perpustakaan online

Jumat, 06 April 2012

Cool Chain System



MAKALAH PEMASARAN HASIL PERIKANAN
“Cool Chain System”



















Disusun oleh :
      Furqon 105080400111032
    
      Kelas B Pemasaran Hasil Perikanan



FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012





BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Ikan merupakan produk pangan yang sangat mudah rusak. Pembusukan ikan terjadi segera setelah ikan ditangkap atau mati. Pada kondisi suhu tropik, ikan membusuk dalam waktu 12-20 jam tergantung spesies, alat atau cara penangkapan. Pendinginan akan memperpanjang masa simpan ikan.  Pada suhu 15-20 °C, ikan dapat disimpan hingga sekitar 2 hari, pada suhu 5°C tahan selama 5-6 hari, sedangkan pada suhu 0°C dapat mencapai 9-14 hari, tergantung spesies ikan. Pengolahan ikan agar lebih awet perlu dilakukan agar ikan dapat tetap dikonsumsi dalam keadaan yang baik. Pada dasarnya pengawetan ikan bertujuan untuk mencegah bakteri pembusuk masuk ke dalam ikan. Nelayan biasanya memberi es sebagai pendingin agar memperpanjang masa simpan ikan sebelum sampai pada konsumen.
Demikian pula dengan maraknya penggunaan bahan tambahan pangan sebagai pengawet yang tidak diijinkan untuk digunakan dalam makanan seperti formalin dan borak yang membahayakan bagi kesehatan. Penggunaan anti mikroba yang tepat dapat memperpanjang umur simpan dan menjamin keamanan produk pangan untuk itu diperlukan bahan anti mikroba alternatif lain dari bahan alami yang tidak berbahaya bila dikonsumsi serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam produk sehingga berfungsi untuk menghambat kerusakan pangan akibat aktivitas mikroba.
 Pada bahan yang menunjukkan aktivitas anti mikroba dibutuhkan identifikasi lebih lanjut untuk mengetahui komponen aktif anti mikrobanya, konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan untuk hasil yang optimum yang dibutuhkan untuk menghambat atau membunuh mikroba targetnya. Dengan pengawetan maka nilai ekonomis ikan akan lebih lama dibandingkan jika tidak dilakukan pengawetan.
Dari total produksi tangkapan laut, sebesar 57,05% dimanfaatkan dalam bentuk basah, sebesar 30,19% bentuk olahan tradisional dan sebesar 10,90% bentuk olahan modern dan olahan lainnya 1,86%. Sedangkan dari ekspor tahun 2005 sebesar 857.782 ton, 80% diantaranya didominasi produk olahan modern sedangkan produk olahan tradisional hanya sekitar 6% saja.
Sektor perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja (padat karya), sumber pendapatan bagi nelayan, sumber protein hewani dan sumber devisa bagi negara.
Salah satu usaha untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan pemanfaatan produksi hasil tangkapan laut adalah dengan pengembangan produk bernilai tambah, baik olahan tradisional maupun modern. Namun produk bernilai tambah yang diproduksi di Indonesia masih dari ikan ekonomis seperti tuna/udang kaleng, tuna steak, loin dan lain sebagainya yang memiliki nilai jual meski tanpa dilakukan proses lanjutan. Sedangkan apabila ingin merubah nilai jual ikan non ekonomis maka salah satu cara yang bisa ditempuh adalah melalui teknologi produk perikanan (pengembangan produk hasil perikanan) agar lebih bisa diterima oleh masyarakat dan sesuai dengan selera pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, aman, sehat melalui asupan gizi/vitamin/protein dari produk hasil perikanan dan ketahanan pangan.
Penggunaan suhu rendah sangat bagus untuk menghambat proses pembusukan sebab dengan suhu rendah pertumbuhan mikroba dapat dihambat atau bahkan dapat membunuh mikroba atau bakteri tersebut dan untuk mempertahankan kesegaran produk perikanan selain bentuk serta susunan kimianya tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan penggunaan suhu tinggi. Penggunaan suhu rendah dilakukan dengan pemakaian es atau pembekuan.
Murniati dan Sunarman (2000) Sistem rantai dingin (Cold Chain System) adalah usaha untuk mempertahankan kesegaran ikan dengan cara menerapkan suhu rendah mendekati 0o C, mulai dari produksi, distribusi hingga ikan tersebut sampai ke tangan konsumen (Ilyas, 1983). Pendapat yang sama jelaskan oleh Moeljanto (1982), bahwa sejak ikan ditangkap sampai pengolahan lebih lanjut atau dimasak di dapur, hendaknya tetap berada dalam suhu mendekati 0°C. Yang penting selama ikan belum dijual atau ikan diolah lebih lanjut harus selalu berada di kotak pendingin dengan persediaan es yang cukup.
Tahapan proses pembekuan gurita meliputi tahap penerimaan bahan baku, gutting, penyiktan dan pencucian I, soaking, pencucian II, penimbangan, penyusunan, pembekuan glazing, packing dan penyimpanan. Hal ini susuai dengan SNI 01-6941.3-2002 bahwa alur proses pembekuan gurita adalah penerimaan bahan baku, pencucian, pembentukan, sortasi, penyususnan dalam pan, pembekuan, glazing dan pengepakan
Penerapan sisitem rantai dingin pada penerimaan bahan baku tidak dilakukan dengan cara penambahan es, melainkan dengan cara penanganan dan pembongkaran dilakukan dengan cepat sehingga dapat mempertahankan suhu bahan baku.
Hal ini sesuai dengan pendapat Murniyati dan Sunarman (2000) bahwa penanganan Pembongkaran harus dilakukan dengan cepat dan hati-hati agar kenaikan suhu dan kerusakan akibat benturan bisa terhindari. Setelah pembongkaran, proses selanjutnya gurita terlebih dahulu ditampung pada bak penampung, dimana dalam bak penampungan gurita ditambah dengan es curai dengan perbandingan 1 kg es curai : 2 kg gurita. Penampungan sementara bertujuan untuk mempertahankan dan menurunkan suhu gurita.
Hal ini sesuai dengan pendapat Junianto (2003), yang mengatakan bahwa es yang digunakan selama pendinginan bervariasi antara 1 : 4 sampai 1 : 1. Hasil pengecekan suhu bahan baku pada proses penerimaan bahan baku adalah rata – rata 3°C Penerapan sistem rantai dingin pada proses gutting sama dengan penerapan sistem rantai dingin pada proses penerimaan bahan baku yaitu dengan cara proses gutting dilakukan dengan cepat suhu gurita pada proses ini rata – rata 2,4°C namun terkadang bisa mencapai 3,2°C .
Meskipun suhu berkisar 2,4°C – 3,2°C tetapi kenaikan suhu ini masih memenuhi standar. Stadar suhu gurita pada proses gutting adalah ≤ 5°C (SNI 01-6941.3-2002).
Penerpan sistem rantai dingin pada proses penyikatan dan pencucian dilakukan di atas meja yang terdapat air mengalir yang bersuhu maksimal 4°C, apabila suhu air melebihi 4°C maka segera dilakukan penambahan es balok yang dihancurkan. Rata – rata hasil pengecekan suhu pada proses penyikatan adalah 2,9°C. Hal ini sesuai dengan pendapat Junianto (2003), bahwa pencucian gurita harus dilakukan dengan hati-hati, menggunakan air bersih dingin yang mengalir, cermat dan saniter dengan suhu air pencucian ≤ 5°C.
Ikan merupakan salah satu sumber bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi namun jenis komoditi yang mudah rusak (perishable food). Menurut Moeljanto (1992), untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan sebaik dan selama mungkin, maka dilakukanlah pengolahan dan pengawetan ikan yang bertujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan (kemunduran mutu). Perlu disadari bahwa untuk menjaga mutu hasil perikanan produksi nelayan dan petani ikan sejak dipanen sampai dengan konsumen ikan segar/basah diperlukan penanganan dengan prinsip rantai dingin (cold chain) (Fisheries Post Harvest Specialist, 2008).


II. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan dari pembutan makalah ini adalah untuk dapat malihat cara pengawetan ikan segar dengan manggunakan cara cool chain system yang mana dengan cara ini  kwaliatas dari ikan akan terjamin dan lebih baik dan agar tidak cepat busuk.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN COOL CHAIN SYSTEM
Cold Chain System adalah proses pendinginan pada serum dan sera yang berkesinambungan hingga sampai ditangan konsumen. Cold Chain juga sering disebut ”rantai dingin”. Dari sebutan itu, orang awam sekalipun dapat dengan mudah mengerti arti Cold Chain System.
2.2 PROSES PEMBEKUAN
Tubuh ikan sebagian besar (60-80%) terdiri atas cairan yang terdapat di dalam sel, jaringan, dan ruangan-ruangan antar sel Sebagian besar dari cairan itu (+67%) berupa free water dan selebihnya (+5%) berupa bound water. Bound water adalah air yang terikat kuat secara kimia dengan substansilain  dari tubuh ikan.
Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan tersebut menjadi es. Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6°C sampai -2°C, atau rata-rata pada -1°C. Free water membeku terlebih dahulu kemudian disusul oleh bound water.
Proses tersebut terbagi atas 3 tahapan yaitu:
1. Tahap pertama suhu menurun dengan cepat sampai 00C yaitu titik beku air.
2. Tahap kedua suhu turun perlahan-lahan untuk merubah air menjad kristal-kristal es.
    Tahap ini sering disebut periode ”thermal arrest”.
3. Tahap ketiga suhu kembali turun dengan cepat ketika kira-kira 55% air telah
     menjadi es. Pada tahap ini sebagian besar atau hampir seluruh air membeku.
Berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal arrest ini pembekuan dibagi menjadi 2 yaitu :
1.     Pembekuan lambat (slow freezing), yaitu bila thermal arrest time lebih dari 2 jam.
2.     Pembekuan cepat (quick freezing), yaitu pembekuan dengan thermal arrest time
tidak lebih dari 2 jam.
Kristal-kristal es yang terbentuk selama pembekuan dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal-kristal yang kecil-kecil di dalam jaringan daging ikan. Jika dicairkan kembali, kristal-kristal yang mencair diserap kembali oleh daging dan hanya sejumlah kecil yang lolos keluar sebagai drip.
Sebaliknya pembekuan lambat menghasilkan kristal-kristal yang besar-besar. Kristal es ini mendesak dan merusak susunan jaringan daging. Tekstur daging ketika ikan dicairkan menjadi kurang baik, berongga, keropos dan banyak sekali drip yang terbentuk. Ikan yang dibekukan dengan lambat tidak dapat digunakan sebagai bahan bagi pengolahan-pengolahan tertentu misalnya pengalengan, pengasapan, dan sebagainya. Atas pertimbangan-pertimbangan diatas, maka disamping untuk menyingkat waktu dan menghasilkan output yang tinggi maka ikan mutlak dibekukan dengan cepat.

2.3 Kecepatan Pembekuan
Belum ada definisi tentang pembekuan cepat yang dapat diterima semua pihak. Beberapa pendapat dikemukakan dengan alasan sendiri-sendiri. Sangat langka orang yang dapat membedakan ikan segar dengan ikan yang dibekukan antara 1 jam dan 8 jam. Tetapi jika lebih dari 12 jam, perbedaannya jadi nyata. Pembekuan yang memakan waktu 24 jam atau lebih yang dilakukan dengan freezer yang dirancang atau dioperasikan dengan buruk pasti akan menghasilkan ikan beku dengan kualitas rendah. Pembekuan yang berkepanjangan, misalnya pembekuan yang dilakukan dengan menimbun ikan di cold storage, dapat menyebabkan ikan membusuk oleh kegiatan bakteri sebelum bagian tengah tumpukan ikan mencapai suhu yang rendah.
Inggris menentukan batas waktu tidak lebih daripada dua jam untuk melewati daerah kritis sebagai pembekuan cepat, sedangkan Jepang memberikan kriteria kurang dari 30 menit untuk melewati daerah kritis sebagai pembekuan cepat, sementara Amerika Serikat menggunakan waktu 70-100 menit untuk membedakan pembekuan cepat dan lambat. Inggris menentukan batas waktu tidak lebih daripada dua jam untuk melewati daerah kritis sebagai pembekuan cepat, sedangkan Jepang memberikan kriteria kurang dari 30 menit untuk melewati daerah kritis sebagai pembekuan cepat, sementara Amerika Serikat menggunakan waktu 70-100 menit untuk membedakan pembekuan cepat dan lambat.
Definisi yang lebih banyak diterima tidak menyebutkan lama pembekuan atau kecepatan pembekuan, tetapi semata-mata menyebutkan bahwa ikan harus dibekukan secepatnya dan diturunkan suhunya didalam freezer hingga mencapai suhu penyimpanan.

2.4 ALAT PEMBEKU IKAN COLD STORAGE
Ikan yang telah dibekukan perlu disimpan dalam kondisi yang sesuai untuk mempertahankan kualitasnya. Biasanya ikan beku disimpan dalam cold storage, yaitu sebuah ruangan penyimpanan yang dingin.Penyimpanan ini merupakan tahap yang pokok dari cara pengawetan dan pembekuan. Suhu yang biasanya direkomendasikan untuk cold storage umumnya -30°C hingga -60°C, tergantung pada kebutuhan. Pada suhu ini perubahan dan denaturasi protein dapat diminimalisasikan, selain itu aktivitas bakteri juga berkurang. walaupun penurunan mutu tetap terjadi tetapi bisa diminimalisasikan.
Selain perubahan mikrobiologi dan kimia, selama penyimpanan beku terjadi perubahan secara fisik yaitu pada kristal-kristal es baik bentuk maupun ukuran. Perubahan ini sering disebut Rekristalisasi (Recristallisation).
Terdapat 3 jenis rekristalisasi yang terjadi pada produk pembekuan selama penyimpanan beku yaitu:
1. Isomass Recristallisation Terjadi perubahan bentuk permukaan atau struktur internal dari kristal es.
2. Accretive Recristallisation Dua kristal es yang berdekatan bergabung membentuk kristal es yang lebih besar.
3. Migratory Recristallisation Terjadinya kenaikan ukuran rata-rata kristal es dan berkurangnya jumlah rata-rata kristal es karena terbentuknya kristal-kristal es yang lebih besar dari kristal-kristal es yang lebih kecil. Cold storage dapat mempertahankan mutu ikan selama 1-9 bulan, tergantung pada keadaan danjenis ikan, cara pembekuan dan cara/kondisi penyimpanannya. Dengan teknik penanganan yang ideal , ikan dapat disimpan lebih dari 4 tahun dalam cold storage.
Desain yang benar dan penggunaan yang benar dari cold storage dapat meminimalisasikan kerusakan selama penyimpanan dan memperpanjang masa simpan produk. Faktor design yang paling penting adalah:
• Suhu rendah
• Keseragaman suhu dalam seluruh ruangan cold storage
• Kestabilan suhu dengan fluktuasi yang minimal
• Distribusi udara yang baik untuk mempertahankan keseragaman suhu
• Sirkulasi udara minimum untuk mencegah dehidrasi
• Minimum ingress udara untuk meminimalkan fluktuasi.
Suhu cold storage dikendalikan dengan termostat, alat ini menghentikan pendinginan jika suhu cold storage telah mencapai derajat tertentu, dan menjalankannya kembali jika suhu naik kembali sampai derajat tertentu pula. Selisih antara kedua suhu tersebut biasanya tidak lebih dari 2°C.
Tipe –tipe cold storage:
1. Jacketed cold storage ( cold storage berjaket) tipe ini merupakan ruang penyimpanan yang ideal, tetapi konstruksinya sangat mahal. Ruang dalam terisolasi total dari jaket udara. Karena itu lapisan dalam harus dibuat dari bahan yang tidak dapat ditembus udara. Sambungan-sambungannya harus dibuat kedap udara. Sistem cold storage ini menjamin bahwa perbedaan suhu didalam ruang penyimpan cukup kecil. Hal ini dicapai karena aliran dari udara dingin mengelilingi bagian luar dari ruangan dalam storage. Selain itu, karena pemasukan panas sangat kecil, RH yang tinggi dapat dipertahankan. Dengan demikian, dehidrasi produk sangat terbatas. Tipe ini tidak memerlukan kipas didalam ruang penyimpan. Hal ini merupakan faktor lain yang mendukung dihasilkannya produk yang baik. Tipe ini tidak banyak dipakai karena kemahalannya dan karena tidak cocok jika beban panas dari produk cukup tinggi.
2. Gridded cold storage(cold storage dengan pipa pendingin polos) Pada tipe ini, pipa pendingin polos dirangkai menutupi seluruh langit-langit dan di dinding ruangan cold storage.Tipe ini juga menghasilkan kondisi penyimpanan yang baik karena suhu dalam ruangan cukup merata tanpa disirkulasikan dengan kipas. Panas yang masuk melalui dinding segera dikeluarkan tanpa mengganggu produk yang disimpan. Kecepatan pemindahan panas kepipa hanya sedikit berkurang jika pipa tertutup es sihingga defrost tidak perlu sering dilakukan. Cold storage jenis ini dapat bekerja berbulan-bulan tanpa defrosting.
Kelemahan atau kerugian utama dari tipe ini adalah:
1. Ada banyak saluran-saluran pipa yang komplex.
2. Memerlukan bahan refrigeran dalam jumlah yang banyak.
3. Struktur cold storage harus kuat untuk menahan pipa-pipa dan refrigeran.
4. Memerlukan bejana penampung regfrigeran jika cooler perlu dikosongkan untuk
    diperbaiki.
3.Finned grid stores (cold storage dengan pipa bersirip) Tipe ini mirip dengan gridded cold storage tapi pipa yang digunakan adalah pipa bersirip. Dengan pipa bersirip ini jika dirangkai dilangit-langit saja sudah mencukupi, tanpa memerlukan rangkaian pipa didinding. Dengan demikian biaya dapat dikurangi, akan tetapi kelemahannya adalah pipa tidak menutupi dinding sehingga kondisi penyimpanannya tidak sebaik cold storage dengan pipa polos. Pipa bersirip lebih sulit di-dfrost dan defrost perlu dilakukan sesering mungkin.
4. Cold storage dengan Unit cooler. Tipe ini paling banyak digunakan karena paling murah pemasangannya; hanya sedikit memerlukan bahan pendingin; mudah di-defrost dan tidak memerlukan struktur penyangga yang berat. Kelemahannya adalah beberapa rancangan tidak memungkinkan distribusi udara yang merata di dalam cold storage sehingga menyebabkan kondisi penyimpanan yang buruk.







BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Cold Chain System adalah proses pendinginan pada serum dan serta yang berkesinambungan hingga sampai ditangan konsumen. Cold Chain juga sering disebut ”rantai dingin”. Dari sebutan itu, orang awam sekalipun dapat dengan mudah mengerti arti Cold Chain System.
Ø  Proses  Cold Chain System atas 3 tahapan yaitu:
1. Tahap pertama suhu menurun dengan cepat sampai 00C yaitu titik beku air.
2. Tahap kedua suhu turun perlahan-lahan untuk merubah air menjad kristal-kristal es.
    Tahap ini sering disebut periode ”thermal arrest”.
3. Tahap ketiga suhu kembali turun dengan cepat ketika kira-kira 55% air telah
    menjadi es.

4.2 SARAN
Sebaiknya dalam setiap pemasaran hasil perikanan tangkap haruslah memiliki  suatu cara pengawetan produk perikanan yaitu seperti cool chain system sehingga produk perikanan ini akan lebik baik dan tidak akan bisa menurun suatu nilai produknya.
           
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar