MAKALAH
TENTANG ZOOPLANKTON BESERTA
BUDIDAYANYA
Disusun oleh :
Furqon 105080400111032
Kelas G Planktonologi
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2011
ZOOPLANKTON
Pengertian Plankton
Plankton adalah mikroorganisme yang hidup melayang
dalam air, dimana kemampuan renangnya terbatas, menyebabkan mikroorganisme
tersebut mudah hanyut oleh gerakan atau arus air (Bougis, 1976). Plankton
sebagai organisme yang tidak dapat menyebar melawan pergerakan massa air, yang
meliputi fitoplankton (plankton nabati), zooplankton (plankton hewani) dan
bakterioplankton(bakteri).
Menurut Nybakken (1992), plankton adalah
kelompok-kelompok organisme yang hanyut bebas dalam laut dan daya renangnya
sangat lemah. Kemampuan berenang organisme-organisme planktonik demikian lemah
sehingga mereka sama sekali dikuasai oleh gerakan air, hal ini berbeda dengan
hewan laut lainnya yang memiliki gerakan dan daya renang yang cukup kuat untuk
melawan arus laut. Plankton adalah suatu organisme yang terpenting dalam
ekosistem laut, kemudian dikatakan bahwa plankton merupakan salah satu
organisme yang berukuran kecil dimana hidupnya terombang-ambing oleh arus
perairan laut (Hutabarat dan Evans, 1988).Menurut ukurannya, plankton dibagi ke
dalam beberapa kelompok, yaitu makroplankton (lebih besar dari 1 mm),
mikroplankton (0,06 mm – 1 mm) dan nanoplankton (kurang dari 0,06 mm) meliputi
berbagai jenis fitoplankton. Diperkirakan 70 % dari semua fitoplankton di laut
terdiri dari nanoplankton dan inilah yang memungkinkan terdapatnya zooplankton
sebagai konsumer primer (Sachlan, 1972).Berdasarkan daur hidupnya, plankton
terbagi dalam dua golongan yaitu holoplankton yang merupakan organisme akuatik
dimana seluruh hidupnya bersifat sebagai plankton, golongan kedua yaitu
meroplankton yang hanya sebagian dari daur hidupnya bersifat sebagai plankton
(Bougis, 1976; Nybakken, 1992).
Berdasarkan keadaan biologisnya, Newel (1963) menggolongkan plankton sebagai berikut : (a) Fitoplankton yang merupakan tumbuhan renik, (b) Zooplankton yang merupakan hewan-hewan yang umumnya renik.
Berdasarkan keadaan biologisnya, Newel (1963) menggolongkan plankton sebagai berikut : (a) Fitoplankton yang merupakan tumbuhan renik, (b) Zooplankton yang merupakan hewan-hewan yang umumnya renik.
Zooplankton
Pengertian Zooplankton
Zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat
hewani, sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa
yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Zooplankton memiliki ukuran yang
lebih besar dari fitoplankton (Nontji, 1987).Effendi (1997) membagi ukuran
zooplankton dengan ketentuan khusus, yaitu makrozooplankton yang berukuran
lebih besar dari 2 cm, dan mesozooplankton yang berukuran 200 – 20.000 m. Larva
ikan maupun ikan-ikan muda yang bersifat planktonik disebut ichtyoplankton
umumnya berukuran besar. Umumnya zooplankton mempunyai alat gerak seperti
flagel, cilia atau kaki renang, namun tidak dapat melawan pergerakan air
(Raymont, 1963).
Komposisi dan Kelimpahan Zooplankton Komposisi jenis
zooplankton sangat bervariasi di berbagai wilayah laut. Bagian terbesar dari
organisme zooplankton adalah anggota filum Arthropoda dan hampir semuanya
termasuk kelas Crustacea. Holoplankton yang paling umum ditemukan di laut
adalah Copepoda. Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi di semua laut
dan samudera, serta merupakan herbivora utama dalam perairan-perairan bahari
dan memiliki kemampuan menentukan bentuk kurva populasi fitoplankton. Copepoda
berperan sebagai mata rantai yang amat penting antara produksi primer
fitoplankton dengan para karnivora besar dan kecil (Nybakken,1992). Romimohtarto
dan Juwana (1998) menyatakan bahwa Crustacea merupakan jenis zooplankton yang terpenting
bagi ikan-ikan, baik di perairan tawar maupun di perairan laut. Diantara
anggota filum Arthropoda, hanya Crustacea yang dapat hidup sebagai plankton
dalam perairan.Menurut Davis (1955), kelimpahan zooplankton sangat ditentukan
oleh adanya fitoplankton, karena fitoplankton merupakan makanan bagi
zooplankton. Silvania (1990) mengemukakan bahwa di perairan fitoplankton
mempunyai peranan sebagai produsen yang merupakan sumber energi bagi kehidupan
organisme lainnya. Hal ini juga didukung oleh Arinardi (1977) yang menyatakan
bahwa kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan fitoplankton,
karena fitoplankton adalah makanan bagi zooplankton, dengan demikian kuantitas
atau kelimpahan zooplankton akan tinggi di perairan yang tinggi kandungan fitoplanktonnya.
Zooplankton merupakan organisme penting dalam proses
pemanfaatan dan pemindahan energi karena merupakan penghubung antara produsen
dengan hewan-hewan pada tingkat tropik yang lebih tinggi. Dengan demikian
populasi yang tinggi dari zooplankton hanya mungkin dicapai bila jumlah
fitoplankton tinggi. Namun dalam kenyataannya tidak selalu benar dimana
seringkali dijumpai kandungan zooplankton yang rendah meskipun kandungan
fitoplankton sangat tinggi. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya “The Theory
of Differential Growth Rate” (Teori Perbedaan Kecepatan Tumbuh) yang
dikemukakan oleh Steeman dan Nielsen (1973) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan
zooplankton tergantung pada fitoplankton tetapi karena pertumbuhannya lebih
lambat dari fitoplankton maka populasi maksimum zooplankton akan tercapai
beberapa waktu setelah populasi maksimum fitoplankton berlalu.Selain itu
terdapat pula teori yang menerangkan terjadinya hubungan terbalik antara
zooplankton dan fitoplankton, teori ini dikenal dengan “Theory of Grazing”
yaitu dimakannya fitoplankton oleh zooplankton yang dikemukakan oleh Harvey et.
al (1935). Bila populasi zooplankton meningkat, pemangsaan fitoplankton akan
sedemikian cepatnya sehingga fitoplankton tidak sempat membelah diri, jika
jumlah zooplankton menurun dan menjadi sedikit maka hal ini memberi kesempatan
kepada fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak sehingga menghasilkan
konsentrasi yang tinggi (Davis, 1955).
Distribusi Zooplankton Penyebaran fitoplankton lebih
merata dibandingkan dengan penyebaran zooplankton. Zooplankton beruaya ke arah
mendatar dan tegak mengikuti kelompok fitoplankton dan jika sudah mencapai
tingkat kepedatan tertentu perkembangan zooplankton akan berkurang sedangkan
fitoplankton bertambah (Nybakken, 1992).Zooplankton melakukan migrasi secara
vertikal. Migrasi vertikal ialah migrasi harian yang dilakukan oleh organisme
zooplankton tertentu ke arah dasar laut pada siang hari dan ke arah permukaan
laut pada malam hari. Rangsangan utama yang mengakibatkan terjadinya migrasi
vertikal harian pada zooplankton adalah cahaya. Cahaya mengakibatkan respon
negatif bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila
intensitas cahaya di permukaan meningkat. Sebaliknya mereka akan bergerak ke
arah permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan menurun (Prasad, 1956).Pola
yang umum tampak adalah bahwa zooplankton terdapat di dekat permukaan laut pada
malam hari, sedangkan menjelang dini hari dan datangnya cahaya mereka bergerak
lebih ke dalam. Dengan meningkatnya intensitas cahaya sepanjang pagi hari,
zooplankton bergerak lebih ke dalam menjauhi permukaan laut dan biasanya
mempertahankan posisinya pada kedalaman dengan intensitas cahaya tertentu.
Di tengah hari atau ketika intensitas cahaya matahari
maksimal, zooplankton berada pada kedalaman paling jauh. Kemudian tatkala
intensitas cahaya matahari sepanjang sore hari menurun, zooplankton mulai
bergerak ke arah permukaan laut dan sampai di permukaan sesudah matahari
terbenam dan masih tinggal di permukaan selama fajar belum tiba.Migrasi
vertikal merupakan suatu fenomena universal yang dilakukan oleh zooplankton
tertentu. Perangsang utama yaitu cahaya, namun perangsang ini dapat
dimodifikasi oleh faktor lain seperti suhu. Beberapa alasan zooplankton
melakukan migrasi vertikal ialah
(1) untuk menghindari pemangsaan oleh para predator yang mendeteksi
mangsa secara visual;
(2) untuk mengubah posisi dalam kolom air; dan
(3) sebagai mekanisme untuk meningkatkan produksi dan menghemat energi
(Nybakken, 1992).
Peranan Zooplankton
Brooks (1969) menjelaskan bahwa zooplankton yang
meliputi semua hewan yang umumnya renik adalah bersifat herbivora yang memakan
fitoplankton. Hampir seluruh zooplankton sangat tergantung pada fitoplankton
dan pada trophic level zooplankton menempati tingkat kedua setelah fitoplankton
(Davis, 1955).Dalam rantai makanan, fitoplankton dimakan oleh hewan herbivora
yang merupakan konsumen pertama. Konsumen pertama ini pada umumnya berupa
zooplankton yang kemudian dimangsa pula oleh oleh hewan karnivora yang lebih
besar sebagai konsumen kedua. Demikianlah seterusnya rangkaian karnivora
memangsa karnivora lain (Nontji, 1987).Sebagai herbivora primer di ekosistem
perairan, peranan zooplankton sangat penting artinya karena dapat mengontrol
kelimpahan fitoplankton. Dengan demikian zooplankton berperan sebagai mata
rantai antara produsen primer dengan karnivora besar dan kecil (Nybakken,
1992). Struktur komunitas dan pola penyebaran zooplankton dapat dijadikan
sebagai salah satu indikator biologi dalam menentukan perubahan kondisi
perairan. Indeks Keanekaragaman Indeks keanekaragaman atau “Diversity Index”
diartikan sebagai suatu gambaran secara matematik yang melukiskan struktur
informasi-informasi mengenai jumlah spesies suatu organisme. Indeks
keanekaragaman akan mempermudah dalam menganalisis informasi-informasi mengenai
jumlah individu dan jumlah spesies suatu organisme. Suatu cara yang paling
sederhana untuk menyatakan indeks keanekaragaman yaitu dengan menentukan
persentase komposisi dari spesies di dalam sampel. Semakin banyak spesies yang
terdapat dalam suatu sampel, semakin besar keanekaragaman, meskipun harga ini
juga sangat tergantung dari jumlah total individu masing-masing spesies
(Kaswadji, 1976) .
Indeks keanekaragaman dapat dijadikan petunjuk seberapa besar tingkat pencemaran suatu perairan. Dasar penilaian kualitas air berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dapat dilihat dalam Tabel 1.
Indeks keanekaragaman dapat dijadikan petunjuk seberapa besar tingkat pencemaran suatu perairan. Dasar penilaian kualitas air berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiever (Wardoyo, 1974)
Nilai Indeks Kualitas Air Keterangan
3,0 - 4,5 Tercemar sangat ringan Menurut Shetty et al (1963)
2,0 - 3,0 Tercemar ringan
1,0 - 2,0 Tercemar sedang
0,0 - 1,0 Tercemar berat
Indeks Keseragaman
Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap
spesies dapat diketahui dengan menghitung indeks keseragaman. Indeks
keseragaman ini merupakan suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya
antara 0 – 1, semakin kecil nilai indeks keseragaman, semakin kecil pula
keseragaman suatu populasi, berarti penyebaran jumlah individu tiap spesies
tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu spesies mendominasi populasi
tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai indeks keseragaman, maka populasi
menunjukkan keseragaman, yang berarti bahwa jumlah individu tiap spesies boleh
dikatakan sama atau merata (Pasengo, 1995).Indeks Dominansi.Dominansi jenis
zooplankton dapat diketahui dengan menghitung Indeks Dominansi (C). Nilai
indeks dominansi mendekati satu jika suatu komunitas didominasi oleh jenis atau
spesies tertentu dan jika tidak ada jenis yang dominan, maka nilai indeks
dominansinya mendekati nol (Odum, 1971).
Parameter Lingkungan
Parameter Lingkungan
Kehidupan organisme dalam air sangat tergantung pada
kualitas air setempat, sehingga baik tumbuhan maupun hewan yang termasuk dalam
ekosistem perairan secara langsung maupun tidak langsung dapat dipengaruhi oleh
faktor fisika dan kimia airnya (Odum, 1971).Faktor abiotik seperti cahaya,
suhu, kecerahan, salinitas dan ketersediaan unsur-unsur hara sangat menentukan
kelimpahan plankton sebagai salah satu komponen biotik di dalam perairan
(Welch, 1952).
-Arus
Arus adalah gerakan massa air permukaan yang
ditimbulkan terutama oleh pengaruh angin. Arus dipengaruhi pula oleh
faktor-faktor lain seperti gravitasi bumi, keadaan dasar, distribusi pantai dan
gerakan rotasi bumi terutama arus-arus yang skala lintasannya besar seperti
arus-arus laut bebas (Nybakken, 1992).Akibat yang paling menguntungkan dari
adanya arus ialah adanya kemungkinan transpor bahan-bahan makanan dari satu
daerah ke daerah lain. Tetapi adapula kemungkinan bahwa bahan-bahan pencemar
terangkut ke daerah yang lebih luas. Arus membantu menyebarkan organisme,
terutama organisme-organisme planktonik. Arus juga menyebarkan telur dan larva
berbagai hewan akuatik sehingga dapat mengurangi persaingan makanan dengan
induk mereka (Koesoebiono, 1981). Selanjutnya oleh Wickstead (1965), dikatakan
bahwa arus sangat penting artinya bagi sebaran plankton di laut. Arus permukaan
maupun arus dasar perairan menyebabkan plankton dapat tersebar tidak merata
dalam volume air laut.Menurut Mason (1981), berdasarkan kecepatan arusnya maka
perairan dapat dikelompokkan menjadi berarus sangat cepat (> 100 cm/dtk),
cepat (50 – 100 cm/dtk), sedang (25 – 50 cm/dtk), lambat (10–25 cm/dtk) dan
sangat lambat (< 10 cm/dtk).
-Suhu (˚C)
Suhu merupakan parameter yang penting dalam
lingkungan laut dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
lingkungan laut. Menurut Hutabarat dan Evans (1988), suhu adalah salah satu
faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu
mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan organisme
tersebut. Selanjutnya Odum (1971) menyatakan bahwa suhu air mempunyai peranan
penting dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota air, sehingga kebutuhan
akan oksigen terlarut juga meningkat. Menurut Wardoyo (1974), makin tinggi
suhu, kadar garam dan tekanan parsial gas-gas yang terlarut dalam air maka
kelarutan oksigen dalam air berkurang.Pengaruh suhu pada plankton larva tidak
seragam di seluruh perairan dan terhadap masing-masing kelompok atau populasi.
Pada telur yang sedang berkembang dan larva dari hewan laut, toleransi terhadap
suhu air laut cenderung bertambah ketika mereka menjadi lebih tua. Dalam
perubahan suhu tersebut, pertumbuhan larva dipercepat oleh suhu yang lebih
tinggi (Romimohtarto dan Juwana, 1998).Menurut Ray dan Rao (1964), secara umum
suhu optimal bagi perkembangan plankton adalah 20˚C - 30˚C. Selanjutnya Shetty
et al (1963) mengatakan bahwa setiap organisme hidup mempunyai batas toleransi
terhadap suhu di sekitarnya.
-Salinitas
Salinitas adalah garam-garam terlarut dalam satu
kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken, 1992).
Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam air laut terlarut macam-macam garam terutama
NaCl, selain itu terdapat pula garam-garam magnesium, kalium dan sebagainya
(Nontji, 1987). Kandungan garam di laut tidak sama di berbagai tempat. Sebaran
salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan, dan aliran sungai. Friendrich (1969) mengemukakan bahwa
Copepoda mampu hidup pada kisaran salinitas tertentu bahkan pada kondisi
anaerob untuk Copepoda pelagis. Acartia longiremis hidup pada kisaran salinitas
6 – 35 o/oo , Centropages hamatus hidup pada kisaran salinitas 13 – 23 o/oo ,
Paracalanus parvus pada kisaran 19–34o/oo , dan Acrocalanus gibber dapat
menyesuaikan diri pada kisaran salinitas 32 -35 o/oo .Salinitas mempunyai
peranan yang penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi
biota laut akuatik. Salinitas merupakan parameter yang berperan dalam
lingkungan ekologi laut. Beberapa organisme ada yang tahan terhadap perubahan
salinitas yang besar, ada pula yang tahan terhadap salinitas yang kecil
(Nybakken, 1992).
Menurut Sachlan (1972), pada salinitas 0 - 10 o/oo
hidup plankton air tawar, pada salinitas 10 – 20 o/oo hidup plankton air tawar
dan laut, sedangkan pada salinitas yang lebih besar dari 20 o/oo hidup plankton
air laut.
Derajat Keasaman (pH).Nilai pH merupakan hasil pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat akan meningkatkan keasaman (Saeni, 1989).Boyd dan Linchtkopler (1979) menyatakan bahwa pH air sangat dipengaruhi oleh karbondioksida sebagai substansi asam. Fitoplankton dan vegetasi air lainnya mengurangi konsentrasi karbondioksida dalam air selama proses fotosintesis sehingga pH air akan turun pada malam hari.
Nilai pH suatu perairan adalah salah satu parameter yang cukup penting dalam memantau kualitas air. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktifitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme (Pescod, 1973). Menurut Omori dan Ikeda (1984) menyatakan bahwa pH air laut dianggap sebagai salah satu faktor utama yang membatasi laju pertumbuhan plankton dan nilainya berkisar antara 7,0 – 8,5.Suatu perairan dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH yang lebih besar dari 8,5 termasuk perairan yang tidak produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5 mempunyai produksi yang sangat tinggi (Kaswadji, 1976).
-Oksigen Terlarut
Derajat Keasaman (pH).Nilai pH merupakan hasil pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat akan meningkatkan keasaman (Saeni, 1989).Boyd dan Linchtkopler (1979) menyatakan bahwa pH air sangat dipengaruhi oleh karbondioksida sebagai substansi asam. Fitoplankton dan vegetasi air lainnya mengurangi konsentrasi karbondioksida dalam air selama proses fotosintesis sehingga pH air akan turun pada malam hari.
Nilai pH suatu perairan adalah salah satu parameter yang cukup penting dalam memantau kualitas air. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktifitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme (Pescod, 1973). Menurut Omori dan Ikeda (1984) menyatakan bahwa pH air laut dianggap sebagai salah satu faktor utama yang membatasi laju pertumbuhan plankton dan nilainya berkisar antara 7,0 – 8,5.Suatu perairan dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH yang lebih besar dari 8,5 termasuk perairan yang tidak produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5 mempunyai produksi yang sangat tinggi (Kaswadji, 1976).
-Oksigen Terlarut
Oksigen adalah suatu zat yang sangat esensial bagi
pernafasan dan merupakan suatu komponen yang utama bagi metabolisme ikan dan
organisme lainnya. Oksigen di perairan bersumber dari difusi udara,
fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air lainnya, air hujan dan aliran
permukaan yang masuk, sehingga tinggi rendahnya kadar oksigen dalam air banyak
bergantung pada kondisi gelombang, suhu, salinitas, tekanan parsial gas-gas
yang ada di udara maupun di air, kedalaman serta potensi biotik perairan. Makin
tinggi suhu, salinitas dan tekanan parsial gas-gas terlarut di dalam air, maka
kelarutan oksigen dalam air makin berkurang (Odum, 1971).Menurut Hutagalung dkk
(1997), adanya kenaikan suhu air, respirasi (khususnya malam hari), lapisan
minyak di atas permukaan laut dan masuknya limbah organik yang mudah terurai ke
lingkungan laut dapat menurunkan kadar oksigen dalam air laut.Oksigen
dibutuhkan oleh semua organisme, termasuk plankton. Pada siang hari proses
fotosintesis akan menghasilkan gelembung oksigen yang akan dimanfaatkan oleh
organisme laut termasuk zooplankton. Pengurangan oksigen dalam air dapat
mengurangi kecepatan tumbuh dan menyebabkan kematian. Menurut Pescod (1976)
kelarutan oksigen 2 ppm sudah cukup untuk mendukung kehidupan biota akuatik,
selama perairan tersebut tidak mengandung bahan toksik.
-Kekeruhan
Kekeruhan adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam
air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi yang terkandung
dalam air (Wardoyo, 1974). Selanjutnya dikatakan bahwa warna air umumnya
disebabkan oleh senyawa-senyawa organisme nabati seperti tanin, asam humus, gambut,
plankton dan tanaman air. Kekeruhan air umumnya memiliki sifat-sifat yang
berlawanan dengan kecerahan air. Kekeruhan merupakan sifat optik dari suatu
larutan yaitu hamburan dan absorbsi cahaya yang melaluinya dan tidak dapat
dihubungkan secara langsung antara kekeruhan dengan kadar semua zat suspensi
karena bergantung juga kepada ukuran dan bentuk butir (Alaerts dan Santika,
1987).Boyd (1979) menyatakan kekeruhan dapat disebabkan oleh suspensi partikel,
yang secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi organisme perairan.
Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan organisme yang menyesuaikan
diri pada air yang jernih menjadi terhambat dan dapat pula menyebabkan kematian
karena mengganggu pernafasan (Michael, 1994).Kekeruhan yang tinggi dapat mengkibatkan
terganggunya sistem osmoregulasi misalnya pernafasan dan daya lihat organisme
akuatik termasuk zooplankton, sehingga dapat mempengaruhi perkembangbiakan
plankton larva dan dapat mengakibatkan kematian (Effendi, 1997). Menurut Baka
(1996) bahwa kekeruhan perairan yang kurang dari 5 NTU tergolong perairan yang
jernih.
Macam-macam zooplankton yang bisa
di budidayakan
-Rotifera, terutama Brachionus sp.
-Cladocera, terutama Moina sp., dan
-Daphnia sp.
-Brachiopoda, terutama Artemia sp.
Berbagai macam zooplankton lainnya seperti
infusoria (paramecium),
jentik- jentik nyamuk, anak tiram, anak tritip (Balanus sp), anak bintang laut (Arbacia sp.), dan lain-lain.
Dengan membudidayakan plankton secara intensif,
maka kita akan dapat menyediakan makanan burayak dalam jumlah yang cukup, tepat
waktu, dan berkesinambungan. Oleh karena itu, dalam usaha pembudidayaan udang,
kerang dan ikan ataupun kepiting, perlu kita selenggarakan pula pembudidayaan
plankton sebagai persediaan makanan burayak.
BudidayaZooplakton
Adapun beberapa glongan dari zooplankton yang digunakan
sebagai pakan alami dan perlu dibudidayakan sebagai pakan alami burayak
diantaranya adalah :
1.Budidaya Infusoria
Infusoria adalah salah satu
kelas dari philum Protozoa. Dalam kelas Infusoria ini kita mengenal subkelas
Ciliata, yaitu kelompok hewan-hewan bersel satu yang berbulu getar (silia).
Beberapa jenis Ciliata yang sering kita dengar adalahParamaecium caudatum, Colpoda cicullus, Didinium nasutum, dan colpidium campylum.
Infusoria umumnya hidup di air
tawar, misalnya di sawah-sawah yang banyak jeraminya.Namun ada juga diantaranya
yang hidup di air laut. Makananya terdiri dari bakteri, protozoa lain yang
lebih kecil, ganggang renik, ragi dan detritus yang halus. Oleh karena itu Infusoria
biasanya menghuni perairan-peraiaran yang tercemar, yang sedang mengalami
proses pembusukan yang berat.
Paramecium relatif berukuran
besar (80 – 350 mikron). Dengan mata telanjang nampak seperti bintik putih yang
berrgerak-gerak. Bentuknya yang mirip sandal sehingga banyak yang menyebutnya
binatang sandal. Seluruh permukaan tubuhnya berbulu getar dan dipakai juga
sebagai alat gerak, muluitnya berupa lekukan yang terletak pada ujung tubuh
yang lancip.
Colpoda tubuhnya sedikit pipih,
cembung pada bagian punggung dan datar pada bagian perut. Lubang mulut sel
mengrah ke depan dengan dikelilingi bulu getar. Didinium berbentuk agak bulat
panjang, dengan bulu getar tersusun dalam rangkaian. Ujung depan tubuhnya
mempunyai bangunan seperti krucit yang menonjol. Sedangkan Colpidium berbentuk
lonjong dengan lubang mulut sel terletak ditengah-tengah tubuh.
Untuk pengembangbiakan bibit
Infusoria (khususnya Ciliata) dapat di jumpai di alam, dengan cara menggunakan
pipet panjang, beujung halus dan berbola penyedot yang besar. Karena Infisoria
suka bereang –renang bebas di antara akar-akar tanaman air (seperti Teratai dan
Eceng gondok), lagi pula ia tidak suka terhadap sinar matahari langsung.
Dengan alat tersebut kita
meyedot air langsung pada sarangnya. Air yang telah disedot ditampung dibotol
dan diamati di mikroskop apakah terdapat bibit Infusoria atau tidak.
Untuk mempermudah pengamatan Ciliata yang bergerak lincah
perlu dihambat dengan serabut kapas, serabut kertas lensa, agar-agar, selatin,
atau tragakan. Selain itu dapat juga digunakan metil selulose (10 g metil
selulose dalam 90 ml air suling). Apabila kita sudahmendapatkan bibitnya
selanjutnya dapat kita tularkan dalam media panangkaran.
Untuk penangkaran bibit
tersebut, kita dapat menggunakan air rebusan jerami. Media tersebut dibuat
dengan merebus 70 g jerami kering yang telah dipotong kedalam air suling selama
15 menit. Setelah dingin kita saring dan diencerkan dengan air suling lagi
sampai volume 1,5 L.
Selain air rebusan jerami, kita
juga dapat menggunkan media lain seperti air rebusan kacang panjang, air
rebusan kecambah, air rebusan daun selada, atau air beras.
Setelah kita mengetahui media
dan bibitnya, maka media yang telah kita buat diencerkan lagi dari 10 ml ke 100
ml kemudian dituangkan ke cawan petri dan bibit Ciliata yang sudah ada kita
masukan. Cawan petri ditutup dengan kain sutra dan disimpan ditempat yang gelap
dengan suhu berkisar 280 C. Setelah 1-2 minggu biasanya bibit telah
berkembang menjadi banyak.
Ciliata yang sudah banyak inilah
yang kita gunakan sebagai pakan dari burayak-burayak ikan yang kita pelihara,
terutama burayak yang sedang beralih makanan dari fitoplankton ke zooplanktone.
Apabila medium bididaya sampai berbau busuk, maka perlu penggantian air. Air
yang lama kita buang perlahan dengan selang secara bertahap, yang kemudian kita
masukan air baru dengan menggunakan selang juga, sampai volumenya kembali
seperti volume awal.
2.Budidaya Brachionus
Branchionus adalah hewan renik
panktonik termasuk dalam philum Trochelminthes, kelas Rotatoria (rotifera)
subkelas Monogononta, ordo Notomatida, subordo Hydatinia, family Branchiodae.
Beberapa jenis yang kita kenal antara lain adalah Brannchionus plicatilis, B. pala, B. angularis, B. mollis, B.
kuadratis, dan B. puncatus.
Ukuran tubuhnya antara 50-300 mikron dengan struktur
tubuh yang sangat sederhana. Ciri khas yang digunakan untuk penaman Rotatoria
atau Rotifera adalah terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini
bentuknya bulat dan berbulu getar, yang memberikan gambaran seperti sebuah
roda, sehingga dinamakan Rotifera.
Secara alami Branchionus suka
memakan jasad-jasad renik yang lebih kecil dari pada dirinya. Antara jenis
jantan dan betina terdapat perbedaan bentuk yang menylok, dimana yang jantan
ukurannya lebih kecil dari betina. Perkembangbiakan secara partenogenesis dan
dalam 8-12 hari dapat menghasilkan sebanyak 5 butir telur.
Hewan ini dapat ditemukan
diperairan tawar, payau,atau laut yaitu tergantung jenisnya. Penangkapan hewan
ini bisa menggunakan plankton net. Setelah didapat kita tempatkan pada tempat
pembibitan agar menjadi banyak. Tempat pembibitan kita buat dari air rebusan
kotoran kuda atau pupuk kandang lainnya. Mula-mula kita rebus 800 gr kotoran
kuda kering kedalam 1 L air. Setelah mendidih selama 1 jam kita dinginkan dan
disaring. Air saringan kita encerkan dengan air hujan yang telah di rebus
dengan volume dua kali lipat rebusan kotoran kuda. Media yang sudah jadi kita
masukkan kebotol ukuran 1 galon dan kita tulari bibit protozoa dan ganggang
renik sebagai pakan Branchionus, seelah 7 hari baru kita masukkan bibit
Branchionus. Biasanya bibit akan berkembang baik setelah mencapai waktu 1-2
minggu.
Cara lain untuk pembibitan yaitu
dengan cara menenmpatkannya kedalam medium air hijau (green water) yang sudah
terdapat fitoplanktonnya (Chlorella dan Tetraselmis). Setelah beberapa hari
maka akan berkambang menjadi lebih banyak dan siap digunakan sebagai pakan
burayak.
.
3.Budidaya Kutu Air
Kutu air termasuk dalam
udang-udangan renik berfilum Arthopoda, kelas Crustacea, subkelas Entomostraca,
ordo Phylopoda, subordo Cladocera. Contoh yang terkenal adalah Moina (100-1000 mkron) dan Daphnia (1000-5000 mikron). Diantara
udang-udangan lainnya, kutu air termasuk yang paling primitif.
Ciri umumnya adalah bentuknya
gepeng dari samping kesampaing. Dinding tubuh membentuk lipatan yang menutupi
bagian tubuh pada kedua belah sisinya, sehingga nampak seperti kerang-kerangan.
Diatas tubuh bagian belakang pada cangkang membentuk kantong yang berfungsi
untuk tempat penmpungan dan perkembangan telurnya.
Kutu air (khususnya Moina
dan Daphnia) hidup pada air tawar,
jarang yang hidupnya di laut yaitu Podon
dan Evadne. Makananya berupa
tumbuh-tumbuhan renik dan detritus dengan cara menggerakkan kaki-kakinya yang
pipih. Gerakan tersebut menimbulkan arus yang membawa makanan sampai dekat
mulutnya.
Hewan ini biasa hidup pada suhu
22-3o C dengan pH 6,6 – 7,4. Umur biota ini dapat mencapai 30 hari
dan setiap 2 hari sekali beranak yang kurang lebih jumlanya 33 ekor untuk Moina sedangkan Untuk Daphnia hanya sampai 12 hari dimana
setiap 1-2 hari bisa beranak sampai 29 ekor.
Untuk mendapatkan bibit, kita
bisa membelinya pada peternak kutu air yang sekarang sudah diperjual belikan.
Biasanya pada Balai Budidaya dan Panti pembenihan udang dan ikan.
Untuk mengamati ada tidaknya
bibit disuatu perairan, bisa menggunakan lempengan putih yang kita benamkan ke
air. Dengan latar belakang putih, kutu air akan tampak seperti kumpulan awan.
Pengamatan akan lebih mudah jika kita mengamatinya pada pagi hari yang cerah.
Bibit kemudian ditempatkan pada media penangkarang yang terbuat dari air tawar
yang sudah dimasukkan potongn jerami kering dan pupuk kandang masing-masing 0.2
kg/m2 tapi ditunggu setalah berwarna kecoklat-coklatan yang
mengindikassikan fitoplankton sudah tumbuh pada media tersebut sebagai
pakannya.
Penangkapan bibit harus pagi- pagi dengan peralatan
sebuah seser terbaut dari kain saringan plankton. Garis tengah seser 20-25 cm
bertangkai 2 m. Pengamatan kita lakukan disekitar kayu-kayu terapung, tunggul pohon
atau tanaman yang sedang membusuk. Setelah kita menemukan tempat hidupnya, kita
harus segera menangguknya dengan seser. Pada waktu menagguk, kita lakukan
sambil membuat olakan sehingga kutu air yang berada dibawah akan naik keatas.
Hasil tangkapan ditempatkan pada
ember berisi air tawar 20 L, karena kutu air sensitif terhadap panas maka kita
perlu sedia es batu sebagai pendinginnya. Wadah ditutup dan pada tutupnya
diberi lubang-lubang.
Bibit yang kita tangkap segera kita masukkan ke bak
penangkaran yang telah kita sediakan. Secara berkala (1-2 kali dalam seminggu)
air medianya kita pupuk lagi dengan pupuk kandang dengan ukuran yang sama
seperti waktu pertama. Apabila kepadatan sudah mencapai 4000 ekor / L, maka
kita sudah dapat memanennya yang biasanya dicapai antara 7-10 hari. Apabila
hasil panen kita banyak sehingga tdak habis sekali pakai, maka kita bisa
menyimpannya pada lemari es “freezer” bukan refrigerator.
4.Budidaya Artemia
Artemia atau “Brine Shrimp”
adalah sejenis udang-udangan primitif yang termasuk dalam philum Anthropoda,
kelas Crustacea, subkelas Branchiopoda, ordo Anastroca, famili Artemiidae.
Hewan ini hidup planktonik pada perairan berkadar garam tinggi ( antara 15-300
permil). Suhu yang dikehendakipun tinggi (antara 25-30o C) degan oksigen
terlarut sekitar 3 mg/Ldan pH antara 7,3 – 8,4.
Artemia dewasa mampu mencapai
panjang 1-2 cm dengan berat sekitar 10 mg. Anaknya yang baru menetas (nauplius
instar 1) panjangnya mencapai 0,4 mm dengan berat sekitar 15 mikrogram. Secara
alami makanannya berupa detritus, ragi laut, bakteri, ganggang renik dan biota
lainnya yang ukurannya50 mikron kebawah.
Perkembangbiakan dengan biseksual dan partenogenesis.
Perkembangan pada jenis biseksual harus melalui perkawainan antara betina
jantan. Pada kedua jenis perkembangbiakan tersebut bisa terjadi ovovivipar
maupun ovipar.
Ovoviviparitas biasaya terjadi
pada keadaan lingkungan yang cukup baik dengan kadar garam kurang lebih 150
permil dengan kandungan oksigen yang cukup baik. Sedangkan oviparitas terjadi apabila
keadaan lingkungan nya buruk. Telur yang bercangkang tebal itu memang disiapkan
untuk keadaan lingkungan yang buruk, bahkan juga kekeringan. Sementara itu
embrio yangberada dalam cangkang beristirahat (diapauze), jika kaeadaan sudah menjadi baik kembali maka telur akan
menetas menjadi burayak, yang selanjutnya akan hidup normal seperti biasa.
Artemia dewasa dapat hidup
hingga 6 bulan, sementara induk- induk betinanya akan beranak atau bertelur
setiap 4-5 hari sekali. Setiap kali dapat menghasilkan 50-300 ekor anak atau
telur. Anak-anak Artemia akan menjadi dewasa setelah berumur 14 hari.
Setelah Artemia meninggalkan sejumlah telur, sementara
itu keadaan lingkungan tetap saja memburuk maka Artemia rela untuk mati. Tetapi
jenis Artemia tidak akan punah karean apabila lingkungan sudah membaik kembali,
telur-telur itu akan beramai-ramai untuk menjadi induvidu baru.
Untuk mendapatkan bibit artemia,
kita dapat membeli bibit berupa kista (telur artemia) yang diawetkan di kaleng.
Dewasa ini yang sering berkembang di indonesia adalah telur Artemia merk Greatwall dari Cina yang merupakan
jenis partenogenesis dan merk Bio Marine
dari Great Salt Lake yang merupakan
jenis biseksual dari Amerika.
Apabila kita telah
mendapatkantelurnya, tahap untuk mendapatkan bibit yaitu kita harus menetaskan
telur tersebut terlebih dahulu secara khusus. Anaknya yang baru menetas
(nauplius) akan dijadikan sebagai sebagai bibit untuk penebaran.
Untuk menetaskan Artemia kita
perlu wadah bening dan dengan alas (dasar) berbentuk krucut, sedangkan
ukurannya boleh bermacam-macam mulai dari kapsits 3 L sampai 75 liter. Dengan
media air laut biasa (kadar garam kurang lebih 30 permil), jumlah kepadatan
telur yang kita tetaskan antara 5-7 g/L. Dengan suhu 25-30o C
sedangkan kadar oksigennya harus lebih dari 2 mg/L. Oleh karena itu medianya
harus kita udarai, baik dengan blower, kompresorataupun aerator yang
disambungkan dengan selang plastik dan tidak usah menggunakan batu aerasi
dengan pengudaraan secukupnya saja. Selain untuk aerator, aliran udara tesebut
juga berfungsi untuk mengaduk telur artemia yang berada dibawah agar tersebar
merata.
Untuk merangsang proses
penetasan kita gunakan lampu TL untuk pencahayaanyang di tempatkan disamping
wadah dengan pencahayaan sekitar 1.000 luks. Dalam waktu 24-36 jam setalah
pemasukan telur, biasanya telur-telur itu sudah menetas menjadi anak artemia
(nauplius). Selagi burayak masih belum perlu makan (kurang dari 24 jam sesudah
menetas), harus kita tangkap. Sebelum penangkapan, pengudaraan harus dimatikan
terlebih dahulu. Kemudian bagian atas wadah penetasan kita tutup dengn kain
atau plastik hitam, sedangkan bagian bawahnya kita sinari. Setelah itu kita
tunggu 5-10 menit.
Dengan cara demkian, maka
cangkang telurnya yang telah kosong akan mengapung ke permukaan, sedangkan anak
Artemia akan mengumpul ke bawah, karena tertarik dengan pencahayaan.
Selanjutnya anak artemia kita sedot dan kita tampung agardan kita cuci (rendam)
agar kotoran hilang. Anak Artemia yang sudah bersih itulah yang akan dijadikan
sebagai bibit pada Budidaya massal.
Daftar pustaka
Handayani, Sri dan Mufti P. Patria. 2005 www.zaldibiaksambas.file.wordpress.com
Jusadi, Dedi. 2003. BUDIDAYA PAKAN ALAMI.
Dwirastina, Mirna. 2011. Pengamatan Zooplankton Di Sungai Siak,RIAU