MAKALAH PEMASARAN HASIL PERIKANAN
“Cool Chain System”
Disusun
oleh :
Furqon 105080400111032
Kelas B Pemasaran Hasil
Perikanan
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Ikan
merupakan produk pangan yang sangat mudah rusak. Pembusukan ikan terjadi segera
setelah ikan ditangkap atau mati. Pada kondisi suhu tropik, ikan membusuk dalam
waktu 12-20 jam tergantung spesies, alat atau cara penangkapan. Pendinginan
akan memperpanjang masa simpan ikan.
Pada suhu 15-20 °C, ikan
dapat disimpan hingga sekitar 2 hari, pada suhu 5°C tahan selama 5-6 hari, sedangkan pada
suhu 0°C dapat mencapai 9-14 hari, tergantung
spesies ikan. Pengolahan ikan agar lebih awet perlu dilakukan agar ikan dapat
tetap dikonsumsi dalam keadaan yang baik. Pada dasarnya pengawetan ikan
bertujuan untuk mencegah bakteri pembusuk masuk ke dalam ikan. Nelayan biasanya
memberi es sebagai pendingin agar memperpanjang masa simpan ikan sebelum sampai
pada konsumen.
Demikian
pula dengan maraknya penggunaan bahan tambahan pangan sebagai pengawet yang
tidak diijinkan untuk digunakan dalam makanan seperti formalin dan borak yang
membahayakan bagi kesehatan. Penggunaan anti mikroba yang tepat dapat
memperpanjang umur simpan dan menjamin keamanan produk pangan untuk itu
diperlukan bahan anti mikroba alternatif lain dari bahan alami yang tidak
berbahaya bila dikonsumsi serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam
produk sehingga berfungsi untuk menghambat kerusakan pangan akibat aktivitas
mikroba.
Pada bahan yang menunjukkan aktivitas
anti mikroba dibutuhkan identifikasi lebih lanjut untuk mengetahui komponen
aktif anti mikrobanya, konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan untuk hasil yang
optimum yang dibutuhkan untuk menghambat atau membunuh mikroba targetnya.
Dengan pengawetan maka nilai ekonomis ikan akan lebih lama dibandingkan jika
tidak dilakukan pengawetan.
Dari
total produksi tangkapan laut, sebesar 57,05% dimanfaatkan dalam bentuk basah,
sebesar 30,19% bentuk olahan tradisional dan sebesar 10,90% bentuk olahan
modern dan olahan lainnya 1,86%. Sedangkan dari ekspor tahun 2005 sebesar
857.782 ton, 80% diantaranya didominasi produk olahan modern sedangkan produk
olahan tradisional hanya sekitar 6% saja.
Sektor
perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional terutama dalam
penyediaan lapangan kerja (padat karya), sumber pendapatan bagi nelayan, sumber
protein hewani dan sumber devisa bagi negara.
Salah
satu usaha untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan pemanfaatan produksi
hasil tangkapan laut adalah dengan pengembangan produk bernilai tambah, baik
olahan tradisional maupun modern. Namun produk bernilai tambah yang diproduksi
di Indonesia masih dari ikan ekonomis seperti tuna/udang kaleng, tuna steak,
loin dan lain sebagainya yang memiliki nilai jual meski tanpa dilakukan
proses lanjutan. Sedangkan apabila ingin merubah nilai jual ikan non ekonomis
maka salah satu cara yang bisa ditempuh adalah melalui teknologi produk
perikanan (pengembangan produk hasil perikanan) agar lebih bisa diterima oleh
masyarakat dan sesuai dengan selera pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat, aman, sehat melalui asupan gizi/vitamin/protein dari produk hasil
perikanan dan ketahanan pangan.
Penggunaan
suhu rendah sangat bagus untuk menghambat proses pembusukan sebab dengan suhu
rendah pertumbuhan mikroba dapat dihambat atau bahkan dapat membunuh mikroba
atau bakteri tersebut dan untuk mempertahankan kesegaran produk perikanan
selain bentuk serta susunan kimianya tidak banyak berubah jika dibandingkan
dengan penggunaan suhu tinggi. Penggunaan suhu rendah dilakukan dengan
pemakaian es atau pembekuan.
Murniati
dan Sunarman (2000) Sistem rantai dingin (Cold Chain System) adalah usaha untuk
mempertahankan kesegaran ikan dengan cara menerapkan suhu rendah mendekati 0o
C, mulai dari produksi, distribusi hingga ikan tersebut sampai ke tangan konsumen
(Ilyas, 1983). Pendapat yang sama jelaskan oleh Moeljanto (1982), bahwa sejak
ikan ditangkap sampai pengolahan lebih lanjut atau dimasak di dapur, hendaknya
tetap berada dalam suhu mendekati 0°C. Yang penting selama ikan belum
dijual atau ikan diolah lebih lanjut harus selalu berada di kotak pendingin
dengan persediaan es yang cukup.
Tahapan
proses pembekuan gurita meliputi tahap penerimaan bahan baku, gutting,
penyiktan dan pencucian I, soaking, pencucian II, penimbangan, penyusunan,
pembekuan glazing, packing dan penyimpanan. Hal ini susuai dengan SNI
01-6941.3-2002 bahwa alur proses pembekuan gurita adalah penerimaan bahan baku,
pencucian, pembentukan, sortasi, penyususnan dalam pan, pembekuan, glazing dan
pengepakan
Penerapan
sisitem rantai dingin pada penerimaan bahan baku tidak dilakukan dengan cara
penambahan es, melainkan dengan cara penanganan dan pembongkaran dilakukan
dengan cepat sehingga dapat mempertahankan suhu bahan baku.
Hal ini
sesuai dengan pendapat Murniyati dan Sunarman (2000) bahwa penanganan
Pembongkaran harus dilakukan dengan cepat dan hati-hati agar kenaikan suhu dan
kerusakan akibat benturan bisa terhindari. Setelah pembongkaran, proses
selanjutnya gurita terlebih dahulu ditampung pada bak penampung, dimana dalam
bak penampungan gurita ditambah dengan es curai dengan perbandingan 1 kg es
curai : 2 kg gurita. Penampungan sementara bertujuan untuk mempertahankan dan
menurunkan suhu gurita.
Hal ini
sesuai dengan pendapat Junianto (2003), yang mengatakan bahwa es yang digunakan
selama pendinginan bervariasi antara 1 : 4 sampai 1 : 1. Hasil pengecekan suhu bahan
baku pada proses penerimaan bahan baku adalah rata – rata 3°C Penerapan sistem rantai dingin pada
proses gutting sama dengan penerapan sistem rantai dingin pada proses
penerimaan bahan baku yaitu dengan cara proses gutting dilakukan dengan cepat
suhu gurita pada proses ini rata – rata 2,4°C namun terkadang bisa mencapai 3,2°C .
Meskipun
suhu berkisar 2,4°C – 3,2°C tetapi kenaikan suhu ini masih
memenuhi standar. Stadar suhu gurita pada proses gutting adalah ≤ 5°C (SNI 01-6941.3-2002).
Penerpan
sistem rantai dingin pada proses penyikatan dan pencucian dilakukan di atas
meja yang terdapat air mengalir yang bersuhu maksimal 4°C, apabila suhu air melebihi 4°C maka segera dilakukan penambahan es
balok yang dihancurkan. Rata – rata hasil pengecekan suhu pada proses
penyikatan adalah 2,9°C. Hal
ini sesuai dengan pendapat Junianto (2003), bahwa pencucian gurita harus
dilakukan dengan hati-hati, menggunakan air bersih dingin yang mengalir, cermat
dan saniter dengan suhu air pencucian ≤ 5°C.
Ikan
merupakan salah satu sumber bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi namun
jenis komoditi yang mudah rusak (perishable food). Menurut Moeljanto (1992),
untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan sebaik dan selama mungkin, maka
dilakukanlah pengolahan dan pengawetan ikan yang bertujuan untuk menghambat
atau menghentikan kegiatan zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan
pembusukan (kemunduran mutu). Perlu disadari bahwa untuk menjaga mutu hasil
perikanan produksi nelayan dan petani ikan sejak dipanen sampai dengan konsumen
ikan segar/basah diperlukan penanganan dengan prinsip rantai dingin (cold
chain) (Fisheries Post Harvest Specialist, 2008).
II.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud
dan tujuan dari pembutan makalah ini adalah untuk dapat malihat cara pengawetan
ikan segar dengan manggunakan cara cool
chain system yang mana dengan cara ini kwaliatas dari ikan akan terjamin dan lebih baik dan agar
tidak cepat busuk.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
COOL CHAIN SYSTEM
Cold Chain
System adalah proses pendinginan pada serum dan sera yang berkesinambungan
hingga sampai ditangan konsumen. Cold Chain juga sering disebut ”rantai
dingin”. Dari sebutan itu, orang awam sekalipun dapat dengan mudah mengerti
arti Cold Chain System.
2.2 PROSES
PEMBEKUAN
Tubuh
ikan sebagian besar (60-80%) terdiri atas cairan yang terdapat di dalam sel,
jaringan, dan ruangan-ruangan antar sel Sebagian besar dari cairan itu (+67%)
berupa free water dan selebihnya (+5%) berupa bound water. Bound water adalah
air yang terikat kuat secara kimia dengan substansilain dari tubuh ikan.
Pembekuan
berarti mengubah kandungan cairan tersebut menjadi es. Ikan mulai membeku pada
suhu antara -0,6°C sampai
-2°C, atau rata-rata pada -1°C. Free water membeku terlebih dahulu
kemudian disusul oleh bound water.
Proses tersebut terbagi atas 3 tahapan
yaitu:
1. Tahap
pertama suhu menurun dengan cepat sampai 00C yaitu titik beku air.
2. Tahap kedua suhu turun perlahan-lahan untuk merubah air
menjad kristal-kristal es.
Tahap
ini sering disebut periode ”thermal arrest”.
3. Tahap ketiga suhu kembali turun dengan cepat ketika
kira-kira 55% air telah
menjadi es. Pada tahap ini sebagian besar atau hampir seluruh air
membeku.
Berdasarkan panjang pendeknya waktu
thermal arrest ini pembekuan dibagi menjadi 2 yaitu :
1.
Pembekuan
lambat (slow freezing), yaitu bila thermal arrest time lebih dari 2 jam.
2.
Pembekuan
cepat (quick freezing), yaitu pembekuan dengan thermal arrest time
tidak lebih dari 2 jam.
Kristal-kristal
es yang terbentuk selama pembekuan dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada
kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal-kristal yang
kecil-kecil di dalam jaringan daging ikan. Jika dicairkan kembali,
kristal-kristal yang mencair diserap kembali oleh daging dan hanya sejumlah
kecil yang lolos keluar sebagai drip.
Sebaliknya pembekuan lambat menghasilkan kristal-kristal yang besar-besar. Kristal es ini mendesak dan merusak susunan jaringan daging. Tekstur daging ketika ikan dicairkan menjadi kurang baik, berongga, keropos dan banyak sekali drip yang terbentuk. Ikan yang dibekukan dengan lambat tidak dapat digunakan sebagai bahan bagi pengolahan-pengolahan tertentu misalnya pengalengan, pengasapan, dan sebagainya. Atas pertimbangan-pertimbangan diatas, maka disamping untuk menyingkat waktu dan menghasilkan output yang tinggi maka ikan mutlak dibekukan dengan cepat.
Sebaliknya pembekuan lambat menghasilkan kristal-kristal yang besar-besar. Kristal es ini mendesak dan merusak susunan jaringan daging. Tekstur daging ketika ikan dicairkan menjadi kurang baik, berongga, keropos dan banyak sekali drip yang terbentuk. Ikan yang dibekukan dengan lambat tidak dapat digunakan sebagai bahan bagi pengolahan-pengolahan tertentu misalnya pengalengan, pengasapan, dan sebagainya. Atas pertimbangan-pertimbangan diatas, maka disamping untuk menyingkat waktu dan menghasilkan output yang tinggi maka ikan mutlak dibekukan dengan cepat.
2.3 Kecepatan Pembekuan
Belum ada
definisi tentang pembekuan cepat yang dapat diterima semua pihak. Beberapa
pendapat dikemukakan dengan alasan sendiri-sendiri. Sangat langka orang yang
dapat membedakan ikan segar dengan ikan yang dibekukan antara 1 jam dan 8 jam.
Tetapi jika lebih dari 12 jam, perbedaannya jadi nyata. Pembekuan yang memakan
waktu 24 jam atau lebih yang dilakukan dengan freezer yang dirancang atau
dioperasikan dengan buruk pasti akan menghasilkan ikan beku dengan kualitas
rendah. Pembekuan yang berkepanjangan, misalnya pembekuan yang dilakukan dengan
menimbun ikan di cold storage, dapat menyebabkan ikan membusuk oleh kegiatan
bakteri sebelum bagian tengah tumpukan ikan mencapai suhu yang rendah.
Inggris
menentukan batas waktu tidak lebih daripada dua jam untuk melewati daerah
kritis sebagai pembekuan cepat, sedangkan Jepang memberikan kriteria kurang
dari 30 menit untuk melewati daerah kritis sebagai pembekuan cepat, sementara
Amerika Serikat menggunakan waktu 70-100 menit untuk membedakan pembekuan cepat
dan lambat. Inggris menentukan batas waktu tidak lebih daripada dua jam untuk
melewati daerah kritis sebagai pembekuan cepat, sedangkan Jepang memberikan
kriteria kurang dari 30 menit untuk melewati daerah kritis sebagai pembekuan
cepat, sementara Amerika Serikat menggunakan waktu 70-100 menit untuk
membedakan pembekuan cepat dan lambat.
Definisi
yang lebih banyak diterima tidak menyebutkan lama pembekuan atau kecepatan
pembekuan, tetapi semata-mata menyebutkan bahwa ikan harus dibekukan secepatnya
dan diturunkan suhunya didalam freezer hingga mencapai suhu penyimpanan.
2.4 ALAT PEMBEKU IKAN COLD STORAGE
Ikan yang
telah dibekukan perlu disimpan dalam kondisi yang sesuai untuk mempertahankan kualitasnya.
Biasanya ikan beku disimpan dalam cold storage, yaitu sebuah ruangan
penyimpanan yang dingin.Penyimpanan ini merupakan tahap yang pokok dari cara
pengawetan dan pembekuan. Suhu yang biasanya direkomendasikan untuk cold
storage umumnya -30°C hingga
-60°C, tergantung pada kebutuhan. Pada suhu
ini perubahan dan denaturasi protein dapat diminimalisasikan, selain itu
aktivitas bakteri juga berkurang. walaupun penurunan mutu tetap terjadi tetapi
bisa diminimalisasikan.
Selain
perubahan mikrobiologi dan kimia, selama penyimpanan beku terjadi perubahan
secara fisik yaitu pada kristal-kristal es baik bentuk maupun ukuran. Perubahan
ini sering disebut Rekristalisasi (Recristallisation).
Terdapat
3 jenis rekristalisasi yang terjadi pada produk pembekuan selama penyimpanan
beku yaitu:
1. Isomass Recristallisation Terjadi
perubahan bentuk permukaan atau struktur internal dari kristal es.
2. Accretive Recristallisation Dua
kristal es yang berdekatan bergabung membentuk kristal es yang lebih besar.
3. Migratory Recristallisation Terjadinya
kenaikan ukuran rata-rata kristal es dan berkurangnya jumlah rata-rata kristal
es karena terbentuknya kristal-kristal es yang lebih besar dari kristal-kristal
es yang lebih kecil. Cold storage dapat mempertahankan mutu ikan selama 1-9
bulan, tergantung pada keadaan danjenis ikan, cara pembekuan dan cara/kondisi
penyimpanannya. Dengan teknik penanganan yang ideal , ikan dapat disimpan lebih
dari 4 tahun dalam cold storage.
Desain
yang benar dan penggunaan yang benar dari cold storage dapat meminimalisasikan
kerusakan selama penyimpanan dan memperpanjang masa simpan produk. Faktor design
yang paling penting adalah:
• Suhu
rendah
•
Keseragaman suhu dalam seluruh ruangan cold storage
•
Kestabilan suhu dengan fluktuasi yang minimal
•
Distribusi udara yang baik untuk mempertahankan keseragaman suhu
•
Sirkulasi udara minimum untuk mencegah dehidrasi
• Minimum
ingress udara untuk meminimalkan fluktuasi.
Suhu cold storage dikendalikan dengan
termostat, alat ini menghentikan pendinginan jika suhu cold storage telah
mencapai derajat tertentu, dan menjalankannya kembali jika suhu naik kembali
sampai derajat tertentu pula. Selisih antara kedua suhu tersebut biasanya tidak
lebih dari 2°C.
Tipe –tipe cold storage:
1.
Jacketed cold storage ( cold storage berjaket) tipe ini merupakan ruang penyimpanan
yang ideal, tetapi konstruksinya sangat mahal. Ruang dalam terisolasi total
dari jaket udara. Karena itu lapisan dalam harus dibuat dari bahan yang tidak
dapat ditembus udara. Sambungan-sambungannya harus dibuat kedap udara. Sistem
cold storage ini menjamin bahwa perbedaan suhu didalam ruang penyimpan cukup
kecil. Hal ini dicapai karena aliran dari udara dingin mengelilingi bagian luar
dari ruangan dalam storage. Selain itu, karena pemasukan panas sangat kecil, RH
yang tinggi dapat dipertahankan. Dengan demikian, dehidrasi produk sangat
terbatas. Tipe ini tidak memerlukan kipas didalam ruang penyimpan. Hal ini
merupakan faktor lain yang mendukung dihasilkannya produk yang baik. Tipe ini
tidak banyak dipakai karena kemahalannya dan karena tidak cocok jika beban panas
dari produk cukup tinggi.
2.
Gridded cold storage(cold storage dengan pipa pendingin polos) Pada tipe ini, pipa pendingin polos
dirangkai menutupi seluruh langit-langit dan di dinding ruangan cold
storage.Tipe ini juga menghasilkan kondisi penyimpanan yang baik karena suhu
dalam ruangan cukup merata tanpa disirkulasikan dengan kipas. Panas yang masuk
melalui dinding segera dikeluarkan tanpa mengganggu produk yang disimpan. Kecepatan
pemindahan panas kepipa hanya sedikit berkurang jika pipa tertutup es sihingga
defrost tidak perlu sering dilakukan. Cold storage jenis ini dapat bekerja berbulan-bulan
tanpa defrosting.
Kelemahan atau kerugian utama dari tipe
ini adalah:
1. Ada
banyak saluran-saluran pipa yang komplex.
2.
Memerlukan bahan refrigeran dalam jumlah yang banyak.
3.
Struktur cold storage harus kuat untuk menahan pipa-pipa dan refrigeran.
4. Memerlukan bejana penampung regfrigeran jika cooler perlu
dikosongkan untuk
diperbaiki.
3.Finned
grid stores (cold storage dengan pipa bersirip) Tipe ini mirip dengan gridded cold
storage tapi pipa yang digunakan adalah pipa bersirip. Dengan pipa bersirip ini
jika dirangkai dilangit-langit saja sudah mencukupi, tanpa memerlukan rangkaian
pipa didinding. Dengan demikian biaya dapat dikurangi, akan tetapi kelemahannya
adalah pipa tidak menutupi dinding sehingga kondisi penyimpanannya tidak sebaik
cold storage dengan pipa polos. Pipa bersirip lebih sulit di-dfrost dan defrost
perlu dilakukan sesering mungkin.
4.
Cold storage dengan Unit cooler.
Tipe ini paling banyak digunakan karena paling murah pemasangannya; hanya
sedikit memerlukan bahan pendingin; mudah di-defrost dan tidak memerlukan
struktur penyangga yang berat. Kelemahannya adalah beberapa rancangan tidak
memungkinkan distribusi udara yang merata di dalam cold storage sehingga
menyebabkan kondisi penyimpanan yang buruk.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Cold Chain System adalah proses pendinginan pada
serum dan serta yang berkesinambungan hingga sampai ditangan konsumen. Cold
Chain juga sering disebut ”rantai dingin”. Dari sebutan itu, orang awam
sekalipun dapat dengan mudah mengerti arti Cold Chain System.
Ø Proses Cold Chain System atas
3 tahapan yaitu:
1. Tahap
pertama suhu menurun dengan cepat sampai 00C yaitu titik beku air.
2. Tahap
kedua suhu turun perlahan-lahan untuk merubah air menjad kristal-kristal es.
Tahap
ini sering disebut periode ”thermal arrest”.
3. Tahap
ketiga suhu kembali turun dengan cepat ketika kira-kira 55% air telah
menjadi
es.
4.2 SARAN
Sebaiknya dalam setiap pemasaran hasil
perikanan tangkap haruslah memiliki
suatu cara pengawetan produk perikanan yaitu seperti cool chain system
sehingga produk perikanan ini akan lebik baik dan tidak akan bisa menurun suatu
nilai produknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar