perpustakaan online

Selasa, 29 Mei 2012


Selama hampir 3 (tiga) dekade (antara Tahun 1970 s/d 1998) bisnis perudangan Indonesia telah mampu menyihir minat para pelaku usaha untuk menggelontorkan investasi dengan nilai yang sangat besar untuk melakukan spekulasi bisnis pada usaha ini. Namun terjadi penurunan produksi udang pada tahun 2009 dan 2010 pada kenyataannya lebih disebabkan oleh kegagalan produksi sebagai akibat serangan virus, dimana sumbernya dapat berasal dari udang impor. Importasi udang dan produknya dari negara lain memberikan kemungkinan penyakit udang untuk masuk ke Indonesia, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan dan berdampak terhadap kegagalan produksi udang nasional yang pada giliranya dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat pembudidaya.
Permasalahan pada tambak udang yang paling sering kita jumpai adalah masalah penyakit. Diantara penyebab penyakit ini di pengaruhi beberapa factor antara lain:
  1. Pemilihan lokasi yang sesuai dengan komoditas udang meliputi system irigasi baik, kualitas tanah dasar tidak tanah masam, konstruksi tambak kedap (maksimum bocoran 10%/minggu).
  2. Musim tebar yang tepat dan serentak pada tambak dalam kawasan/cluster (Use an all-out, all-in, once-only stocking of participating ponds),
  3. Penerapan bioskurity secara maksimal dengan menggunakan benih sehat (negative tes PCR), tandon (resevoar) atau biofilter untuk mencegah carier dan untuk perbaikan mutu air.
  4. Menjaga kestabilan lingkungan tambak selama proses pemeliharaan yaitu pengelolaan air terutama Pengelolaan Oksigen terlarut pada dasar tambak dan pengelolaan pakan.
  5. Memaksimalkan produk udang yang aman pangan (food safety), berkualitas dan menguntungkan dengan tidak menggunakan pestisida dan bahan kimia lainnya yang di larang.
Namun dari segi teknologi pembudidayaan udang terdiri atas beberapa tahapan teknologi budidaya, yaitu teknologi pembenihan, pdndederan dan pembesaran. Untuk mendukung budidaya pada berbagai tahapan diperlukan teknologi lain, misalnya, teknologi pakan dan nutrisi, pengendalian hama penyakit, pengelolaan kualitas air dan teknologi panen dan pasca panen serta pemasaran (Kartamiharja dkk, 2001). Mengingat buku ini hanya membahas mengenai pendederan dan pembesaran maka berikut ini akan dijelaskan mengenai teknologi pendederan dan pembesaran sebagaimana dijelaskan oleh Kartamiharja dkk.
a. Teknologi pendederan.
Teknologi pendederan pasca larva atau sering disebut pentokolan terdiri dari 2 pilihan yaitu :
  1. Teknologi pendederan indoor dengan menggunakan sistem air tersirkulasi.
  2. Teknologi pendederan outdoor dengan menggunakan kolam tanah, sawah dan karamba jaring apung (KJA).
Tujuan dari pendederan adalah :
  1. Mempersiapkan benur menjadi benih udang siap tebar (tokolan) untuk meningkatkan survival rate di kolam pembesaran.
  2. Memperpendek waktu pembesaran sehingga produk yang dihasilkan memenuhi ukuran konsumsi dan seragam.
  3. Menekan pemborosan benur.
b. Teknologi pembesaran
Pembesaran udang dapat dilakukan dengan sistem monokultur atau polikultur, dengan teknologi antara lain sebagai berikut :
  1. Teknologi pembesaran di kolam dengan persyaratan teknis tertentu
  2. Teknologi pembesaran di sawah tambak yang merupakan perairan pasang surut (contoh di wilayah Bengawan Solo, Jawa Tengah).Dengan teknologi ini udang dapat dibudidayakan secara polikultur dengan ikan lain misalnya tawes dan bandeng.
  3. Teknologi pembesaran di tambak darat yang mempunyai kadar garam kurang dari 10 permil. Persyaratan teknisnya hampir sama dengan pembesaran udang galah di kolam, namun yang perlu diperhatikan adalah proses aklimatisasi benih udang dari air tawar ke sedikit payau.
Lokasi tambak
Udang merupakan komoditas perikanan air tawar yang dalam pembudidayaannya memerlukan beberapa persyaratan dalam hal pemilihan lokasi kolam dan lingkungannya. Untuk lokasi, persyaratan utamanya adalah ketinggian, jenis tanah dan adanya air mengalir. Secara lengkap persyaratannya adalah sebagai berikut:

a. Syarat lokasi:
·       Ideal di dataran rendah dengan ketinggian ­ 400 M Dpl
·       Tanah lumpur berpasir
·       Terdapat sumber air mengalir
·       Bebas banjir
·       Bebas dari pencemaran
·       Keamanan terjamin
·       Mudah dijangkau
b. Syarat lingkungan:
·       pH : 7-8
·       Salinitas : 0-5 permil (namun sebaiknya air tawar)
·       Tinggi genangan : 80-120 cm
·       Temperatur air : 26°C-30°C
·       Kecerahan air : 25-45 cm
·       Oksigen terlarut : 5-7 ppm
·       Karbondioksida : 2-12 ppm
·       Amoniak (NH3) : < 2 ppm
Fasilitas Produksi dan Peralatan
a. Kolam
Bentuk kolam untuk budidaya udang sebaiknya memanjang sesuai aliran air masuk dan keluar. Hal ini akan bermanfaat terhadap peng-gantian air yang sempurna sehingga kandungan oksigen di dalam air akan tetap tinggi selama pemeliharaan. Ukuran kolam yang ideal adalah lebar maksimum 20 m dan panjang 50 m atau luas maksimal 1000 m2. Ukuran lebar ideal akan memudahkan dalam pemberian pakan, karena pakan udang dapat ditebar secara merata dari pinggir sampai ke tengah kolam. Hal tersebut sangat penting agar pendistribusian pakan dapat optimal karena udang hidup merayap dan tersebar ke seluruh dasar kolam. Selain itu, kolam mudah dikeringkan pada saat pemanenan.
Dasar kolam sebaiknya tanah berpasir dan diusahakan agar jumlah lumpur sesedikit mungkin. Hal ini untuk mencegah terjadinya pembusukan bahan organik sisa pakan atau kotoran udang yang dapat menimbulkan racun dan menyebabkan udang yang dipelihara mabuk atau stress.


b. Pematang
Pematang atau tanggul pembatas kolam harus dibuat kokoh dan kuat agar tidak longsor dan bocor. Lebar bagian atas dari pematang sebaiknya tidak kurang dari 1 m. Untuk memudahkan pengelolaan kolam, maka perbandingan antara sisi tegak dan sisi mendatar adalah 1 : 2 untuk tanah lempung dan minimal 1 : 1 untuk tanah berpasir.
c. Shelter
Udang selama hidupnya mengalami beberapa kali molting, dan pada saat itu udang berada pada kondisi yang paling lemah. Di sisi lain udang juga mempunyai sifat kanibal. Dengan demikian udang yang sedang molting perlu shelter yang diberikan merata di sekeliling kolam, agar udang terhindar dari kejaran udang yang sehat yang dapat memangsanya. Luas shelter sebaiknya kurang lebih 20% dari luas kolam. Shelter dapat dibuat dari pelepah daun kelapa atau pucuk pohon bambu yang telah dibuang daunnya atau anyaman bambu. Shelter diambangkan di dalam kolam, diikatkan pada patok bambu/kayu dengan kedalaman 40 cm dari dasar kolam. Foto 3. berikut ini menampilkan kolam dengan shelter berupa daun kelapa sedangkan shelter pada Foto 4. terbuat dari bambu yang dibentuk seperti kerangka bangunan.
d. Lubang penangkapan
Pada saat panen, udang harus dapat ditangkap dengan mudah, sehingga perlu dibuat lubang penangkapan yang disambung dengan selokan kecil (caren) memanjang di tengah kolam. Ukuran lubang penangkapan adalah panjang 2 m, lebar 3 m dan tinggi 0,75 m, sedangkan lebar caren adalah 0,5 m dengan kedalaman 0,4 m. Dengan adanya lubang penangkapan ini, udang yang akan dipanen akan terkumpul di dalamnya melalui caren.
e. Aerasi
Aerasi adalah upaya untuk menambah oksigen terlarut di dalam air. Kebutuhan oksigen untuk udang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan. Semakin padat udang yang dibudidayakan di kolam, semakin tinggi kelarutan oksigen yang diperlukan. Apabila debit air kurang mencukupi maka untuk memperkaya kelarutan oksigen, dilakukan aerasi dengan menggunakan kincir air. Apabila debit air cukup maka aerasi dilakukan dengan sistem air kolam yang mengalir.
f. Peluap dan drainase
Peluap diperlukan untuk mengatur tinggi permukaan air di kolam agar kedalamannya sesuai dengan yang diharapkan dan juga tidak terjadi over topping yang dapat merusak pematang. Lubang drainase digunakan untuk membuang kelebihan air di kolam, karena kolam yang ideal adalah yang selalu ada aliran masuk dan keluar selama 24 jam. Lubang drainase ini dapat dibuat dari pipa tanah liat (hong) yang menembus pematang menuju saluran drainase, kemudian disambung dengan pipa PVC vertical sebagai peluap dengan sambungan berbentuk “L” (siku) yang sewaktu-waktu dapat dilepas untuk mengurangi atau mengeringkan air saat udang dipanen.
Perkakas dan peralatan yang diperlukan oleh pembudidaya udang secara semi intensif di Kabupaten Sleman, DIY cukup sederhana dan tidak terlalu bervariasi. Perkakas dan peralatan tersebut antara lain meliputi seser bulat, seser kotak, cangkul, jala, drum plastik, kelambu/jaring hapa, keranjang, timbangan sampling dan timbangan gantung. Foto 5. berikut ini menampilkan jaring yang digunakan untuk memanen.
Sarana Produksi
a. Benih
Pembudidaya udang galah harus memperhatikan mutu benih yang akan ditebar, karena mutu menentukan laju pertumbuhan selama pembesaran di kolam. Ciri-ciri benih bermutu :
1)    Murni monospecies (Macrobrachium Rosenbergii);
2)    Sama umur dan ukuran;
3)    Tidak cacad fisik (kelainan bentuk);
4)    Bereaksi cepat terhadap rangsangan cahaya/mekanik dan bergerak aktif;
5)    Bebas dari penyakit (jamur, parasit, bakteri dan virus);
6)    Cepat tumbuh.
Jumlah benur yang disediakan perlu mempertimbangkan tingkat kematian (mortalitas) selama adaptasi dan pemeliharaan. Angka survival rate dari benur sampai tokolan ± 50%, sedangkan dari tokolan sampai udang konsumsi ± 50% – 75%.
Sebelum ditebar di kolam untuk pendederan, benur terlebih dahulu diaklimatisasi agar tidak stress karena perubahan secara mendadak, terutama perubahan suhu karena benur lebih peka terhadap perubahan suhu daripada udang galah dewasa. Aklimatisasi dilakukan dengan cara merendam kantung benur ke dalam kolam selama ±15 menit, kemudian kantong dibuka untuk penyesuaian dengan suhu udara selama ±15 menit sambil diperciki air kolam sedikit demi sedikit. Setelah beberapa saat baru kantong benur ditumpahkan ke dalam kolam secara perlahan dan hati-hati. Diusahakan agar benur berenang keluar dari kantong ke kolam dengan sendirinya. Perbedaan suhu 1-2°C dianggap cukup aman bagi benur untuk ditebar ke kolam.
b. Pakan
Pakan memegang peranan yang penting dalam budidaya udang. Pemberian pakan yang berkualitas baik dan dalam takaran yang tepat dapat mendukung keberhasilan panen udang galah. Pemberian pakan yang berkualitas jelek dan dalam jumlah yang kurang akan mengakibatkan pertumbuhan udang tidak maksimal dan meningkatkan sifat kanibalisme. Dilain pihak pemberian pakan yang berlebihan akan menyebabkan pemborosan dan pakan yang tidak terkonsumsi akan membusuk di dasar kolam yang mengakibatkan lingkungan kolam menjadi tidak sehat dan berdampak buruk pada pertumbuhan udang.
Pakan udang terdiri dari dua jenis, yaitu pakan alami berupa fitoplankton dan pakan buatan berupa pelet. Fitoplankton ditumbuhkan melalui pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) dan anorganik (Urea, TSP). Pemupukan perlu dilakukan secara periodik sesuai dengan kepadatan fitoplankton yang diinginkan. Pakan buatan yang digunakan harus mengandung kadar protein yang cukup dan bermutu bagi pertumbuhan udan, selain itu harus mengandung cukup vitamin dan mineral guna menambah daya tahan tubuh dan menghindari penyakit malnutrisi. Pakan juga harus memenuhi persyaratan fisik yang diperlukan agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh udang, yaitu jumlah pakan disesuaikan dengan ukuran dan umur udang yang dipelihara.
c. Kapur dan pupuk
Pengapuran dan pemupukan dilakukan pada saat persiapan kolam. Pengapuran dilakukan jika tanah dasar kolam bereaksi masam (pH < 6,0) dengan cara dan dosis yang tepat agar tidak merugikan kehidupan udang galah. Pengapuran dimaksudkan untuk meningkatkan pH tanah dasar kolam menjadi netral (pH 7,0) dan dapat berfungsi sebagai desinfektan. Dosis pengapuran harus disesuaikan dengan kondisi pH tanah dasar dan jenis kapur yang digunakan. Jenis kapur yang digunakan dapat berupa kapur sirih, kapur tohor, kapur tembok dan kapur karbonat/kapur giling.



pH Tanah
Kapur Giling (kg)
Kapur Tembok
Kapur Sirih (kg)
4,00
1690
1610
1130
4,50
1500
1430
1020
5,00
1130
1050
720
5,50
750
720
530
6,00
380
340
270
6,50
sedikit
sedikit
sedikit
7,00
-
-
-

Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang larut dalam air guna mendorong pertumbuhan fitoplankton yang merupakan pakan alami udang galah, dan pelindung udang dari terik sinar matahari. Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik (kompos) dan pupuk anorganik (urea dan TSP). Penggunaan pupuk organik lebih baik daripada pupuk anorganik karena dapat terhindar dari efek samping bahan-bahan kimia; aman bagi lingkungan, dan menjaga kesuburan dasar kolam dalam jangka waktu lama.
Jumlah pupuk yang digunakan tergantung pada tingkat kesuburan kolam. Pemupukan dilakukan pada air kolam, bukan dasar kolam karena dapat membahayakan kehidupan udang yang dipelihara. Dosis pemupukan awal untuk penyuburan dasar kolam adalah 100 kg/1.000m2 kolam. Untuk pupuk organik pemupukan dilakukan dengan melarutkan pupuk dalam ember, kemudian air yang telah mengandung pupuk di-percikkan secara merata di permukaan air kolam. Sedangkan untuk pupuk anorganik pemupukan dapat dilakukan dengan: a) ditebarkan ke seluruh permukaan dasar kolam ketika kolam diairi setinggi sekitar 10 cm atau b) dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlubang halus dan dicelupkan ke dalam air kolam di dekat pintu pemasukan air agar pupuk larut secara bertahap. Dosis pemupukan lanjutan adalah 20 kg/1.000m2 kolam.
d. Pemberantasan hama dan penyakit
Hama yang sering menyerang udang adalah predator dan ikan. Predator dalam budidaya udang antara lain adalah lele, gabus, betok, betutu, anjing-anjing air, belut dan ular serta ikan-ikan penyaing pakan seperti tawes, nila, mujair, dan ikan mas. Sedangkan kepiting adalah hewan yang dianggap sebagai pengganggu atau perusak karena melubangi pematang kolam. Untuk mencegah masuknya hewan-hewan tersebut, pada saluran air dapat dipasang saringan dan di sekeliling pematang dipasang net setinggi 60 cm. Cara lain adalah dengan penggunaan obat kimiawi seperti saponin (11-18 ppm), rotenan (0,2 ppm) atau chemfish (4 ppm). Untuk mencegah masuknya hama seperti musang air dan ular maka sekitar kolam harus bersih dari rumpun tanaman dan belukar.
Penyakit yang banyak menyerang udang galah adalah black spot, yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan jamur. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian dan menurunkan mutu udang galah. Obat yang dipergunakan untuk mencegah penyakit ini adalah obat anti bakterial yang diberikan secara oral melalui pakan.
Tenaga Kerja
Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk budidaya udang ditentukan oleh pola teknologi yang diterapkan dan besarnya skala usaha. Kebutuhan jenis tenaga kerja untuk budidaya udang secara semi intensif adalah sebagai berikut:
a. Tenaga kerja yang mempunyai keahlian mengenai pakan, penyakit dan hama.
b. Tenaga kerja kasar antara lain untuk mengatur air, pakan, mesin/pompa, dan memanen.
c. Tenaga kerja untuk menjaga keamanan lingkungan kolam.
Cara ini dipandang efektif dalam meningkatkan produktivitas kolam, karena berdasarkan pengalaman, tenaga kerja akan bekerja lebih giat dan bersungguh-sungguh dalam menggarap kolam dan ikut serta menjaga keamanan kolam.
Masalah Produksi Udang
Dalam budidaya udang ditemukan berbagai permasalahan antara lain:
1. Teknis Budidaya
Berbeda dengan memelihara ikan, pemeliharaan udang memerlukan lingkungan yang spesifik untuk tempat hidupnya. Kolam perlu didisain dengan dasar dan sedimen yang cocok dan sehat karena udang adalah hewan yang merangkak di dasar habitatnya. Kedalaman air, pemberian shelter tempat berlindung udang, sarana caren di dasar kolam, sirkulasi air masuk-keluar harus mendapat perhatian khusus untuk meningkatkan produksi dan kemudahan dalam pemeliharaan. Pemberian pakan yang tepat jumlah, mutu, ukuran dan waktu pemberian seringkali kurang mendapat perhatian khusus dan akibatnya produksi udang tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Tahap persiapan kolam dan pemupukan berkala selama pemeliharaan akan sangat membantu dalam efisiensi pemberian pakan, kestabilan kualitas air dan kompetisi dari hewan air lainnya.
Pembudidaya udang pemula biasanya menghadapi masalah dalam menentukan waktu panen, menetapkan ukuran udang yang sesuai dengan permintaan pasar, dan mengemas udang pasca panen dengan baik.
Terdapat beberapa hal pada saat panen yang harus dihindari agar tidak merugikan pembudidaya, antara lain:
  1. Panen dilakukan dengan mengeringkan kolam secara total, karena udang yang masih kecil ikut terpanen dan air yang telah kaya dengan organisme dan mineral terbuang percuma.
  2. Panen selektif dengan menggunakan jaring hapa dilakukan tanpa mengeringkan kolam, karena yang tertangkap adalah udang dengan ukuran tertentu. Kerugian yang muncul dengan sistem ini adalah banyak membutuhkan tenaga kerja dan ikan predator tidak dapat dibersihkan dari kolam.
  3. Udang hasil panen dicampur dengan udang yang sedang molting. Udang campuran tersebut mudah rusak sehingga tidak laku dijual ke pengepul. Akibatnya, udang tersebut harus dijual ke konsumen akhir dengan harga yang lebih murah.
2. Variasi Pertumbuhan Tinggi
Udang mempunyai kekhasan dalam variasi tumbuhnya. Dominasi udang yang cepat tumbuh terhadap yang lambat tumbuh merupakan penghambat dalam mengejar produktivitas udang yang akan dipanen. Teknologi seleksi udang pada ukuran tokolan merupakan satu pilihan untuk menghindari masalah tersebut. Udang yang cepat tumbuh dipelihara terpisah dengan udang yang lambat tumbuhnya, sehingga efisiensi pemberian pakan dapat terwujud dan pertumbuhan dapat lebih cepat.
3. Keterbatasan Benih Udang
Jaminan pasokan benih yang lancar dan cukup merupakan masalah utama yang sering dihadapi petani. Hal ini terjadi karena kurangnya hatchery dan cara pengoperasionalnya yang belum optimal sebagai akibat keterbatasan induk. Sebagai gambaran pada tahun 2001, permintaan benur udang mencapai sekitar 5.000.000 ekor, sementara kapasitas produksi dari hatchery yang ada hanya berkisar 700.000 – 1.000.000 ekor per bulan.
Lokasi pemeliharaan udang yang jauh dari hatchery merupakan masalah turunan selanjutnya. Konsekuensi dari kedua masalah itu adalah tambahan biaya produksi bagi petani. Kerjasama antar hatchery dan petani pentokolan dan pembesaran perlu digalakkan sehingga permasalahan penyediaan pasokan benih dari hatchery dapat ditangani oleh sekelompok petani pentokol saja. Petani pembesar akan mudah mendapatkan benih dari petani pentokol terdekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar