INDONESIA LEBIH AKTIF TURUT MENGELOLA
PERIKANAN TUNA DI SAMUDERA HINDIA
Dalam
rangka melaksanakan komitmen Indonesia untuk mendukung pengelolaan dan
konservasi perikanan tunasecarabertanggung jawabdan berkelanjutan,
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menjadi tuan rumah penyelenggaraan
pertemuan tahunan ke-13 Indian Ocean Tuna
Commission (IOTC). Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal DKP, Widi A.
Pratikto mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan saat mebuka pertemuan tahunan
ke-13 IOTC di Bali (30/3).
Indonesia
resmi menjadi negara full member IOTC ke-27 pada tanggal 20 Juni 2007.
MasuknyaIndonesia menjadi full member IOTC merupakan implementasi dari UU No.31
Tahun 2004 Pasal 10 (2)yang mengamanatkan pemerintah Indonesia untuk ikut serta
secara aktif dalam keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan
internasional dalam rangka kerjasama pengelolaan perikanan. IOTC merupakan
salah satu Regional Fisheries
Management Organization (RFMO), yaitu organisasi pengelolaan
perikanan regional dibawah FAO, yang diberi mandat untuk melakukan pengelolaan
sumberdaya ikan tuna di wilayah Samudra Indonesia. Saat ini dikawasan perikanan
Indonesia terdapat 16 jenis ikan tuna yang diatur pengelolaanya oleh IOTC,
yaitu: Yellow Fin Tuna, Skipjack, Bigeye Tuna,Albacore Tuna,Southern Bluefine
Tuna, Long tail Tuna, Kawakawa, Frigate Tuna, Bullet Tuna,Narrow Barred
Spanish Mackerel,Indo Pacific King Mackerel,Indo Pacific Blue Marlin,Black
Marlin,Strip Marlin,Indo Pacific Sailfish, dan Swordfish.
Saat
ini IOTC memiliki anggota sebanyak27 negara full member dan 3 negara
cooperating non-contracting parties, dimana setiap anggota berkewajiban untuk
menerapkan keputusan-keputusan IOTC dalam berbagai resolusi dengan sistem hukum
nasional. Sebagai anggota ke-27, Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan
antara lain:(1) program revitalisasi perikanan tuna,(2) penyampaian informasi
kepada sekretariat IOTC tentang Authorized Vessel dan Active Vesselatau kapal
yang aktif dan resmi melakukan penangkapan tuna, (3)penyusunan Peraturan
Menteri No PER.03/MEN/2009 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan
di Laut Lepas, (4) persiapan penerapan Log Book perikanan,(5) program outer
fishing portatau pelabuhan perikanan terluar; dan (6) bersama Australia
menyusun Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing
Practices (including Combating IUU Fishing) in the Region, yakni rencana aksi
dua negara untuk mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab
termasuk pemberantasan illegal fishing.
Sebagai
full member IOTC,Indonesiamempunyai peluang dalam memanfaatkan sumberdaya ikan
di laut lepas (high seas)dengan kewajiban melakukan kontrol yang efektif
terhadap kapal perikanan Indonesia yang melakukan kegiatan di laut lepas.
Keragaan armada perikanan Indonesiayang terdaftar di IOTC hingga tahun
2008adalah874 kapal, terdiri dari 871 kapal longline dan 3 kapal purse seinedi
Samudera Hindia. Sedangkan jumlah tangkapan dari kapal-kapal Indonesia yang
terdaftar di IOTC pada tahun 2007 mencapai 252,227 ton, atau 24,1 % dari
104.673,7 ton tangkapan tuna Indonesia.
Dalam
pertemuan tahunan IOTC ke-13 ini akan diikuti oleh anggota IOTC, FAO dan
pengamat sekitar 200 orang, Indonesia memiliki momentum untuk memperoleh
hal-hal yang positif, yaitu:(1) Aspek nasional, mendukung kebijakan nasional
bagi upaya konservasi dan pengelolaan perikanan termasuk upaya pemanfaatan dan
pengawasan shared fish stocks, (2) Aspek internasional,memperkuat posisi
Indonesia dalam forum organisasi perikanan regional dan internasional, serta
menegaskan komitmen Indonesia sebagai negara Pihak pada UNCLOS 1982 dalam
kerjasama internasional bagi kegiatan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya
ikan yang berkelanjutan, (3) Aspek teknis ekonomi, memberikan peluang
pemanfaatan sumberdaya shared fish stocks di laut lepas oleh Indonesa,
tersedianya bantuan teknis dan finansial dari RFMOs, merupakan pasar dunia
produk perikanan Indonesia, serta terhindar dari embargo ekspor produk
perikanan Indonesia yang diambil dari wilayah konvensi RFMOs oleh negara-negara
anggotaRFMOs, (4) Aspek lingkungan, sebetulnya kelangsungan sumberdaya tuna di
Samudra Indonesia termasuk terancam oleh tingginya permintaan tuna di
pasar dunia, pertumbuhan yang tinggi jumlah armada tuna di Samudra Hindia,
serta maraknya illegal fishing.Dengan demikian maka pada sidang tersebut
merupakan forum untuk memperjuangkan menghadapi masalah tersebut.
Oleh karenanya, walaupun pada sidang IOTC ke-12 sebelumnya telah
disepakati tentang kewajiban perbaikan statistik pencatatan hasil tangkap dan
pengurangan hasil samping penangkapan, serta program transhipment skala besar,
namun dalam sidang IOTC ke-13 kali ini harus diperjuangkan sanksi yang tegas
bagi pelaku illegal fishing, pengaturan transhipment di laut serta pengawasan
di pelabuhan (port state measure).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar