MAKALAH SOSIAL PEDESAAN
TENTANG
KONFLIK
Disusun oleh :
Furqon 105080400111032
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
Konflik adalah Sikap saling
mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki
tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka
berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama. Konflik dapat berupa perselisihan
(disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension), atau munculnya
kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan
sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak
yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu
tercapainya kebutuhan dan tujuan masing masing.Penyelesaian efektif dari suatu
konflik seringkali menuntut agar faktor-faktor penyebabnya diubah.
Asumsi
setiap orang memiliki kecenderungan tertentu dalam menangani konflik terdapat 5
kecenderungan:
Ø
Penolakan: konflik menyebabkan tidak nyaman
Ø
Kompetisi: konflik memunculkan pemenang
Ø
Kompromi: ada kompromi & negosiasi dalam konflik untuk meminimalisasi
kerugian
Ø
Akomodasi: ada pengorbanan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan
Ø Kolaborasi: mementingkan dukungan & kesadaran pihak lain
untuk bekerja bersama-sama.
Penyebab terjadinya
konflik dikelompokkan dalam dua kategori besar:
A. Karakteristik
Individual
1. Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and
Baliefs) atau Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, untuk
bertindak positif maupun negatif terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah
menjadi sumber terjadinya konflik.
2. Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality) Konflik
muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan
kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar
pribadi. Sering muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan
kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka
bekerjasama dengan orang lain.
3. Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences) Persepsi dan
penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya saja, jika kita
menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif
terhadap orang tersebut.
B. Faktor Situasi
1.Kesempatan dan Kebutuhan
Barinteraksi (Opportunity and Need to Interact)
Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
2. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another) Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
3. Perbedaan Status (Status Differences) Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang ”arogan” dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh, dalam engambilan keputusan, pihak yang berada dalam level atas organisasi merasa tidak perlu meminta pendapat para anggota tim yang ada.
Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
2. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another) Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
3. Perbedaan Status (Status Differences) Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang ”arogan” dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh, dalam engambilan keputusan, pihak yang berada dalam level atas organisasi merasa tidak perlu meminta pendapat para anggota tim yang ada.
BENTUK KONFLIK SOSIAL
Sasse (1981) mengajukan istilah yang bersinonim maknanya
dengan nama conflict style, yaitu cara orang bersikap ketika menghadapi
pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan dengan kepribadian. Maka orang
yang berbeda akan menggunakan conflict style yang berbeda pada saat mengalami
konflik dengan orang lain. Sedangkan Rubin (dalam Farida, 1996) menyatakan
bahwa konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri
seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara.
Ada banyak kemungkinan menghadapi konflik yang dikenal
dengan istilah manajemen konflik. Konflik yang terjadi pada manusia ada
berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999)
mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat,
yaitu:
1.
Konflik tujuan
Konflik
tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang
kontradiktif.
2.
Konflik peranan
Konflik
peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan
tidak selalu memiliki kepentingan yang sama.
3.
Konflik nilai
Konflik
nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu
dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar individu,
individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
4.
Konflik kebijakan
Konflik
kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok
terhadap perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan
lainnya.
Dipandang dari akibat maupun cara penyelesaiannya, Furman
& McQuaid (dalam Farida, 1996) membedakan konflik dalam dua tipe yang
berbeda, yaitu konflik destruktif dan konstruktif. Konflik dipandang destruktif dan disfungsional bagi individu
yang terlibat apabila:
1.
Konflik terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian besar
kesempatan individu untuk berinteraksi. Ini menandakan bahwa problem tidak
diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik yang konstruktif terjadi dalam
frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya berinteraksi
secara harmonis.
2.
Konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan
terjadi pembesaran konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik
maupun peningkatan jumlah individu yang terlibat. Dalam konflik yang
konstruktif isu akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan
masalah yang saling menguntungkan.
3.
Konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat.
Dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang
terlibat akan tetap terjaga. Sedangkan Handoko (1984) membagi konflik menjadi 5
jenis yaitu: (1) konflik dari dalam individu, (2) konflik antar individu dalam
organisasi yang sama, (3) konflik antar individu dalam kelompok, (4) konflik
antara kelompok dalam organisasi, (5) konflik antar organisasi.
Berbeda dengan pendapat diatas Mulyasa (2003) membagi
konflik berdasarkan tingkatannya menjadi enam yaitu: (1) konflik intrapersonal,
(2) konflik interpersonal, (3) konflik intragroup, (4) konflik intergroup, (5)
konflik intraorganisasi, dan (6) konflik interorganisasi. Menurut Dahrendorf
(1986), konflik dibedakan menjadi 4 macam: (1) konflik antara atau dalam peran
sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau
profesi (konflik peran (role); (2) konflik antara kelompok-kelompok sosial
(antar keluarga, antar gank); (3) konflik kelompok terorganisir dan tidak
terorganisir (polisi melawan massa); dan (4) konflik antar satuan nasional
(perang saudara). Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut: (1)
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain; (2) keretakan hubungan antar kelompok yang
bertikai; (3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbul nya rasa
dendam, benci, saling curiga dan sebagainya; (4) kerusakan harta benda dan
hilangnya jiwa manusia; dan (5) dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak
yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut.
Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut.
1.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan
percobaan untuk "memenangkan" konflik.
3.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan
yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4.
Tiada pengertian untuk kedua pihak akan menghasilkan percobaan untuk
menghindari konflik.
Bentuk Pengendalian Konfik
Pengendalian Konflik
Konflik tidak akan terjadi apabila masyarakat dapat dikendalikan dengan baik,
sehingga kerugian akibat dari konflik dapat ditekan sedemikian rupa. Ada tiga
macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu:
a. Konsiliasi
Merupakan bentuk pengendalian konflik sosial yang utama. Pengendalian ini
terwujud melalui lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan
pengambilan keputusan. Pada umumnya, bentuk konsiliasi terjadi pada masyarakat
politik. Lembaga parlementer yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok
kepentingan akan menimbulkan pertentangan-pertentangan. Untuk menyelesaikan
permasalahan ini, biasanya lembaga ini melakukan pertemuan untuk jalan damai.
Untuk dapat berfungi dengan baik dalam melakukan konsiliasi, maka ada empat hal
yang harus dipenuhi yaitu:
1)
Lembaga tersebut merupakan lembaga yang bersifat otonom.
2)
Kebudayaan lembaga tersebut harus bersifat monopolitis.
3)
Peran lembaga tersebut harus mengikat kepentingan semua kelompok.
4)
Peran lembaga tersebut harus bersifat demokratis.
b. Mediasi
Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara membuat konsensus di
antara dua pihak yang bertikai untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan
netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik. Pengendalian ini sangat
berjalan efektif dan mampu menjadi pengendalian konflik yang selalu digunakan
oleh masyarakat. Misalnya pada konflik berbau sara di Poso, dimana pemerintah
menjadi mediator menyelesaikan konflik tersebut tanpa memihak satu sama
lainnya.
c. Arbitrasi
Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara kedua belah pihak
yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau terpaksa hadirnya pihak ketiga
yang memberikan keputusan untuk menyelesaikan konflik. Ketiga jenis
pengendalian konflik ini memiliki daya kemampuan untuk mengurangi atau
menghindari kemungkinan terjadinya ledakan sosial dalam masyarakat.
Dampak Konflik Sosial
Konflik sosial memiliki dampak yang bersifat positif dan negatif. Adapun
dampak
positif dari konflik social adalah sebagai berikut:
1.
Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih belum tuntas.
2.Adanya
konflik menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat.
3.
Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok.
4.
Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau kelompok.
5.
Konflik dapat memunculkan kompromi baru.
Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh konflik sosial adalah
sebagai
berikut:
1.
Konflik dapat menimbulkan keretakan hubungan antara individu dan kelompok.
2.
Konflik menyebabkan rusaknya berbagai harta benda dan jatuhnya korban jiwa.
3.
Konflik menyebabkan adanya perubahan kepribadian.
4.
Konflik menyebabkan dominasi kelompok pemenang
KONFLIK ORGANISASI
Konflik Organisasi
Jenis –jenis konflik
1.Dalam diri sendiri
Konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.Tidak hanya dalam kelompok konflik juga dapat terjadi
pada diri sendiri (individu). Konflik yang terjadi pada diri sendiri sering
kita sebut dengan konflik batin. Biasanya konflik batin terjadi karena
pengingkaran janji yang telah di buat oleh diri orang yang bersangkutan, dan
juga karena memutuskan sesuatu dalam dua kondisi (pendapat).
Kita pasti pernah dihadapkan pada
kondisi seperti ini. Salah satu contoh misalnya saat liburan anda merencanakan
untuk berlibur ke bali bersama teman-taman anda, kemudian anda menabung untuk
dapat mewujudkan rencana yang telah ana buat bersama teman-teman anda. Namun,
seminggu sebelum anda berangkat, adik anda dirawat di rumah sakit karena demam
berdarah, orang tua anda membutuhkan biaya untuk rumah sakit dan obat-obatan
adik anda. Kemudian , orang tua anda meminjam uang tabungan anda untuk membayar
biaya tersebut dan meminta anda untuk membantu menjaga adik anda selama di
rawat di rumah sakit. Dalam
keadaan seperti ini anda pasti akan mengalami konflik batin pada diri anda.
Seandainya anda meminjamkan uang tersebut dan membantu untuk menjaga adik anda,
rencana liburan bersama teman-teman yang sudah anda tunggu-tunggu akan batal.
Tetapi, anda juga tidak mungkin membiarkan orang tua anda mengalami kesulitan
karena tidak ada yang dapat membantu mereka padahal anada bisa saja membantu
mereka. Anda pasti akan merasa bingung bagaimana menyelesaikannya. Di saat
itulah diri anda mengalami konflik pada batin anda / diri anda sendiri.
Menurut pendapat saya solusi
dalam konflik tersebut adalah memikirkan kembali mana yang lebih penting dari
kedua hal penting tersebut. Adik anda tidak akan bisa menunggu anda pulang dari
liburan dan menabung lagi untuk biaya pengobatannya. Tetapi , anda dapat
menunda liburan anda dan menabung kembali untuk anda berlibur bersama
teman-teman anda. Teman-teman anda pun akan mengerti jika anda menjelaskan
penyebab penundaan liburan anda dan teman-teman anda.
2.konflik dalam menjabat 2 atau lebih berfungsi yang saling
bertentangan
Individu-individu dalam organisasi
mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang menyebabkan konflik.
Secara lebih konseptual litteral mengemukakan empat penyebab konflik
organisasional, yaitu :
ª Suatu situasi dimana tujuan-tujuan tidak
sesuai
ª Keberadaan peralatan-peralatan yang
tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai
ª Suatu masalah yang tidak tepatan status
ª Perbedaan presepsi
Didalam organisasi terdapat empat
bidang structural, dan dibidang itulah konflik sering terjadi, yaitu :
-Konflik hirarkis adalah konflik antar berbagai tingkatan
organisasi
-Konflik fungsionalis adalah konflik antar berbagai
departemen fungsional organisasi
-Konflik lini-staf adalah konflik antara lini dan staf
-Konflik formal informal adalah konflik antara organisasi
formal dan organisasi informal.
Secara tradisional pendekatan
terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana dan optimistik.
Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan, yaitu:
· Konflik dapat di hindarkan
· Konflik diakibatkan oleh para pembuat
masalah, pengacau dan primadona
· Bentuk-bentuk wewenang legalistic
· Korban diterima sebagai hal yang tak
dapat dielakkan
Apabila keadaan tidak saling
mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antar anggota organisasi
itu makin parah sehingga konsesus sulit dicapai, sehingga konflik tak
terelakkan. Dalam hal ini pimpinan dapat melakukan berbagai tindakan tetapi
harus melihat situasi dan kondisinya, yaitu :
· Menggunakan kekuasaan
· Konfrontasi
· Kompromi
· Menghaluskan situasi
· Mengundurkan diri
Bila dilihat sekilas sepertinya
konflik itu sangat sulit untuk dihindari dan diselesaikan, tetapi dalam hal ini
jangan beranggapan bahwa dengan adanya konflik berarti organisasi tersebut
telah gagal. Karena bagaimanapun sulitnya suatu konflik pasti dapat
diselesaikan oleh para anggota dengan melihat persoalan serta mendudukannya
pada proporsi yang wajar.
3.Konflik informasi yang bertentangan
Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi,
merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak di
menemui sasarannya. Suatu pemahaman akan konsep dan dinamika konflik telah
menjadi bagian vital dalam studi perilaku organisasional, oleh Karena itu perlu
untuk dipahami dengan baik.
Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang
kalah antara kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama
lain dalam organisasi atau dapat dikatakan juga bahwa konflik adalah segala
macam interkasi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak yang
terkait.
Adapun mengenai jenis-jenis
knflik, ada beberapa orang yang mengelompokkan konflik menjadi sebagai berikut
:
1. Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (
person role conflict)
2. Konflik antar peranan (inter-role conflict) yaitu
persoalan timbul karena satu orang menjabat dua atau lebih fungsi yang saling
bertentangan.
3. konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi
harapan beberapa orang (intersender conflict)
4. konflik yang timbul karena informasi yang saling
bertentangan (intrasender conflict) bila dilihat sekilas memang sepertinya konflik itu sangat sulit
untuk dihindari dan diselesaikan, vtetapi dalam hal ini jangan beranggapan
bahwa dengan adanya konflik berarti organisasi tersebut telah gagal, karena
bagaimanapun sulitnya suatu konflik pasti dapat terselesaikan oleh para anggota
dengan melihat persoalan serta kedudukannya pada proposisi wajar.
I.KONFLIK DALAM DIRI INDIVIDU
Konflik ini dapat terjadi karena
perbedaan latar belakang individu (perbedaan pendidikan, keahlian,
keterampilan, pengalaman kerja, dan nilai hidup), kemudian karena perbedaan
latar belakang sosial (perbedaan budaya, agama, dan sebagainya), serta
perbedaan ciri-ciri pribadi (lemah lembut, kasar, tegas, plin-plan, agresif,
dan sebagainya).
Di kategori ini, di samping
konflik yang bersumber dari latar belakang dan ciri kepribadian individu,
terdapat juga sumber-sumber lain seperti kekurangan informasi (information
deficiency), persaingan dalam perebutan pengaruh, persaingan dalam memperoleh
jabatan, pertentangan kepentingan pribadi (misalnya perebutan mobil dinas),
konflik antar peranan (seperti antara manajer dan bawahan), melewati
batas-batas territorial (letak barang seperti meja yang lewat batas, atau mobil
salah parker), gaya kepemimpinan (misalnya pemimpin yang kasar yang menyakiti
hati banyak orang yang dipimpinnya.
II.KONFLIK ANTAR INDIVIDU
Dalam organisasi, terdapat
beberapa factor yang menyebabkan konflik. Mari membahas satu demi satu.
1. Perbedaan dalam tujuan dan prioritas. Setiap sub unit
dalam organisasi memiliki tujuan dan prioritas khusus. Misalnya, dalam hubungan
kerja, bagian pemasaran ingin agar produknya cepat laku. Kalau perlu dijual
murah dan dengan cara kredit. Sebaliknya, bagian keuangan menghendaki
pembayaran harus tunai agar posisi kekuangan perusahaan tetap stabil.
2. Saling ketergantungan tugas (task interdependence). Ada
yang disebut ketergantungan berurutan (sequential interdependence), dimana
output dari suatu unit merupakan input dari unit lain. Misalnya, untuk merespon
suatu surat permohonan, kepala bagian masih harus menunggu disposisi dari
atasannya. Ada juga yang disebut ketergantungan timbal balik (reciprocal
interdependence), seperti hubungan antara dokter, rumah sakit dan laboratorium.
3. Konflik yang disebabkan oleh pembagian sumber daya
(resource interdependence). Antarunit kerja bersaing karena untuk mendapatkan
sumber daya yang lebih (personil, dana, material, peralatan, ruangan, fasilitas
computer dan lainnya).
4. Deskripsi tugas yang tidak jelas. Ini pun akan
mengakibatkan konflik. Kekaburan karena tidak ada guide lines dan policies yang
jelas, akan membuat kelompok lainnya tersinggung karena dilangkahi.
5. Perbedaan kekuasaan dan status. Biasanya terjadi karena
suatu departemen merasa lebih penting atau memiliki rasa over value ketimbang
departemen lainnya. Departemen yang lainnya pasti akan merasa dilecehkan.
6. Perbedaan sistim imbalan dan intensif yang diatur
per-unit, bukan berdasarkan tujuan organisasi.
7. Faktor birokratik (lini-staf), dimana pegawai lini
memiliki wewenang dalam proses pengambilan keputusan sementara staf lebih pada
memberikan rekomendasi atau saran. Sering pegawai lini merasa lebih penting,
sementara staf merasa lebih ahli. Ujung-ujungnya konflik. Kedelapan, karena
sistem komunikasi dan informasi yang terganggu. Kadang, terjadi misunderstanding
di kalangan pelaku organisasi karena informasi yang diterima kurang jelas atau
bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya.
III KONFLIK ANTAR INDIVIDU DAN KELOMPOK
Konflik di sini biasanya dipicu oleh beberapa hal, seperti :
anggota kelompok yang tidak dapat memenuhi harapan dan standar kerja, individu
yang melanggar norma yang disepakati, serta individu yang melecehkan atau
mempermalukan kelompok.
Ray Pneuman (dalam Stevanin, 2000 : 134) mengidentifikasi
sumber-sumber konflik antara individu dan kelompok di dalam organisasi.
Menurutnya, konflik dapat berlaku jika ada perbedaan nilai dan keyakinan dari
anggota organisasi, tidak jelasnya struktur organisasi, tidak cermatnya peran
dan tanggung jawab pimpinan, berkembangnya struktur organisasi ke arah yang
lebih besar dan luas, tidak berpadunya gaya kepemimpinan yang dipraktekkan oleh
manajer dengan para karyawan, pimpinan baru yang terlalu cepat diangkat,
komunikasi yang kurang lancar, pertentangan yang tidak terantisipasi oleh
pimpinan, para karyawan yang tidak mau menunjang dan berpartisipasi atau
pimpinan baru yang masih mengikuti pola lama dari pimpinan yang digantikannya
yang tidak disukai karyawan.
IV KONFLIK ANTAR INDIVIDU DAN ORGANISASI YANG SAMA
Robbins (1996) dalam
“Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi
yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang)
yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif.
Sedang menurut Luthans (1981)
konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling
bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber ada keinginan manusia. Istilah
konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat,
persaingan dan permusuhan.Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan
keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan
pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga
konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama
tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan
konflik namun mudah menjurus keaarah konflik, terutuma bila ada persaingan yang
menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan
bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja
tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling
bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak
selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik
yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif
bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.
Jenis-jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan
Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal,
konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar
kelompok dan konflik antar organisasi.
Konflik
Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya
sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua
keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.Sebagaimana diketahui bahwa
dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang
bersaing
2. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong
peranan-peranan dan
kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di
antara dorongan
dan tujuan.
4. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang
menghalangi
tujuantujuan yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses
adaptasi seseorang terhadap lingkungannya Acapkali menimbulkan konflik. Kalau
konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1. Konflik pendekatan-pendekat an, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua
pilihan yang sama-sama menarik.
2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada
dua pilihan yang sama menyulitkan.
3. Konflik penghindaran- penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada
satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
Konflik
Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang
dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini
sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan
lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting
dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa
peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi
proses pencapaian tujuan organisasi tersebut. Konflik antar individu-individu
dan kelompok-kelompok Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi
tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh
kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu
dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma
produktivitas
kelompok dimana ia berada.
Konflik antara kelompok dalam
organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di
dalam organisasiorganisas i. Konflik
antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen
merupakan dua macam
bidang konflik antar kelompok.Konflik antara organisasi Contoh seperti di bidang ekonomi
dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya
disebut dengan
persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya
pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah
dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
SUMBER-SUMBER KONFLIK
1.Perbedaan dalam berbagai tujuan
Perbedaan dalam
berbagai tujuan memang sering kali muncul, karena tiap diri /individu memiliki
pemikiran yang berbeda namun apabila dapat di saukan mungkkin hasilnya kan
lebih sempurna.
2.Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja
Pada dasarnya
manusia tidak dapat hidup sendiri namun buruknya sifat manusia adalah terbiasa
untuk ketergantungan dengan orang lain itulah konflik yang sebenarnya harus
dihindari karena apabila terus seperti itu maka manusia itu sendiri tidak akan
pernah mandiri.
3.Perbedaan nilai-nilai atau persepsi
Perbedaan nilai-nilai atau persepsi tidak jauh dari perbedaan dalam mencapai
tujuan .intinya sama. Sama –sama tidak memiliki pendapat yang sama .yang
akhirnya menimbulkan masalah antar individu.
4.Kemenduaan organisasional.
Inti dari kemenduan organisasi timbul karena adanya rasa tidak nyaman , yang
kembali lagi intinya pada perbedaan nilai-nilai persepsi serta perbedaan tujuan
itu sendiri.
5. Gaya-gaya
individual.
Ada berbagai jenis gaya individual yakni :
a)sempurna dalam segala hal
b)gampang terpengaruh /labil
c)terlalu cepat mengambil keputusan
d)tidak mudah putus asa.
Hasil
dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
§
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain.
§
keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
§
perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci,
saling curiga dll.
§
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
§ dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para
pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat
memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi;
pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan
pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
§
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
§
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan
percobaan untuk "memenangkan" konflik.
§
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan
yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
§ Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk menghindari konflik
Kesimpulan
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan
tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam
setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya
akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar