perpustakaan online

Kamis, 22 Desember 2011


Potensi Larva Tricoptera sebagai Indikator  Akuatik
Macintosh HD:Users:Steerman:Documents:Berkas2:larva trichoptera.jpg
Add caption
Potensi yang besar dari penggunaan larva serangga Trichoptera sebagai indikator ekosistem air tawar ditinjau dari perubahan struktur komunitas, kemampuan akumulasi, respon subletal dan biomarker, maupun tingkah laku akibat stress dari kontaminasi polutan, sedimentasi, maupun habitat. Penggunaan larva Trichoptera sebagai indikator biologi memungkinkan untuk digabungkan dengan metrik lainnya (uji bioassai dan analisis kimia) guna melihat dampak negatif dari kontaminasi polutan dan gangguan habitat pada ekosistem akuatik secara lebih komprehensif dan terintegrasi.
Pengaruh aktivitas antropogenik terhadap ekosistem perairan telah mendorong berkembangnya penggunaan konsep bioindikator guna mengetahui gangguan ekologis dari sebuah perairan. Salah satu biota yang layak untuk dipertimbangkan sebagai bioindikator akuatik adalah larva serangga Trichoptera. Paper ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang potensi dari serangga tersebut sebagai bioindikator ekosistem ait tawar. Larva tersebut relatif sensitif digunakan sebagai bioindikator akuatik ditinjau dari struktur komunitas, respon subletal (gangguan pada pembentukan pola jaring dan abnormalitas insang maupun anal papilae), bioakumulasi, dan respon perilaku akibat bahan polutan toksik maupun sedimentasi. Paper ini menunjukkan potensi yang besar dari hewan tersebut guna menilai status kesehatan dari sebuah ekosistem perairan.
Pengaruh aktivitas antropogenik terhadap ekosistem perairan telah mendorong berkembangnya konsep bioindikator guna mengetahui status kesehatan dari sebuah ekosistem perairan.Konsep bioindikator merujuk pada penggunaan hewan atau tanaman sebagai instrumen untuk menilai kondisi kualitas lingkungan yang lampau, sekarang dan akan datang.
Fauna makrobentik/ bentos telah digunakan secara luas sebagai indikator biologi guna menilai status kesehatan dan integritas ekologi dari sebuah sungai, karena hewan tersebut berperan penting dalam sistem rantai makanan Hewan tersebut juga sensitif terhadap perubahan lingkungan dan karakteristik habitat yang disebabkan oleh aktivitas kegiatan manusia maupun secara alami Sebagian besar penggunaan hewan tersebut sebagai indikator biologi masih difokuskan pada penurunan kualitas air terutama oleh pencemaran organic.
Larva Trichoptera merupakan salah satu penyusun komponen terbesar dari komunitas bentik makroavertebrata pada ekosistem akuatik lotik.Beberapa alasan penting tentang keuntungan penggunaan hewan tersebut sebagai bioindikator lingkungan antara lain:
1)    Distribusi yang luas dari organisme tersebut dengan berbagai macam tipe habitat mulai dari rembesan air, mata air, sungai, danau, hingga laut.
2)    Kelimpahan yang relatif besar di ekosistem akuatik.
3)    Respon terhadap kualitas lingkungan dapat ditunjukkan dengan perubahan morfologi, bioakumulasi, dan perilaku.
4)    Diversitas jenisnya relatif tinggi. Lebih dari 1350 jenis yang telah diketahui di daerah Amerika utara.yang melakukan penelitian di Sulawesi Utara menemukan 89 jenis hidup di Sulawesi.
5)    Siklus hidupnya relatif panjang, umumnya bersifat univoltine (satu generasi dalam satu tahun) dan sebagian besar memiliki 5 instar tahap perkembangan
6)    Fungsinya dalam rantai makanan sebagai dekomposer bahan organik dan sumber makanan bagi burung dan ikan.
7)    Ukurannya relatif besar yaitu 1- 3 cm dengan berat kering 30-100 mg
8)    Tubuh hewan yang relatif keras sehingga memudahkan dalam melihat adanya abnormalitas morfologi dibandingkan dengan larva Chironomid
Hewan tersebut umumnya banyak dijumpai pada perairan yang memiliki permukaan batuan dari dasar sungai atau danau.Sebagian besar larva Trichoptera lebih menyukai hidup pada tipe perairan dangkal (5-10 cm ) dengan air yang mengalir di atas permukaan batuan dan sedikit jenis yang ditemukan pada substrat halus di bagian air yang dalam.Hewan tersebut untuk memperoleh makanan biasa menggunakan jaring mirip sutera. Beberapa jenis larva Trichoptera sering hidup dalam seludang pelindung untuk mempertahankan diri dari predator. Suku Limnephiloidae menggunakan suteranya untuk membuat sarang portable yang berasal dari bahan mineral atau material organik. Namun tidak semua hewan tersebut tinggal dalam sarang guna menyaring makanan yang hanyut terbawa oleh arus air. Larva Trichoptera suku Rhyacophilidae sering meninggalkan sarangnya guna mendapatkan makanannya dengan cara merayap dari satu tempat ke tempat lainnya.
Komunitas larva Trichoptera sebagai prediksi gangguan pada ekosistem akuatik,Komunitas fauna makrobentik sering digunakan dalam mendeteksi gangguan ekologi akibat kontaminasi logam di perairan. Biasanya respon ekologi yang ditimbulkan oleh komunitas bentik makroavertebrata adalah menurunnya jumlah kekayaan jenis dan kelimpahan, dan bergesernya komposisi taksa dari yang sensitif menjadi taksa yang toleran.Dalam hubungannya dengan faktor kimia di perairan, hewan tersebut dapat dijumpai dari perairan yang belum terpolusi hingga terpolusi berat. Sebagai contoh Hydropsyche dan Cheumatopsyche relatif sensitif pada air yang sudah terpolusi dan keberadaan hewan tersebut akan meningkat kembali di bagian hilir ketika kualitas airnya mengalami peningkatan.
STUIJFZAND et al. (1999) menggunakan larva Hydropsyche sp. untuk evaluasi kualitas air Sungai Rhine dan Sungai Meuse. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa distribusi dan kelangsungan hidup larva Hydropsyche sp. cukup tinggi di Sungai Rhine dan hampir tidak ada yang hidup di Sungai Meuse. Hal ini erat kaitannya dengan rendahnya kualitas air Sungai Meuse, ditunjukkan dengan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut (1,7 mg/l) dan tingginya konsentrasi amonium (4,1 mg/l), diisopropylether (60 μg/l), flourida (1,3 mg/l), dan diuron (0,8 μg/l) sebagai faktor pembatas utama, di samping faktor fisik lainnya seperti kecepatan arus dan sebagainya.

Pengaruh fisik berupa gangguan pada habitat terhadap komunitas Trichoptera telah dipelajari secara mendalam oleh CAMARGO (1991) dan TAKAO et al. (2006). TAKAO et al. (2006) menyebutkan bahwa kecepatan aliran dan fluktuasi dari debit sungai merupakan pengendali utama dari organisasi biologi yang ada dalam sistem lotik. Tingginya arus sungai dapat menyebabkan perubahan pada populasi larva Trichoptera dengan cara menghanyutkan semua individu atau memindahkan material sedimen yang dapat menyebabkan kematian. CAMARGO (1991) menunjukkan dampak negatif dari pembangunan dam bendungan air di Rio Duraton (Spanyol) pada komunitas Hydropsychidae berupa penurunan kekayaan taksa, diversitas jenis, dan dominansinya. Biomasa total dan kepadatan larva Hydropsychidae juga mengalami penurunan di bawah dam secara langsung. Semakin jauh dari bangunan dam, kepadatan total dan biomassa menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian hulu sungai. Hal ini mungkin erat kaitannya dengan peningkatan ketersediaan suplai makanan dan habitat di daerah tersebut. Kelimpahan Cheumatopsyche lepida, Hydropsyche sp dan H. pellucidula secara signifikan menurun di bagian hilir, namun H. siltalai, H. exocellata dan H. bulbifera mengalami peningkatan secara drastis.
CHAKONA et al. (2009) menggunakan komunitas larva Trichoptera guna mendeteksi gangguan ekosistem sungai akibat deforestasi dan aktivitas pertanian di dua daerah tangkapan yaitu Nyaodza-Gachegache dan Chimanimani (Zimbabwe). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perubahan dalam komposisi taksa akibat perubahan pada tata guna lahan dan geomorfologi. Marga Anisocentropus, Dyschimus, Lepidostoma, Leptocerina, Athripsodes, Parasetodes, Aethaloptera, Hydropsyche, dan Polymorphanisus keberadaannya terbatas pada daerah hutan yang belum mengalami gangguan dengan karakteristik rendahnya temperatur, turbiditas, konsentrasi silt, dan tingginya elevasi, oksigen terlarut, dan transparansi. Sedangkan kelimpahan larva Hydroptila cenderung menyukai habitat yang sudah mengalami gangguan khususnya di daerah pertanian. Hilangnya marga dari larva Trichoptera yang tergolong sensitif di daerah yang telah mengalami deforestasi dan pertanian kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya material tanaman yang masuk pada sungai sebagai bahan makanan bagi larva tersebut maupun disebabkan kerusakan habitat akibat sedimentasi.

Penelitian yang dilakukan CLEMENTS (1994) di bagian hulu Sungai Arkansas, Colorado menunjukkan hasil yang berkebalikan dengan STUIJFZAND et al. (1999). Sungai yang mendapat masukan dari air asam tambang dalam kategori tercemar sedang hingga berat didominasi oleh larva Chironomid Othocladiinae dan Trichoptera. BEASLEY & KNEALE (2004) menyebutkan larva Trichoptera suku Hydropsychidae relatif toleran terhadap kontaminasi logam berat Cu, Cd, dan Pb di perairan. Biasanya meningkatnya dominansi bentos pada beberapa jenis suku Chironomidae dan Hydropsychidae merupakan sinyal awal dari meningkatnya kontaminasi logam.Beberapa larva Trichoptera mampu hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrim seperti Helicopsyche borealis (Hagen). Hewan tersebut mampu hidup pada sumber air panas yang konsentrasi sulfida tinggi dan sungai-sungai yang telah menerima masukan limbah domestik. Hewan tersebut dilaporkan mampu mentolerir adanya kebocoran dari tangki bensin yang masuk ke dalam sungai yang mengakibatkan sebagian besar fauna makrobentik yang ada telah mengalami drifting (penghanyutan) atau kematian.

Respon subletal larva Trichoptera untuk mendeteksi kontaminasi polutan toksik.

Larva Trichoptera juga sering digunakan untuk mengkaji pengaruh subletal dari pemaparan bahan polutan toksik di perairan. Sebagai contoh adanya penyimpangan dari hewan tersebut dalam membuat pola jaring ketika didedahkan dengan senyawa logam berat: kadmium, tembaga,pestisida: organofosfat malation,fenvalerate,DDT, dieldrin, fenethcarb, dan buangan limbah pabrik kertas yang mengandung: 4,5,6-trikloroguaiacol, 2,4-Diklorofenol (2,4-DCP) (TESSIER et al. 2000c; RASCH et al. 1999). Pola jaring pada kondisi normal terlihat helaian jaring yang saling bertemu membentuk kotak persegi panjang. TESSIER et al. (2000) menjelaskan bentuk pola jaring dapat dibagi menjadi 2 yaitu A dan B. Pola A dimulai pada helai jaring bagian pojok atas kiri atau kanan dan menuju ke arah bawah menbentuk pola diagonal ke pusat jaring. Pola B dimulai dari pusat penggabungan dan bertemu dengan pola lainnya menuju bagian pinggir bawah dari jarring.

Hasil pemaparan kronis dengan menggunakan malation pada konsentasi 0,01; 0,05; 0,1; 0,5 dan 1,0 μg/1 menunjukkan adanya kejanggalan pada bentuk pola jaring dari larva tersebut. Kejanggalan pertama muncul ketika adanya distorsi dari helai jaring di bagian garis tengah yang normalnya berbentuk intan dan adanya tambahan helai (extra strands) di bagian garis tengah tersebut atau yang disebut sebagai “midline anomaly”. Kejanggalan ke dua diamati ketika adanya perubahan yang signifikan dari simetri jaring. Kedua kejanggalan tersebut berkorelasi kuat dengan aksi dari malation yang menghambat enzim asetilkolinesterase (AchE). Simetri jaring semakin menurun pada konsentrasi 0,5 dan 1 μg/1 malation (TESSIER et al. 2000b).

TESSIER et al. (2000c) yang mendedahkan larva Hydropsyche slossonae dengan toksikan 2,4-DCP menunjukkan pengaruh yang signifikan pada abnormalitas bentuk jaring ketika konsentrasi larutan mulai dari 1, 10, 25 dan 50 μg/l. Tipe kecacatan terdiri dari dua bentuk yaitu “midline anomaly” dan “chaotic net.“ Chaotic net” merupakan bentuk dari struktur jaring yang tidak beraturan. Frekwensi tipe abnormalitas “chaotic net” berkorelasi kuat dengan reduksi konsentrasi ATP pada larva dan pengaruh uncoupling dari 2,4-DCP pada proses fosforilasi oksidatif. Hal yang sama juga diamati adanya kejanggalan pada pola jaring larva Hydropsyche slossonae ketika didedahkan dengan logam berat kadmium. Dua kejanggalan dalam pola jaring diamati ketika didedahkan pada pemaparan kronis logam kadmium pada konsentrasi 0,37; 1,2; 11,6; 21,4 dan 43,3 μg/1 . Kejanggalan pola pada jaring Trichoptera yang didedahkan dengan kadmium berupa “midline anomaly” dan distorsi dari struktur rectilinier dari helai jaring ketika adanya penggabungan atau penambahan helai jaring (Gambar 3) atau yang disebut dengan “crossover' anomaly” (TESSIER et al. 2000a). RASCH et al. (1999) mendedahkan larva Hydropsyche siltalai dengan konsentrasi fenvalerate 0,5 μg/l menunjukkan penurunan simetri dan peningkatan ukuran pori-pori jaring.

Beratnya polusi di ekosistem air tawar telah diketahui dapat meningkatkan insiden abnormalitas morfologi hewan air tawar. Abnormalitas morfologi dari serangga akuatik telah lama digunakan dalam studi yang berkaitan dengan pengaruh polutan toksik di ekosistem akuatik.Respon subletal berupa kecacatan insang dan anal papilae dari larva Trichoptera telah dipelajari secara mendalam guna pengembangan indikator biologi perairan khususnya dalam bidang biomarker. Abnormalitas pada insang trachea, organ regulasi ion, dan anal papilae dapat menunjukkan adanya gangguan pada respirasi dan fungsi pengaturan ion pada individu.Adanya perubahan morfologi dari insang larva Hydropsychidae berupa penghitaman warna, reduksi dari anal papilae dan insang trachea ketika larva tersebut didedahkan dengan menggunakan logam berat: kadmium (VUORI & KUKKONEN 2002), tembaga (PETERSEN dalam VUORI & KUKKONEN 2002 ), dan aluminium (VUORI & KUKKONEN 1996), khromium (LESLIE et al. 1999). Munculnya penghitaman warna dan kelainan pada insang ini umumnya dijumpai pada larva instar terakhir atau yang lebih tua (VUORI & KUKKONEN 2002). CAMARGO (1991) mengamati adanya gangguan berupa penonjolan dan penghitaman warna pada anal papilae dan insang trachea pada larva H. pellucidula yang didedahkan dengan air yang terklorinasi. Jumlah cabang-cabang pada insang trachea mengalami reduksi hingga menjadi potongan tunggal yang pendek.Masing-masing lokasi penelitian ditentukan dengan cara mencari nilai rerata skornya.

Studi biomarker dengan menggunakan pendekatan biokimia telah digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi perubahan pada level subseluler akibat induksi bahan polutan sebelum pengaruh yang lebih besar muncul pada tingkat organisasi biologi yang lebih tinggi. Enzim biomarker yang sering digunakan dalam mendeteksi senyawa xenobiotic di lingkungan adalah asetilkolinesterase (AchE) dan glutatione-S-tranferase (GST).

BERRA et al. (2006) mengkaji pengaruh senyawa organofosfat fenitrothion pada enzim dan hasil metabolitnya pada larva Trchoptera Hydropsyche pellucidula. Larva yang didedahkan dengan kosentrasi subletal 0,1 dan 1 mg/l fenitrothion dapat menghambat aktivitas kerja enzim GST dan esterase termasuk asetilkolinesterase, p-nitrofenilacetat esterase, α-naftilacetat esterase. Analisis hasil metabolit dari larva yang didedahkan fenitrothion menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi malate dan alanine. Hal ini mungkin berkaitan dengan peningkatan mobilisasi protein akibat peningkatan aktivitas enzim transaminase.

Studi Bioakumulasi pada Larva Trchoptera untuk Prediksi Bioavailability Polutan di Ekosistem Akuatik.

Pengaruh polutan di ekosistem akuatik pada biota dapat diprediksi lebih akurat dari akumulasi polutan tersebut dalam tubuh organisme dibandingkan dengan yang terkonsentrasi di air dan sedimen (VUORI & KUKKONEN 1996; SOLA et al. 2004). Larva serangga akuatik menduduki hampir seluruh trofik level dan mempunyai berbagai macam feeding habit. Metabolisme yang cepat dan siklus hidup yang bervariasi, dan kemampuan dari hewan tersebut untuk mencerminkan nasib dan pengaruh kimia, maka hewan tersebut sangat cocok digunakan dalam memprediksi kualitas lingkungan dengan akurasi yang relatif tinggi (VUORI & KUKKONEN 1996).

Akumulasi polutan pada tubuh larva Trichoptera telah digunakan untuk memprediksi bioavailability polutan dalam air dan sedimen. SOLA & PRAT (2006) menggunakan larva Hydropsyche untuk mengkaji akumulasi dari kontaminasi logam dan metaloid di Sungai Guardimar (Spanyol) yang terpolusi oleh limbah hasil penambangan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan akumulasi logam dan metaloid pada hewan tersebut berkorelasi kuat dengan konsentrasi polutan tersebut dalam air, sedimen, dan parameter komunitas bentik lainnya seperti: kekayaan taksa, kelimpahan, taksa EPT (Ephemeroptera, Plecoptera, dan Trichoptera) dan taksa OCH (Odonata, Coleoptera dan Heteroptera). Kemampuan larva Hydropsyche untuk mengakumulasi logam Cu dan Cd relatif baik dan dapat mencerminkan adanya peningkatan 3 hingga 35 kali lipat dibandingkan dengan yang hidup di reference site (SOLA et al. 2004). CAIN et al. 2000 yang mengamati akumulasi logam Cd, Cu, dan Pb di H. californica bersifat bioavailable akibat air asam tambang, sedangkan logam Hg dan Zn tidak konsisten menunjukkan adanya peningkatan logam di tubuh hewan tersebut.

Respon perilaku larva Trichoptera terhadap sedimentasi.
Transport sedimen yang berukuran halus (tersuspensi maupun terendapkan) merupakan penyebab dominan dari perusakan habitat dan ekologi di ekosistem akuatik (IRELAND 2007). Keberadaan sedimen halus ini telah diketahui dapat memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup dan ketersediaan habitat untuk ikan maupun fauna makrobentik. Diversitas dan kepadatan fauna makrobentik umumnya lebih tinggi pada ukuran substrat yang didominasi oleh kerakal (cobble) dan kerikil, sedangkan pasir dan lumpur mempunyai diveristas dan kepadatan lebih rendah (KALLER & HARTMAN 2004).HABDIJA et al. (2002) menunjukkan batuan boulder dan kerakal yang ditutupi lumut mempunyai biomassa yang lebih tinggi (54% pada boulder dan 55,8% kerakal) dibandingkan dengan batuan tersebut yang ditutupi oleh perifiton (9,9 % boulder dan 14,8% kerakal). Di tipe perairan tergenang, biomassa total dari larva Trichoptera jauh berkurang (< 2,5%) pada substrat batuan.

Respon perilaku dari larva Trichoptera terhadap sedimentasi telah dipelajari lebih mendalam oleh RUNDE & HELLENTHAL (2000a), RUNDE & HELLENTHAL (2000b), dan WOOD et al. (2001).Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan respon penghanyutan dan kematian tidak terjadi selama percobaan berlangsung. Ada 4 perilaku dari hewan tersebut berkaitan dengan penanganannya terhadap jaring yang dibuatnya.
-Perilaku pertama yaitu membersihkan jaring dari partikel dan membiarkan utuh.
-Perilaku kedua hingga keempat lainnya melibatkan modifikasi dari helai jaring yang berfungsi untuk menyaring yaitu: pemisahan jaring di salah satu sisi, membuat sebuah lubang di bagian tengah jaring, dan menghilangkan jaring secara total.

Prospek pengembangan larva Trichoptera sebagai indikator biologi perairan dimasa mendatang.

Kontaminasi berbagai macam polutan toksik di ekosistem akuatik biasanya dihasilkan dari tingginya aktivitas antropogenik yang berada di daerah tangkapan air tersebut. Prosedur yang sering digunakan untuk evaluasi kerusakan lingkungan akibat pencemaran, biasanya melibatkan tiga komponen studi yaitu analisis kimia, studi ekologi yang biasanya dihubungkan dengan perubahan struktur komunitas biota akuatik, dan uji toksisitas (CANFIELD et al. 1994). Ditinjau dari sensitifitas larva Trichoptera dalam mencerminkan adanya gangguan di ekosistem perairan, maka memungkinkan adanya penggabungan dari metrik biologi dari hewan tersebut seperti kekayaan taxa, kelimpahan, dominansi, dan sebagainya (struktur komunitas), uji bioassai, dan analisis kimia kedalam sebuah metrik tunggal atau lazim dikenal sebagai triad. Penggunaan konsep triad ini dimasa mendatang sangat berguna misalnya untuk memprediksi bioavailability polutan yang terikat di sedimen, rangking tempat untuk tujuan remediasi atau perbaikan lingkungan, maupun dalam proses penyusunan kriteria kualitas sedimen. Disamping itu, penggunaan komunitas larva Trichoptera secara spesifik dapat dikembangkan dalam proses penyusunan biokriteria guna menilai status gangguan pada ekosistem akuatik akibat aktivitas antropogenik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar