Potensi Larva Tricoptera sebagai Indikator Akuatik
Add caption |
Potensi yang besar dari
penggunaan larva serangga Trichoptera sebagai indikator ekosistem air tawar
ditinjau dari perubahan struktur komunitas, kemampuan akumulasi, respon
subletal dan biomarker, maupun tingkah laku akibat stress dari kontaminasi
polutan, sedimentasi, maupun habitat. Penggunaan larva Trichoptera sebagai
indikator biologi memungkinkan untuk digabungkan dengan metrik lainnya (uji
bioassai dan analisis kimia) guna melihat dampak negatif dari kontaminasi
polutan dan gangguan habitat pada ekosistem akuatik secara lebih komprehensif
dan terintegrasi.
Pengaruh aktivitas
antropogenik terhadap ekosistem perairan telah mendorong berkembangnya
penggunaan konsep bioindikator guna mengetahui gangguan ekologis dari sebuah
perairan. Salah satu biota yang layak untuk dipertimbangkan sebagai
bioindikator akuatik adalah larva serangga Trichoptera. Paper ini bertujuan
untuk memberikan informasi tentang potensi dari serangga tersebut sebagai
bioindikator ekosistem ait tawar. Larva tersebut relatif sensitif digunakan
sebagai bioindikator akuatik ditinjau dari struktur komunitas, respon subletal
(gangguan pada pembentukan pola jaring dan abnormalitas insang maupun anal papilae), bioakumulasi, dan respon perilaku akibat bahan polutan toksik
maupun sedimentasi. Paper ini menunjukkan potensi yang besar dari hewan
tersebut guna menilai status kesehatan dari sebuah ekosistem perairan.
Pengaruh aktivitas
antropogenik terhadap ekosistem perairan telah mendorong berkembangnya konsep
bioindikator guna mengetahui status kesehatan dari sebuah ekosistem perairan.Konsep
bioindikator merujuk pada penggunaan hewan atau tanaman sebagai instrumen untuk
menilai kondisi kualitas lingkungan yang lampau, sekarang dan akan datang.
Fauna makrobentik/
bentos telah digunakan secara luas sebagai indikator biologi guna menilai
status kesehatan dan integritas ekologi dari sebuah sungai, karena hewan
tersebut berperan penting dalam sistem rantai makanan Hewan tersebut juga
sensitif terhadap perubahan lingkungan dan karakteristik habitat yang
disebabkan oleh aktivitas kegiatan manusia maupun secara alami Sebagian besar
penggunaan hewan tersebut sebagai indikator biologi masih difokuskan pada
penurunan kualitas air terutama oleh pencemaran organic.
Larva Trichoptera
merupakan salah satu penyusun komponen terbesar dari komunitas bentik
makroavertebrata pada ekosistem akuatik lotik.Beberapa alasan penting tentang
keuntungan penggunaan hewan tersebut sebagai bioindikator lingkungan antara
lain:
1) Distribusi yang luas
dari organisme tersebut dengan berbagai macam tipe habitat mulai dari rembesan
air, mata air, sungai, danau, hingga laut.
2) Kelimpahan yang relatif
besar di ekosistem akuatik.
3) Respon terhadap kualitas
lingkungan dapat ditunjukkan dengan perubahan morfologi, bioakumulasi, dan
perilaku.
4) Diversitas jenisnya
relatif tinggi. Lebih dari 1350 jenis yang telah diketahui di daerah Amerika
utara.yang melakukan penelitian di Sulawesi Utara menemukan 89 jenis hidup di
Sulawesi.
5) Siklus hidupnya relatif
panjang, umumnya bersifat univoltine (satu generasi dalam
satu tahun) dan sebagian besar memiliki 5 instar tahap perkembangan
6) Fungsinya dalam rantai
makanan sebagai dekomposer bahan organik dan sumber makanan bagi burung dan
ikan.
7) Ukurannya relatif besar yaitu
1- 3 cm dengan berat kering 30-100 mg
8) Tubuh hewan yang relatif
keras sehingga memudahkan dalam melihat adanya abnormalitas morfologi
dibandingkan dengan larva Chironomid
Hewan tersebut umumnya
banyak dijumpai pada perairan yang memiliki permukaan batuan dari dasar sungai
atau danau.Sebagian besar larva Trichoptera lebih menyukai hidup pada tipe
perairan dangkal (5-10 cm ) dengan air yang mengalir di atas permukaan batuan
dan sedikit jenis yang ditemukan pada substrat halus di bagian air yang dalam.Hewan
tersebut untuk memperoleh makanan biasa menggunakan jaring mirip sutera.
Beberapa jenis larva Trichoptera sering hidup dalam seludang pelindung untuk
mempertahankan diri dari predator. Suku Limnephiloidae menggunakan suteranya
untuk membuat sarang portable yang berasal dari bahan mineral atau
material organik. Namun tidak semua hewan tersebut tinggal dalam sarang guna
menyaring makanan yang hanyut terbawa oleh arus air. Larva Trichoptera suku
Rhyacophilidae sering meninggalkan sarangnya guna mendapatkan makanannya dengan
cara merayap dari satu tempat ke tempat lainnya.
Komunitas larva Trichoptera sebagai prediksi
gangguan pada ekosistem akuatik,Komunitas fauna makrobentik sering digunakan
dalam mendeteksi gangguan ekologi akibat kontaminasi logam di perairan.
Biasanya respon ekologi yang ditimbulkan oleh komunitas bentik makroavertebrata
adalah menurunnya jumlah kekayaan jenis dan kelimpahan, dan bergesernya
komposisi taksa dari yang sensitif menjadi taksa yang toleran.Dalam hubungannya
dengan faktor kimia di perairan, hewan tersebut dapat dijumpai dari perairan
yang belum terpolusi hingga terpolusi berat. Sebagai contoh Hydropsyche dan Cheumatopsyche relatif sensitif pada
air yang sudah terpolusi dan keberadaan hewan tersebut akan meningkat kembali
di bagian hilir ketika kualitas airnya mengalami peningkatan.
STUIJFZAND
et al. (1999) menggunakan larva Hydropsyche sp. untuk evaluasi
kualitas air Sungai Rhine dan Sungai Meuse. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa distribusi dan kelangsungan hidup larva Hydropsyche sp. cukup tinggi di
Sungai Rhine dan hampir tidak ada yang hidup di Sungai Meuse. Hal ini erat
kaitannya dengan rendahnya kualitas air Sungai Meuse, ditunjukkan dengan
rendahnya konsentrasi oksigen terlarut (1,7 mg/l) dan tingginya konsentrasi
amonium (4,1 mg/l), diisopropylether (60 μg/l), flourida (1,3 mg/l), dan diuron
(0,8 μg/l) sebagai faktor pembatas utama, di samping faktor fisik lainnya
seperti kecepatan arus dan sebagainya.
Pengaruh fisik berupa
gangguan pada habitat terhadap komunitas Trichoptera telah dipelajari secara
mendalam oleh CAMARGO (1991) dan TAKAO et al. (2006). TAKAO et al. (2006) menyebutkan bahwa kecepatan aliran dan fluktuasi dari debit
sungai merupakan pengendali utama dari organisasi biologi yang ada dalam sistem
lotik. Tingginya arus sungai dapat menyebabkan perubahan pada populasi larva
Trichoptera dengan cara menghanyutkan semua individu atau memindahkan material
sedimen yang dapat menyebabkan kematian. CAMARGO (1991) menunjukkan dampak
negatif dari pembangunan dam bendungan air di Rio Duraton (Spanyol) pada
komunitas Hydropsychidae berupa penurunan kekayaan taksa, diversitas jenis, dan
dominansinya. Biomasa total dan kepadatan larva Hydropsychidae juga mengalami
penurunan di bawah dam secara langsung. Semakin jauh dari bangunan dam,
kepadatan total dan biomassa menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian
hulu sungai. Hal ini mungkin erat kaitannya dengan peningkatan ketersediaan
suplai makanan dan habitat di daerah tersebut. Kelimpahan Cheumatopsyche lepida, Hydropsyche sp dan H. pellucidula secara signifikan menurun di bagian hilir, namun H. siltalai, H. exocellata dan H. bulbifera mengalami peningkatan secara drastis.
CHAKONA et al. (2009) menggunakan komunitas larva Trichoptera guna mendeteksi
gangguan ekosistem sungai akibat deforestasi dan aktivitas pertanian di dua
daerah tangkapan yaitu Nyaodza-Gachegache dan Chimanimani (Zimbabwe). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan adanya perubahan dalam komposisi taksa akibat
perubahan pada tata guna lahan dan geomorfologi. Marga Anisocentropus, Dyschimus, Lepidostoma, Leptocerina, Athripsodes,
Parasetodes, Aethaloptera, Hydropsyche, dan Polymorphanisus keberadaannya terbatas
pada daerah hutan yang belum mengalami gangguan dengan karakteristik rendahnya
temperatur, turbiditas, konsentrasi silt, dan tingginya elevasi,
oksigen terlarut, dan transparansi. Sedangkan kelimpahan larva Hydroptila cenderung menyukai habitat yang sudah mengalami gangguan khususnya
di daerah pertanian. Hilangnya marga dari larva Trichoptera yang tergolong
sensitif di daerah yang telah mengalami deforestasi dan pertanian kemungkinan
besar disebabkan oleh berkurangnya material tanaman yang masuk pada sungai
sebagai bahan makanan bagi larva tersebut maupun disebabkan kerusakan habitat
akibat sedimentasi.
Penelitian
yang dilakukan CLEMENTS (1994) di bagian hulu Sungai Arkansas, Colorado
menunjukkan hasil yang berkebalikan dengan STUIJFZAND et al. (1999). Sungai yang mendapat masukan dari air asam tambang dalam
kategori tercemar sedang hingga berat didominasi oleh larva Chironomid
Othocladiinae dan Trichoptera. BEASLEY & KNEALE (2004) menyebutkan larva
Trichoptera suku Hydropsychidae relatif toleran terhadap kontaminasi logam
berat Cu, Cd, dan Pb di perairan. Biasanya meningkatnya dominansi bentos pada
beberapa jenis suku Chironomidae dan Hydropsychidae merupakan sinyal awal dari meningkatnya
kontaminasi logam.Beberapa larva Trichoptera mampu hidup pada kondisi
lingkungan yang ekstrim seperti Helicopsyche borealis
(Hagen).
Hewan tersebut mampu hidup pada sumber air panas yang konsentrasi sulfida
tinggi dan sungai-sungai yang telah menerima masukan limbah domestik. Hewan
tersebut dilaporkan mampu mentolerir adanya kebocoran dari tangki bensin yang
masuk ke dalam sungai yang mengakibatkan sebagian besar fauna makrobentik yang
ada telah mengalami drifting (penghanyutan) atau kematian.
Respon subletal larva Trichoptera untuk mendeteksi
kontaminasi polutan toksik.
Larva
Trichoptera juga sering digunakan untuk mengkaji pengaruh subletal dari
pemaparan bahan polutan toksik di perairan. Sebagai contoh adanya penyimpangan
dari hewan tersebut dalam membuat pola jaring ketika didedahkan dengan senyawa
logam berat: kadmium, tembaga,pestisida: organofosfat malation,fenvalerate,DDT,
dieldrin, fenethcarb, dan buangan limbah pabrik kertas yang mengandung:
4,5,6-trikloroguaiacol, 2,4-Diklorofenol (2,4-DCP) (TESSIER et al. 2000c; RASCH et al. 1999). Pola jaring pada
kondisi normal terlihat helaian jaring yang saling bertemu membentuk kotak
persegi panjang. TESSIER et al. (2000) menjelaskan bentuk pola jaring
dapat dibagi menjadi 2 yaitu A dan B. Pola A dimulai pada helai jaring bagian
pojok atas kiri atau kanan dan menuju ke arah bawah menbentuk pola diagonal ke
pusat jaring. Pola B dimulai dari pusat penggabungan dan bertemu dengan pola
lainnya menuju bagian pinggir bawah dari jarring.
Hasil
pemaparan kronis dengan menggunakan malation pada konsentasi 0,01; 0,05; 0,1;
0,5 dan 1,0 μg/1 menunjukkan adanya kejanggalan pada bentuk pola jaring dari
larva tersebut. Kejanggalan pertama muncul ketika adanya distorsi dari helai
jaring di bagian garis tengah yang normalnya berbentuk intan dan adanya
tambahan helai (extra strands) di bagian garis tengah
tersebut atau yang disebut sebagai “midline anomaly”. Kejanggalan ke dua
diamati ketika adanya perubahan yang signifikan dari simetri jaring. Kedua kejanggalan
tersebut berkorelasi kuat dengan aksi dari malation yang menghambat enzim
asetilkolinesterase (AchE). Simetri jaring semakin menurun pada konsentrasi 0,5
dan 1 μg/1 malation (TESSIER et al. 2000b).
TESSIER et al. (2000c) yang mendedahkan larva Hydropsyche slossonae
dengan
toksikan 2,4-DCP menunjukkan pengaruh yang signifikan pada abnormalitas bentuk
jaring ketika konsentrasi larutan mulai dari 1, 10, 25 dan 50 μg/l. Tipe
kecacatan terdiri dari dua bentuk yaitu “midline anomaly” dan “chaotic net.“ Chaotic net” merupakan bentuk dari
struktur jaring yang tidak beraturan. Frekwensi tipe abnormalitas “chaotic net” berkorelasi kuat dengan reduksi konsentrasi ATP pada larva dan
pengaruh uncoupling dari 2,4-DCP pada proses fosforilasi oksidatif. Hal yang
sama juga diamati adanya kejanggalan pada pola jaring larva Hydropsyche slossonae ketika didedahkan dengan logam berat kadmium.
Dua kejanggalan dalam pola jaring diamati ketika didedahkan pada pemaparan
kronis logam kadmium pada konsentrasi 0,37; 1,2; 11,6; 21,4 dan 43,3 μg/1 .
Kejanggalan pola pada jaring Trichoptera yang didedahkan dengan kadmium berupa
“midline anomaly” dan distorsi dari struktur rectilinier dari
helai jaring ketika adanya penggabungan atau penambahan helai jaring (Gambar 3)
atau yang disebut dengan “crossover' anomaly” (TESSIER et al. 2000a). RASCH et al. (1999) mendedahkan larva
Hydropsyche siltalai dengan konsentrasi fenvalerate 0,5 μg/l
menunjukkan penurunan simetri dan peningkatan ukuran pori-pori jaring.
Beratnya
polusi di ekosistem air tawar telah diketahui dapat meningkatkan insiden
abnormalitas morfologi hewan air tawar. Abnormalitas morfologi dari serangga
akuatik telah lama digunakan dalam studi yang berkaitan dengan pengaruh polutan
toksik di ekosistem akuatik.Respon subletal berupa kecacatan insang dan anal papilae dari larva Trichoptera telah dipelajari secara mendalam guna
pengembangan indikator biologi perairan khususnya dalam bidang biomarker.
Abnormalitas pada insang trachea, organ regulasi ion, dan anal papilae dapat menunjukkan adanya gangguan pada respirasi dan fungsi
pengaturan ion pada individu.Adanya perubahan morfologi dari insang larva
Hydropsychidae berupa penghitaman warna, reduksi dari anal papilae dan insang trachea ketika larva tersebut didedahkan dengan
menggunakan logam berat: kadmium (VUORI & KUKKONEN 2002), tembaga (PETERSEN
dalam VUORI & KUKKONEN 2002 ), dan aluminium (VUORI & KUKKONEN 1996),
khromium (LESLIE et al. 1999). Munculnya penghitaman warna dan
kelainan pada insang ini umumnya dijumpai pada larva instar terakhir atau yang
lebih tua (VUORI & KUKKONEN 2002). CAMARGO (1991) mengamati adanya gangguan
berupa penonjolan dan penghitaman warna pada anal papilae dan insang trachea pada larva H. pellucidula yang didedahkan dengan
air yang terklorinasi. Jumlah cabang-cabang pada insang trachea mengalami
reduksi hingga menjadi potongan tunggal yang pendek.Masing-masing lokasi
penelitian ditentukan dengan cara mencari nilai rerata skornya.
Studi
biomarker dengan menggunakan pendekatan biokimia telah digunakan sebagai alat untuk
mengidentifikasi perubahan pada level subseluler akibat induksi bahan polutan
sebelum pengaruh yang lebih besar muncul pada tingkat organisasi biologi yang
lebih tinggi. Enzim biomarker yang sering digunakan dalam mendeteksi senyawa xenobiotic di lingkungan adalah asetilkolinesterase (AchE) dan
glutatione-S-tranferase (GST).
BERRA et al. (2006) mengkaji pengaruh senyawa organofosfat fenitrothion pada
enzim dan hasil metabolitnya pada larva Trchoptera Hydropsyche pellucidula. Larva yang didedahkan dengan kosentrasi
subletal 0,1 dan 1 mg/l fenitrothion dapat menghambat aktivitas kerja enzim GST
dan esterase termasuk asetilkolinesterase, p-nitrofenilacetat esterase,
α-naftilacetat esterase. Analisis hasil metabolit dari larva yang didedahkan
fenitrothion menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi malate dan alanine. Hal
ini mungkin berkaitan dengan peningkatan mobilisasi protein akibat peningkatan
aktivitas enzim transaminase.
Studi Bioakumulasi pada Larva Trchoptera untuk Prediksi
Bioavailability Polutan di Ekosistem Akuatik.
Pengaruh
polutan di ekosistem akuatik pada biota dapat diprediksi lebih akurat dari
akumulasi polutan tersebut dalam tubuh organisme dibandingkan dengan yang
terkonsentrasi di air dan sedimen (VUORI & KUKKONEN 1996; SOLA et al. 2004). Larva serangga akuatik menduduki hampir seluruh trofik level dan mempunyai berbagai macam feeding habit. Metabolisme yang cepat
dan siklus hidup yang bervariasi, dan kemampuan dari hewan tersebut untuk
mencerminkan nasib dan pengaruh kimia, maka hewan tersebut sangat cocok
digunakan dalam memprediksi kualitas lingkungan dengan akurasi yang relatif
tinggi (VUORI & KUKKONEN 1996).
Akumulasi
polutan pada tubuh larva Trichoptera telah digunakan untuk memprediksi bioavailability polutan dalam air dan sedimen. SOLA & PRAT (2006)
menggunakan larva Hydropsyche untuk mengkaji akumulasi
dari kontaminasi logam dan metaloid di Sungai Guardimar
(Spanyol) yang terpolusi oleh limbah hasil penambangan. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan akumulasi logam dan metaloid pada hewan tersebut
berkorelasi kuat dengan konsentrasi polutan tersebut dalam air, sedimen, dan
parameter komunitas bentik lainnya seperti: kekayaan taksa, kelimpahan, taksa
EPT (Ephemeroptera, Plecoptera, dan Trichoptera) dan taksa OCH (Odonata,
Coleoptera dan Heteroptera). Kemampuan larva Hydropsyche untuk mengakumulasi
logam Cu dan Cd relatif baik dan dapat mencerminkan adanya peningkatan 3 hingga
35 kali lipat dibandingkan dengan yang hidup di reference site
(SOLA et al. 2004). CAIN et al. 2000 yang mengamati akumulasi logam Cd,
Cu, dan Pb di H. californica bersifat bioavailable akibat air asam tambang, sedangkan logam Hg dan Zn tidak
konsisten menunjukkan adanya peningkatan logam di tubuh hewan tersebut.
Respon perilaku larva
Trichoptera terhadap sedimentasi.
Transport sedimen yang berukuran halus
(tersuspensi maupun terendapkan) merupakan penyebab dominan dari perusakan
habitat dan ekologi di ekosistem akuatik (IRELAND 2007). Keberadaan sedimen
halus ini telah diketahui dapat memberikan dampak negatif bagi kelangsungan
hidup dan ketersediaan habitat untuk ikan maupun fauna makrobentik. Diversitas
dan kepadatan fauna makrobentik umumnya lebih tinggi pada ukuran substrat yang
didominasi oleh kerakal (cobble) dan kerikil, sedangkan pasir dan lumpur
mempunyai diveristas dan kepadatan lebih rendah (KALLER & HARTMAN 2004).HABDIJA
et al. (2002) menunjukkan batuan boulder dan kerakal yang ditutupi
lumut mempunyai biomassa yang lebih tinggi (54% pada boulder dan 55,8% kerakal) dibandingkan dengan batuan tersebut yang
ditutupi oleh perifiton (9,9 % boulder dan 14,8% kerakal). Di tipe perairan
tergenang, biomassa total dari larva Trichoptera jauh berkurang (< 2,5%)
pada substrat batuan.
Respon
perilaku dari larva Trichoptera terhadap sedimentasi telah dipelajari lebih
mendalam oleh RUNDE & HELLENTHAL (2000a), RUNDE & HELLENTHAL (2000b),
dan WOOD et al. (2001).Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan respon
penghanyutan dan kematian tidak terjadi selama percobaan berlangsung. Ada 4
perilaku dari hewan tersebut berkaitan dengan penanganannya terhadap jaring
yang dibuatnya.
-Perilaku
pertama yaitu membersihkan jaring dari partikel dan membiarkan utuh.
-Perilaku kedua hingga keempat lainnya
melibatkan modifikasi dari helai jaring yang berfungsi untuk menyaring yaitu:
pemisahan jaring di salah satu sisi, membuat sebuah lubang di bagian tengah
jaring, dan menghilangkan jaring secara total.
Prospek pengembangan larva Trichoptera sebagai indikator
biologi perairan dimasa mendatang.
Kontaminasi
berbagai macam polutan toksik di ekosistem akuatik biasanya dihasilkan dari
tingginya aktivitas antropogenik yang berada di daerah tangkapan air tersebut.
Prosedur yang sering digunakan untuk evaluasi kerusakan lingkungan akibat
pencemaran, biasanya melibatkan tiga komponen studi yaitu analisis kimia, studi
ekologi yang biasanya dihubungkan dengan perubahan struktur komunitas biota
akuatik, dan uji toksisitas (CANFIELD et al. 1994). Ditinjau dari
sensitifitas larva Trichoptera dalam mencerminkan adanya gangguan di ekosistem
perairan, maka memungkinkan adanya penggabungan dari metrik biologi dari hewan
tersebut seperti kekayaan taxa, kelimpahan, dominansi, dan sebagainya (struktur
komunitas), uji bioassai, dan analisis kimia kedalam sebuah metrik tunggal atau
lazim dikenal sebagai triad. Penggunaan konsep triad ini dimasa
mendatang sangat berguna misalnya untuk memprediksi bioavailability polutan yang terikat di sedimen, rangking tempat untuk
tujuan remediasi atau perbaikan lingkungan, maupun dalam proses penyusunan
kriteria kualitas sedimen. Disamping itu, penggunaan komunitas larva
Trichoptera secara spesifik dapat dikembangkan dalam proses penyusunan
biokriteria guna menilai status gangguan pada ekosistem akuatik akibat
aktivitas antropogenik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar