Selama
hampir 3 (tiga) dekade (antara Tahun 1970 s/d 1998) bisnis perudangan Indonesia
telah mampu menyihir minat para pelaku usaha untuk menggelontorkan investasi
dengan nilai yang sangat besar untuk melakukan spekulasi bisnis pada usaha ini.
Namun terjadi penurunan produksi udang pada tahun 2009 dan 2010 pada
kenyataannya lebih disebabkan oleh kegagalan produksi sebagai akibat serangan
virus, dimana sumbernya dapat berasal dari udang impor. Importasi udang dan
produknya dari negara lain memberikan kemungkinan penyakit udang untuk masuk ke
Indonesia, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan dan berdampak terhadap
kegagalan produksi udang nasional yang pada giliranya dapat mempengaruhi
kehidupan ekonomi masyarakat pembudidaya.
Permasalahan
pada tambak udang yang paling sering kita jumpai adalah masalah penyakit.
Diantara penyebab penyakit ini di pengaruhi beberapa factor antara lain:
- Pemilihan lokasi yang sesuai dengan komoditas
udang meliputi system irigasi baik, kualitas tanah dasar tidak tanah
masam, konstruksi tambak kedap (maksimum bocoran 10%/minggu).
- Musim tebar yang tepat dan serentak pada
tambak dalam kawasan/cluster (Use an all-out, all-in, once-only stocking
of participating ponds),
- Penerapan bioskurity secara maksimal dengan
menggunakan benih sehat (negative tes PCR), tandon (resevoar) atau
biofilter untuk mencegah carier dan untuk perbaikan mutu air.
- Menjaga kestabilan lingkungan tambak selama
proses pemeliharaan yaitu pengelolaan air terutama Pengelolaan Oksigen
terlarut pada dasar tambak dan pengelolaan pakan.
- Memaksimalkan produk udang yang aman pangan
(food safety), berkualitas dan menguntungkan dengan tidak menggunakan
pestisida dan bahan kimia lainnya yang di larang.
Namun dari segi teknologi pembudidayaan udang
terdiri atas beberapa tahapan teknologi budidaya, yaitu teknologi pembenihan,
pdndederan dan pembesaran. Untuk mendukung budidaya pada berbagai tahapan
diperlukan teknologi lain, misalnya, teknologi pakan dan nutrisi, pengendalian
hama penyakit, pengelolaan kualitas air dan teknologi panen dan pasca panen
serta pemasaran (Kartamiharja dkk, 2001). Mengingat buku ini hanya membahas
mengenai pendederan dan pembesaran maka berikut ini akan dijelaskan mengenai
teknologi pendederan dan pembesaran sebagaimana dijelaskan oleh Kartamiharja
dkk.
a. Teknologi pendederan.
Teknologi pendederan pasca larva atau sering disebut pentokolan terdiri
dari 2 pilihan yaitu :
- Teknologi pendederan
indoor dengan menggunakan sistem air tersirkulasi.
- Teknologi pendederan
outdoor dengan menggunakan kolam tanah, sawah dan karamba jaring apung
(KJA).
Tujuan dari pendederan adalah :
- Mempersiapkan benur
menjadi benih udang siap tebar (tokolan) untuk meningkatkan survival rate
di kolam pembesaran.
- Memperpendek waktu
pembesaran sehingga produk yang dihasilkan memenuhi ukuran konsumsi dan
seragam.
- Menekan pemborosan
benur.
b. Teknologi pembesaran
Pembesaran udang dapat dilakukan dengan sistem monokultur atau
polikultur, dengan teknologi antara lain sebagai berikut :
- Teknologi pembesaran
di kolam dengan persyaratan teknis tertentu
- Teknologi pembesaran
di sawah tambak yang merupakan perairan pasang surut (contoh di wilayah
Bengawan Solo, Jawa Tengah).Dengan teknologi ini udang dapat dibudidayakan
secara polikultur dengan ikan lain misalnya tawes dan bandeng.
- Teknologi pembesaran
di tambak darat yang mempunyai kadar garam kurang dari 10 permil.
Persyaratan teknisnya hampir sama dengan pembesaran udang galah di kolam,
namun yang perlu diperhatikan adalah proses aklimatisasi benih udang dari
air tawar ke sedikit payau.
Lokasi tambak
Udang merupakan komoditas perikanan air tawar
yang dalam pembudidayaannya memerlukan beberapa persyaratan dalam hal pemilihan
lokasi kolam dan lingkungannya. Untuk lokasi, persyaratan utamanya adalah
ketinggian, jenis tanah dan adanya air mengalir. Secara lengkap persyaratannya
adalah sebagai berikut:
a. Syarat lokasi:
· Ideal di dataran rendah dengan ketinggian 400 M Dpl
· Tanah lumpur berpasir
· Terdapat sumber air mengalir
· Bebas banjir
· Bebas dari pencemaran
· Keamanan terjamin
· Mudah dijangkau
b. Syarat lingkungan:
·
pH : 7-8
·
Salinitas : 0-5 permil (namun
sebaiknya air tawar)
·
Tinggi genangan : 80-120 cm
·
Temperatur air : 26°C-30°C
·
Kecerahan air : 25-45 cm
·
Oksigen terlarut : 5-7 ppm
·
Karbondioksida : 2-12 ppm
·
Amoniak (NH3) : < 2 ppm
a. Kolam
Bentuk kolam untuk budidaya udang sebaiknya
memanjang sesuai aliran air masuk dan keluar. Hal ini akan bermanfaat terhadap
peng-gantian air yang sempurna sehingga kandungan oksigen di dalam air akan
tetap tinggi selama pemeliharaan. Ukuran kolam yang ideal adalah lebar maksimum
20 m dan panjang 50 m atau luas maksimal 1000 m2. Ukuran lebar ideal akan
memudahkan dalam pemberian pakan, karena pakan udang dapat ditebar secara
merata dari pinggir sampai ke tengah kolam. Hal tersebut sangat penting agar pendistribusian
pakan dapat optimal karena udang hidup merayap dan tersebar ke seluruh dasar kolam.
Selain itu, kolam mudah dikeringkan pada saat pemanenan.
Dasar kolam sebaiknya tanah berpasir dan
diusahakan agar jumlah lumpur sesedikit mungkin. Hal ini untuk mencegah
terjadinya pembusukan bahan organik sisa pakan atau kotoran udang yang dapat
menimbulkan racun dan menyebabkan udang yang dipelihara mabuk atau stress.
b. Pematang
Pematang atau tanggul pembatas kolam harus dibuat kokoh dan kuat agar
tidak longsor dan bocor. Lebar bagian atas dari pematang sebaiknya tidak kurang
dari 1 m. Untuk memudahkan pengelolaan kolam, maka perbandingan antara sisi
tegak dan sisi mendatar adalah 1 : 2 untuk tanah lempung dan minimal 1 : 1
untuk tanah berpasir.
c. Shelter
Udang selama hidupnya mengalami beberapa kali molting, dan pada saat itu
udang berada pada kondisi yang paling lemah. Di sisi lain udang juga mempunyai
sifat kanibal. Dengan demikian udang yang sedang molting perlu shelter yang diberikan
merata di sekeliling kolam, agar udang terhindar dari kejaran udang yang sehat
yang dapat memangsanya. Luas shelter sebaiknya kurang lebih 20% dari luas
kolam. Shelter dapat dibuat dari pelepah daun kelapa atau pucuk pohon bambu
yang telah dibuang daunnya atau anyaman bambu. Shelter diambangkan di dalam
kolam, diikatkan pada patok bambu/kayu dengan kedalaman 40 cm dari dasar kolam.
Foto 3. berikut ini menampilkan kolam dengan shelter berupa daun kelapa
sedangkan shelter pada Foto 4. terbuat dari bambu yang dibentuk seperti
kerangka bangunan.
d. Lubang penangkapan
Pada saat panen, udang harus dapat ditangkap dengan mudah, sehingga
perlu dibuat lubang penangkapan yang disambung dengan selokan kecil (caren)
memanjang di tengah kolam. Ukuran lubang penangkapan adalah panjang 2 m, lebar
3 m dan tinggi 0,75 m, sedangkan lebar caren adalah 0,5 m dengan kedalaman 0,4
m. Dengan adanya lubang penangkapan ini, udang yang akan dipanen akan terkumpul
di dalamnya melalui caren.
e. Aerasi
Aerasi adalah upaya untuk menambah oksigen terlarut di dalam air.
Kebutuhan oksigen untuk udang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan.
Semakin padat udang yang dibudidayakan di kolam, semakin tinggi kelarutan
oksigen yang diperlukan. Apabila debit air kurang mencukupi maka untuk
memperkaya kelarutan oksigen, dilakukan aerasi dengan menggunakan kincir air.
Apabila debit air cukup maka aerasi dilakukan dengan sistem air kolam yang
mengalir.
f. Peluap dan drainase
Peluap diperlukan untuk mengatur tinggi permukaan air di kolam agar
kedalamannya sesuai dengan yang diharapkan dan juga tidak terjadi over topping
yang dapat merusak pematang. Lubang drainase digunakan untuk membuang kelebihan
air di kolam, karena kolam yang ideal adalah yang selalu ada aliran masuk dan
keluar selama 24 jam. Lubang drainase ini dapat dibuat dari pipa tanah liat
(hong) yang menembus pematang menuju saluran drainase, kemudian disambung
dengan pipa PVC vertical sebagai peluap dengan sambungan berbentuk “L” (siku)
yang sewaktu-waktu dapat dilepas untuk mengurangi atau mengeringkan air saat
udang dipanen.
Perkakas dan peralatan yang diperlukan oleh pembudidaya udang secara
semi intensif di Kabupaten Sleman, DIY cukup sederhana dan tidak terlalu
bervariasi. Perkakas dan peralatan tersebut antara lain meliputi seser bulat,
seser kotak, cangkul, jala, drum plastik, kelambu/jaring hapa, keranjang,
timbangan sampling dan timbangan gantung. Foto 5. berikut ini menampilkan
jaring yang digunakan untuk memanen.
a. Benih
Pembudidaya udang galah harus memperhatikan mutu benih yang akan
ditebar, karena mutu menentukan laju pertumbuhan selama pembesaran di kolam.
Ciri-ciri benih bermutu :
1)
Murni monospecies (Macrobrachium
Rosenbergii);
2)
Sama umur dan ukuran;
3)
Tidak cacad fisik (kelainan
bentuk);
4)
Bereaksi cepat terhadap
rangsangan cahaya/mekanik dan bergerak aktif;
5)
Bebas dari penyakit (jamur,
parasit, bakteri dan virus);
6)
Cepat tumbuh.
Jumlah benur yang disediakan perlu mempertimbangkan tingkat kematian
(mortalitas) selama adaptasi dan pemeliharaan. Angka survival rate dari benur
sampai tokolan ± 50%, sedangkan dari tokolan sampai udang konsumsi ± 50% – 75%.
Sebelum ditebar di kolam untuk pendederan, benur terlebih dahulu
diaklimatisasi agar tidak stress karena perubahan secara mendadak, terutama
perubahan suhu karena benur lebih peka terhadap perubahan suhu daripada udang
galah dewasa. Aklimatisasi dilakukan dengan cara merendam kantung benur ke
dalam kolam selama ±15 menit, kemudian kantong dibuka untuk penyesuaian dengan
suhu udara selama ±15 menit sambil diperciki air kolam sedikit demi sedikit.
Setelah beberapa saat baru kantong benur ditumpahkan ke dalam kolam secara
perlahan dan hati-hati. Diusahakan agar benur berenang keluar dari kantong ke
kolam dengan sendirinya. Perbedaan suhu 1-2°C dianggap cukup aman bagi benur
untuk ditebar ke kolam.
b. Pakan
Pakan memegang peranan yang penting dalam budidaya udang. Pemberian
pakan yang berkualitas baik dan dalam takaran yang tepat dapat mendukung
keberhasilan panen udang galah. Pemberian pakan yang berkualitas jelek dan
dalam jumlah yang kurang akan mengakibatkan pertumbuhan udang tidak maksimal
dan meningkatkan sifat kanibalisme. Dilain pihak pemberian pakan yang
berlebihan akan menyebabkan pemborosan dan pakan yang tidak terkonsumsi akan
membusuk di dasar kolam yang mengakibatkan lingkungan kolam menjadi tidak sehat
dan berdampak buruk pada pertumbuhan udang.
Pakan udang terdiri dari dua jenis, yaitu pakan alami berupa
fitoplankton dan pakan buatan berupa pelet. Fitoplankton ditumbuhkan melalui
pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) dan anorganik (Urea,
TSP). Pemupukan perlu dilakukan secara periodik sesuai dengan kepadatan
fitoplankton yang diinginkan. Pakan buatan yang digunakan harus mengandung
kadar protein yang cukup dan bermutu bagi pertumbuhan udan, selain itu harus
mengandung cukup vitamin dan mineral guna menambah daya tahan tubuh dan
menghindari penyakit malnutrisi. Pakan juga harus memenuhi persyaratan fisik
yang diperlukan agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh udang, yaitu
jumlah pakan disesuaikan dengan ukuran dan umur udang yang dipelihara.
c. Kapur dan pupuk
Pengapuran dan pemupukan dilakukan pada saat persiapan kolam. Pengapuran
dilakukan jika tanah dasar kolam bereaksi masam (pH < 6,0) dengan cara dan
dosis yang tepat agar tidak merugikan kehidupan udang galah. Pengapuran
dimaksudkan untuk meningkatkan pH tanah dasar kolam menjadi netral (pH 7,0) dan
dapat berfungsi sebagai desinfektan. Dosis pengapuran harus disesuaikan dengan
kondisi pH tanah dasar dan jenis kapur yang digunakan. Jenis kapur yang
digunakan dapat berupa kapur sirih, kapur tohor, kapur tembok dan kapur
karbonat/kapur giling.
pH Tanah
|
Kapur Giling (kg)
|
Kapur Tembok
|
Kapur Sirih (kg)
|
4,00
|
1690
|
1610
|
1130
|
4,50
|
1500
|
1430
|
1020
|
5,00
|
1130
|
1050
|
720
|
5,50
|
750
|
720
|
530
|
6,00
|
380
|
340
|
270
|
6,50
|
sedikit
|
sedikit
|
sedikit
|
7,00
|
-
|
-
|
-
|
Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang larut dalam air guna
mendorong pertumbuhan fitoplankton yang merupakan pakan alami udang galah, dan
pelindung udang dari terik sinar matahari. Pupuk yang digunakan adalah pupuk
organik (kompos) dan pupuk anorganik (urea dan TSP). Penggunaan pupuk organik
lebih baik daripada pupuk anorganik karena dapat terhindar dari efek samping
bahan-bahan kimia; aman bagi lingkungan, dan menjaga kesuburan dasar kolam
dalam jangka waktu lama.
Jumlah pupuk yang digunakan tergantung pada tingkat kesuburan kolam.
Pemupukan dilakukan pada air kolam, bukan dasar kolam karena dapat membahayakan
kehidupan udang yang dipelihara. Dosis pemupukan awal untuk penyuburan dasar
kolam adalah 100 kg/1.000m2 kolam. Untuk pupuk organik pemupukan dilakukan
dengan melarutkan pupuk dalam ember, kemudian air yang telah mengandung pupuk
di-percikkan secara merata di permukaan air kolam. Sedangkan untuk pupuk
anorganik pemupukan dapat dilakukan dengan: a) ditebarkan ke seluruh permukaan
dasar kolam ketika kolam diairi setinggi sekitar 10 cm atau b) dimasukkan ke
dalam kantong plastik yang berlubang halus dan dicelupkan ke dalam air kolam di
dekat pintu pemasukan air agar pupuk larut secara bertahap. Dosis pemupukan
lanjutan adalah 20 kg/1.000m2 kolam.
d. Pemberantasan hama dan penyakit
Hama yang sering menyerang udang adalah predator dan ikan. Predator
dalam budidaya udang antara lain adalah lele, gabus, betok, betutu, anjing-anjing
air, belut dan ular serta ikan-ikan penyaing pakan seperti tawes, nila, mujair,
dan ikan mas. Sedangkan kepiting adalah hewan yang dianggap sebagai pengganggu
atau perusak karena melubangi pematang kolam. Untuk mencegah masuknya
hewan-hewan tersebut, pada saluran air dapat dipasang saringan dan di
sekeliling pematang dipasang net setinggi 60 cm. Cara lain adalah dengan
penggunaan obat kimiawi seperti saponin (11-18 ppm), rotenan (0,2 ppm) atau
chemfish (4 ppm). Untuk mencegah masuknya hama seperti musang air dan ular maka
sekitar kolam harus bersih dari rumpun tanaman dan belukar.
Penyakit yang banyak menyerang udang galah adalah black spot, yaitu
penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan jamur. Penyakit ini dapat
mengakibatkan kematian dan menurunkan mutu udang galah. Obat yang dipergunakan
untuk mencegah penyakit ini adalah obat anti bakterial yang diberikan secara
oral melalui pakan.
Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk budidaya udang
ditentukan oleh pola teknologi yang diterapkan dan besarnya skala usaha.
Kebutuhan jenis tenaga kerja untuk budidaya udang secara semi intensif adalah
sebagai berikut:
a. Tenaga kerja yang mempunyai keahlian mengenai pakan, penyakit dan hama.
b. Tenaga kerja kasar antara lain untuk mengatur air, pakan, mesin/pompa, dan memanen.
c. Tenaga kerja untuk menjaga keamanan lingkungan kolam.
b. Tenaga kerja kasar antara lain untuk mengatur air, pakan, mesin/pompa, dan memanen.
c. Tenaga kerja untuk menjaga keamanan lingkungan kolam.
Cara ini dipandang efektif dalam meningkatkan produktivitas kolam,
karena berdasarkan pengalaman, tenaga kerja akan bekerja lebih giat dan
bersungguh-sungguh dalam menggarap kolam dan ikut serta menjaga keamanan kolam.
Dalam budidaya udang ditemukan berbagai permasalahan antara lain:
1. Teknis Budidaya
Berbeda dengan memelihara ikan, pemeliharaan udang memerlukan lingkungan
yang spesifik untuk tempat hidupnya. Kolam perlu didisain dengan dasar dan
sedimen yang cocok dan sehat karena udang adalah hewan yang merangkak di dasar
habitatnya. Kedalaman air, pemberian shelter tempat berlindung udang, sarana
caren di dasar kolam, sirkulasi air masuk-keluar harus mendapat perhatian
khusus untuk meningkatkan produksi dan kemudahan dalam pemeliharaan. Pemberian
pakan yang tepat jumlah, mutu, ukuran dan waktu pemberian seringkali kurang
mendapat perhatian khusus dan akibatnya produksi udang tidak sesuai dengan
perkiraan sebelumnya. Tahap persiapan kolam dan pemupukan berkala selama
pemeliharaan akan sangat membantu dalam efisiensi pemberian pakan, kestabilan
kualitas air dan kompetisi dari hewan air lainnya.
Pembudidaya udang pemula biasanya menghadapi masalah dalam menentukan
waktu panen, menetapkan ukuran udang yang sesuai dengan permintaan pasar, dan
mengemas udang pasca panen dengan baik.
Terdapat beberapa hal pada saat panen yang harus dihindari agar tidak
merugikan pembudidaya, antara lain:
- Panen dilakukan
dengan mengeringkan kolam secara total, karena udang yang masih kecil ikut
terpanen dan air yang telah kaya dengan organisme dan mineral terbuang
percuma.
- Panen selektif dengan
menggunakan jaring hapa dilakukan tanpa mengeringkan kolam, karena yang
tertangkap adalah udang dengan ukuran tertentu. Kerugian yang muncul
dengan sistem ini adalah banyak membutuhkan tenaga kerja dan ikan predator
tidak dapat dibersihkan dari kolam.
- Udang hasil panen
dicampur dengan udang yang sedang molting. Udang campuran tersebut mudah
rusak sehingga tidak laku dijual ke pengepul. Akibatnya, udang tersebut
harus dijual ke konsumen akhir dengan harga yang lebih murah.
2. Variasi Pertumbuhan Tinggi
Udang mempunyai kekhasan dalam variasi tumbuhnya. Dominasi udang yang
cepat tumbuh terhadap yang lambat tumbuh merupakan penghambat dalam mengejar
produktivitas udang yang akan dipanen. Teknologi seleksi udang pada ukuran
tokolan merupakan satu pilihan untuk menghindari masalah tersebut. Udang yang
cepat tumbuh dipelihara terpisah dengan udang yang lambat tumbuhnya, sehingga
efisiensi pemberian pakan dapat terwujud dan pertumbuhan dapat lebih cepat.
3. Keterbatasan Benih Udang
Jaminan pasokan benih yang lancar dan cukup merupakan masalah utama yang
sering dihadapi petani. Hal ini terjadi karena kurangnya hatchery dan cara
pengoperasionalnya yang belum optimal sebagai akibat keterbatasan induk.
Sebagai gambaran pada tahun 2001, permintaan benur udang mencapai sekitar
5.000.000 ekor, sementara kapasitas produksi dari hatchery yang ada hanya
berkisar 700.000 – 1.000.000 ekor per bulan.
Lokasi pemeliharaan udang yang jauh dari hatchery merupakan masalah
turunan selanjutnya. Konsekuensi dari kedua masalah itu adalah tambahan biaya
produksi bagi petani. Kerjasama antar hatchery dan petani pentokolan dan
pembesaran perlu digalakkan sehingga permasalahan penyediaan pasokan benih dari
hatchery dapat ditangani oleh sekelompok petani pentokol saja. Petani pembesar
akan mudah mendapatkan benih dari petani pentokol terdekat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar