang lebih 30 menit sampai terjadi endapan coklat
Dibuang air yang bening dan endapan yang tersisa diberi 2 ml H2SO4 pekat dan dikocok sampai larut
Diberi 3-4 tetes amilum, dititrasi dengan Na thosulfat 0.025 M sampai jernih
Dicatat dan dihitung dengan rumus
Hasil
 
 

4. PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
Parameter
Data Pengamatan
Suhu
Pada pukul 10.30 Suhu (1) air laut 28,5C
Pada pukul 11.30 Suhu (2) air laut 29C
kecerahan
Pada pukul 10.30(I) Secchidisk tidak tampak pertama (D1) = 361 cm
Secchidisk mulai tampak (D2) = 448 cm
Nilai kecerahan yaitu (361 + 448)/2 = 404,5cm
Pada pukul 11.30(II) Secchidisk tidak tampak pertama (D1) = 393 cm
Secchidisk mulai tampak (D2) = 407 cm
Nilai kecerahan yaitu (393 + 407)/2 = 400cm


Pasang surut
Skala awal pada tide staff =  cm
Skala akhir pada tide staff = cm
Selang waktu pengukuran = jam
Kecepatan pasang surut = cm/jam
Tipe pasang surut =


·       Gelombang
a.     Tinggi Gelombang
Pengukuran ke-
I
II
III
Puncak (cm)
Lembah (cm)
Selisih (cm)
125
107
18
123
104
19
123
106
17
Tinggi gelombag rata - rata= 18/3 = 6 cm
b.     Periode Gelombang
Pengukuran ke-
Periode gelombang
I
II
III
2.39
3.43
6.25
Rata-rata
4.02

Kecepatan arus
S =  meter
t =  detik
v = m/s
Arah arus dari selatan ke utara.


pH
Nilai pH = 8
Salinitas
Nilai salinitas = 25 ppt
DO
Nilai DO = 6,630 mg/l

4.2 Analisa Prosedur
4.2.1 Parameter Fisika
a)      Suhu
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum. Alat yang digunakan diantaranya adalah thermometer untuk mengukur suhu perairan. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu air laut yang berfungsi sampel yang diuji. Langkah pertama yaitu dicelupkan thermometer Hg kedalam perairan dengan membelakangi sinar matahari. Selain itu thermometer juga tidak boleh disentuh tangan secara langsung karena itu juga dapat mempengaruhi suhu pada thermometer. Thermometer yang dicelupkan kedalam air berkisar antara 1-2 menit agar mendapatkan suhu akurat, lalu dibaca hasil thermometer dengan cepat saat perairan dan dicatat hasilnya dalam skala  .

b)    Kecerahan
Dalam penggukuran kecerahan perairan laut yang dilakukan pertama adalah persiapan alat. Secchi disk diturunkan pelan-pelan kedalam perairan hingga tidak terlihat pada pertama kali, diberi tanda pada tali secchi disk, ini sebaagi data D1. Kemudian secchi disk ditenggelamkan lagi hingga benar-benar tidak terliha, lalu diberi tanda pada tali secchi disk, ini sebagai data D2. Setelah itu tali yang diberi tanda diukur, agar dapat diketahui nilai D1 dan D2. Kemudian kita masukkan rumus kecerahan dengan rumus :
D =  

c)  Pasang Surut
Dalam pengukuran pasang surut alat yang digunakan adalah tide staff. Langkah pertama tide staff di pasang pada aerah pasang surut yang masiih direndam oleh air pada saat surut terendah air masih dapat diukur dan dipastikan nilainya. Pada saat pengukuran pertama tide staff di hitung berapa tinggi mula-mula nya sebagai t0, setelah satu sampai dua jam, tinggi permukaan air dicatat sebagai t1. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan hasil pengukuran pasang tertinggi dan surut terendah, selanjudnya dihitung hasil kedua pengukuran yaitu dengan rumus t0 – t1 dan dicatat hasilnya.
d) Gelombang
Untuk mengukur tinggi dan periode gelombang langkah pertana adalah menyiapkan alatnya diantaranya tongkat skala dan stopwatch. Untuk mengukur tinggi gelombang langkahnya adalah tongkat skala ditancapkan pada perairan pantai, diukur selisih antara puncak dan lembah pada gelombang, perlakuan ini dilakukan sama sampai 3 kali, lalu dicatat pada tabel pengamatan dan didapatkan hasilnya. Selanjutnya untuk mengukur periode gelombang, langkahnya adalah disiapkan tongkat skala dan ditancapkan pada perairan pantai. Dihitung dengan stopwatch, dinyatakan pada saat pertama menyentuh tongkat, dimatikan stopwatch ketika datang lembah yang menyentuh tongkat berskala, dicatat pada tabel pengamatan dan didapatkkan hasilnya.

e) Kecepatan Arus
Pada pengukuran kecepatan arus hal pertama yang dilakukan adalah persiapan alat yaitu botol bekas air mineral yang kosong dan diikat dengan tali raffia sepanjang 30 cm dan diikat lagi dengan botol air mineral lagi dan tali sepanjang 5 m. botol yang satuny diisi dengan air, agar dapata dijadikan pemberat, sedangkan yang kosong sebagai pelampung. Selanjutnya botol tersebut dihanyutkan mengikuti arus dan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 5 m dicatat dan dihitung dengan rumus : V = s/t.

4.2.2 Parameter Kimia
a)  PH
Sebelum mengukur pH disiapkan alat untuk mengukur pH yaitu pH meter (pH peaper dan kotak standar). Pada saat pengukuran pH, pH peaper dimasukkan atau dicelupkan sebagian kedalam sampel air. Setelah itu diangkat ph peaper sampai kering sehinngga tampak perubahan warna. Kemudian untuk mengetahui pH, pH peaper dicocokkan perubahannya dengan kotak standar sehingga diketahui nilai pH dari sampel air yang diukur. Setelah  itu dicatat hasil pengukurannya.

b) Salinitas
Pada pengukuran salinitas alat-alat yang perlu dipersiapkan adalah refraktometer, pipet tetes serta bahan yaitu sampel air yang akan digunakan sebagai objek pengamatan. Pertama diambil sampel air laut dengan menggunakan pipet tetes untuk mengetahui nilai salinitass sampel air tersebut diteteskan pada bagian prisma refraktometer hingga bagian prisma tersebut terendam air laut secara merata. Tutup prisma kaca dengan sudut kemiringan 45. Tujuan pemasangan prisma kaca dengan sudut kemiringan 45 adalah agar tidak timbul gelembung pada sampel air yang dapat menggangu pengamatan. Kemudian amati dengann mengarahkan pengamatan pada sumber cahaya perhatikan sekala pada refrakto meter skala salinitas pada bagian kiri skala refraktometer diamati hasil pengamatan dengan mengamati batas biru pada sekala yang menunjukkan nilai pengukuran salinitas dan dicatat hasilnya.

c)  Oksigen Terlarut (DO)
Untuk pengukuran oksigen terlaut sebelum melakukan pengamatan terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan yang diiiperlukan, alat-alat tersebut adalah water sampler, botol DO, biuret, staff, pipet tetes,  dan pipet volume. Sedangkan bahan yang  diperlukan adalah sampel air, MnSO4, NaOH, H2SO4, dan titran   (Na2S2O3). Diukur volume botol DO. Saat mengambil sampel air dimasukkan botol DO yang dalam keadaan kosong dan terbuka kedalam water samp;er, kemudian tutup water sampler dan sumbat tutup water sampler disaat water samp;er tersebut dimasukkan kedalam perairan. Kemudian lepas sumbat selanga yang ada pada udara luar hingga air larut masuk kedalm water sampler sampai terdengar bunyi “bluk” yang otomatis mengisi botolDO dengan air yang akan dijadikan objek pengamatan dan pengukuran. Dan dengan segera tutup slang water sampler. Kemudian angkat water sampler dan tutup botol Do dengan penutup dan pastiakan dalam botol DO tidak terdapat gelembung udara pada sampel airnya. Setelah dipastikan tidak terdapat gelembung udara kemudian sampel air tersebutditambahkan 2 ml larutanMnSO4 dan 2 ml NaOH + KI, tutup botol DO dan dibolak balik hingga larutan homogen, kemudian biarkan hingga beberapa menit sampai timbul endapan berwarna coklat.            Setelah itu dibuang air bening diatas endapan hingga tersisaendapan didalam botol DO. Setelah itu ditambahkan 2 ml H2SO4 secara perlahan dengan menggunakan pipet tetes dan ditambahkan 3 – 4 tetes amilum, dan perlakuan terakhir dititrasi secara perlahan dengan larutan Na2S2O3 0,025 N dengan menggunakan pipet volume sampai terjadi perubahan tidak berwarna (bening) pertama kali dan catat  jumlah volume titran yang digunakan saat larutan menjadi bening. Kemudian dihitung kadar DO dengan menggunakan rumus :

 
Dan dicatat hasilnya.
4.3 Analisa Hasil
4.3.1 Parameter Fisika
a)    Suhu
Pada praktikum oceanogafi mengenai pengukuran suhu perairan didapatkan hasil sebagai berikut. Setelah thermometer dimasukan kedalam perairan laut selama kurang lebih 3 menit didapatkan hasil yaitu 28,5 pada pukul 10.30 dan pada pukul 11.30 didapatkan suhu air naik menjadi 29 
Suhu air permukaan di perairan Nusantara kita umunya berkisar antara 28 - 31. Di lokasi dimana kenaikan air (upwelling) terjadi, misalnya di laut banda, suhu air permukaan bisa turun sampai 25. Ini disebabkan karena air yang dingin dari lapisan bawah terangkat ke atas. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di lepas pantai( Nonji,2002).

b)  Kecepatan Arus
Pada praktikum oceanografi mengenai kecepatan arus perairan laut dilakukan tiga kali percobaan,pada pukul 10.30 didapatkan hasil sebagai berikut. Panjang talil yang digunakan adalah 5 meter, sedangkan waktu yang didapatkan adalah 22 detik. Kecepatan arus 0,22 m/s. Arus bergerak dari selatan menuju ke utara.pada pukul 11.15, dengan panjang tali yang sama didapatkan waktu selama 15 detik, Kecepatan arus 0,3 m/s, Arus bergerak dari selatan menuju ke utara. Dan pada pukul 12.00, dengan panjang tali yang sama didapatkan waktu selama 24 detik, kecepatan arus 0,208 m/s. Arus bergerak dari selatan menuju ke utara
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan densitas air laut dapat pula disebabkan oleh gerakan bergelombang panjang. Yang terakhir ini termasuk antara lain arus yang disebabkan oleh pasang surut(Nonji,2002).

c)    Kecerahan
Pada praktikum oceanografi menenai kecerahan perairan laut, dilakukan dua kali percobaan, pada pukul 10.30, Kedalaman secchidisk mulai tidak tampak pada tahap pertama kali (D1) yaitu 361 cm,sedangkan kedalaman sechdisk mulai pada pertama kali (D2) yaitu 448 cm. Jadi nilai kecerahan yang didapat tentang pengukuran kecerahan yaitu 404,5 cm. pada pukul 11.30, diperoleh Kedalaman secchidisk mulai tidak tampak pada tahap pertama kali (D1) yaitu 393 cm,sedangkan kedalaman sechdisk mulai pada pertama kali (D2) yaitu 407 cm. Jadi nilai kecerahan yang didapat tentang pengukuran kecerahan yaitu 400 cm
d)    Pasang Surut





Pasut merupakan parameter oseanografi lain yang penting, disamping gelombang, sebagai pembangkit arus di perairan pantai. Diperairan sempit dan semi tertutup seperti selat atau teluk, pasut merupakan gaya penggerak utama sirkulasi massa airnya. Arus yang disebabkan dapat mencapai kecepatan 2 knot (sekitar 1 m/s) dan arahnya akan berbalik 180 derajat setiap kurun waktu tertentu sesuai dengan sifat pasutnya( Dahuri et all,2004).

e)     Gelombang
Pada praktikkum oceanografi mengenai pengukuran gelombang didapatkan hasil sebagai berikut. Pada pengukuran ke-1 dihasilkan puncak selombang yaitu 125 cm, lembah gelombang 107 cm, dan didapatkan selisihnya 18 cm. Pada pengukuran ke-2 dihasilkan puncak gelombang 123 cm, sedangkan lembah gelombang 104 cm dan didapatkan sellisihnya sdalah 19 cm. Pada pengukuran ke-3 didapatkan hasil puncak gelombang 123 cm, lembah gelombang 106 cm, dan selisihya adalah 17 cm, maka didapatkan tinggi gelombang rata-rata dengan menjumlahkan ke tiga selisih pengukuran tersebut dan hasilnya adalah 6 cm. Pada pengukuran periode gelombang,  pada pengukuran ke-1 dihasilkan periode pengukurn gelombang 2,39 s. Pada pengukuran ke-2 hasilnya adalah 3,43 s dan pada pengukuran ke-3 didapatkan hasil 6,25 s. Maka rata-rata periode gelombang tersebut adalah 4,02 s.
Umumnya gelombang yang kita amati di laut disebabkan oleh hembusan angin. Ada tiga faktor menentukan besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin yakni kuatnya hembusan, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin. Jarak tempuh angin ialah bentang air terbuka yang dilalui angin(Nonji,2002).

4.3.2 Parameter Kimia
a)     PH (derajad keasaman)
Pada praktikum oceanografi mengenai pengukuran pH didapatkan hasil sebagai berikut, pH perairan laut Probolinggo adalah 8.
pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh ikan. Pada pH rendah kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya ikan, akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9,0 dan pertumbuhan optimal ikan terjadi pada pH7 – 8( Gufran et all).

b)    Salinitas
Pada praktikum oceanografi mengenai pengukuran salinitas didapatkan hasil sebagai berikut. Salinitas dierairan laut Probolinggo yaitu sebesar 25 ppt.
Di perairan samudra, salinitas biasanya berkisar antara 34 – 35%. Diperairan pantai karena terjadi pengeceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi. Air payau adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan air yang salinitasnya antara air tawar dan air laut( Nonji,2002).

 DAFTAR PUSTAKA

Dahuri,Rokmin dkk. 2004. PENGELOLAHAN SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN SECARA TERPADU. Jakarta : PT Pradnya Paramita
Gufran, M dan H Kordi K. BUDIDAYA IKAN LAUT DI KERAMBA JARING APUNG. Jakarta : PT Rineka Cipta
Nontji, Anugerah. 2002. LAUT NUSANTARA. Jakarta : Djambatan
Wibisono,M. S. 2005. PENGANTAR ILMU KELAUTAN. Jakarta : PT Gramedia Widia Sarana Indonesia