perpustakaan online

Selasa, 29 Mei 2012

Rule of law
KATA PENGANTAR

Puji sukur kehadirat Allah SWT. Dengan segala kekuasaannya menjadikan kita sebagai mahluk yang paling sempurna di bandingkan mahluk-Nya yang lain. Salawat dan salam senantiasa tetap tercurah kepada baginda kita Muhammad SAW. Kepada keluarganya, sahabat dan seluruh umatnya yang insya Allah kita termasuk salah satu didalamnya.
Laporan ini saya susun untuk memenuhi salah satu persyaratan yang telah disepakati antara pihak mahasiawa yang magang dengan instansi terkait.Terselesainya laporan ini tidak terlepas dari bimbingan semua pihak. Laporan ini dapat selesai berkat bantuan semua pihak maka dari itu kami ingin mengucapkan banyak terimakasih atas bimbingan selama ini dan tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT atas rahmat dan ridho yang telah dilimpahkanNya, kami dapat menyelasaikan tugas makalah ini dengan baik.
2. Bapak Ir.M. Rasyid Fadholi,MS selaku Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Kelas D
3.  Teman – teman kelompok 3 yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan tugas ini.
4. Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu yang dimana telah berpartisipasi membantu dalam segala hal yang berkaitan dengan proses kegiatan magang dan penyusunan laporan ini.

Malang, 2 April 2012

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………………….
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………
Daftar Isi …………………………………………………………………………………...
BAB I. Pendahuluan ……………………………………………………………………....
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………....
1.2 Tujuan Pembahasan …………………………………………....………………
BAB II. Isi ……………………………………..…………………...……. ………………..
2.1 Latar Belakang Rule of Law ………………………..…………………………
2.2 Prinsip – Prinsip Rule of Law ……………………..…………………………..
2.3 Strategi ( Pelaksanaan ) Rule of Law di Indonesia …………………………….
BAB III. Penutup……………………….…………………………………………………..
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………….……
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….








BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari hukum tidak lepas dari kita, mulai dari nilai, tatak rama, norma hingga hukum perundang-undangan dalam peradilan. Sayangnya hukum di Negara kita masi kurang dalam penegakannya, terutama dikalangan pejabat bila dibandingkan dengan yang ada pada golongan menengah kebawah. Kenapa bisa begitu karena hukum di Negara kita bias dibeli dengan uang, siapa yang punya uang dialah sang pemenang dari peradilan, siapa kuat dia dapat itulah selogan buat peradilan di Negara Indonesia pada saat ini.
Melihat kenyataan yang demikian marilah kita benahi peradilan dengan diawali dari diri sendiri, dengan mempelajari norma atau hukum sekaligus memahami dan menegakannya sesuai dengan keadilan yang benar.
Rule of law adalah istilah dari tradisi common law dan berbeda dengan persamaannya dalam tradisi hukum Kontinental, yaitu Rechtsstaat (negara yang diatur oleh hukum). Keduanya memerlukan prosedur yang adil (procedural fairness), due process dan persamaan di depan hukum, tetapi rule of law juga sering dianggap memerlukan pemisahan kekuasaan, perlindungan hak asasi manusia tertentu dan demokratisasi. Baru-baru ini, rule of law dan negara hukum semakin mirip dan perbedaan di antara kedua konsep tersebut.
Rule of law tumbuh dan berkembang pertama kali pada negara-negara yang menganut sistem seperti Inggris dan Amerika Serikat, kedua negara tersebut mengejewantahkannya sebagai perwujudan dari persamaan hak, kewajiban, dan derajat dalam suatu negara di hadapan hukum. Hal tersebut berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), di mana setiap warga negara dianggap sama di hadapan hukum dan berhak dijamin HAM-nya melalui sistem hukum dalam negara tersebut.
Di Indonesia, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip rule of law, yang pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap ‘’rasa keadilan’’ bagi rakyat Indonesia. Dengan kata lain, pembukaan UUD 1945 memberi jaminan adanya rule of law dan sekaligus rule of justice. Prinsip-prinsip rule of law di dalam pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.2 Tujuaan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan pada makalah ini adalah :
  1. Menjelaskan pengertian dan lingkup Rule of  Law.
  2. Menjelaskan Prinsip-prinsip Rule of Law secara Formal di Indonesia.
  3. Menjelaskan bagaimana strategi ( pelaksaan ) Rule of Law di Indonesia.














BAB II
ISI

2.2 Latar Belakang Rule of Law
Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law. Misalnya gerakan revolusi Perancis serta gerakan melawan absolutisme di Eropa lainnya, baik dalam melawan kekuasaan raja, bangsawan maupun golongan teologis. Oleh karena itu menurut Friedman, antara pengertian negara hukum atau rechtsstaat dan Rule of Law sebenarnya saling mengisi (Friedman, 1960: 546). Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law. Dalam hubungan ini Pengertian Rule of Law berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara.
Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau Rule Of Law. Rechsstaat atau Rule Of Law. Itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara hukum merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Menurut Asshid diqie, ( 2005 ), Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau nomos. Dalam negara hukum yang demikian ini, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh karena itu prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat atau democratische rechstssaat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka atau machtsstaat. Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar atau constitutional democracy yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtsstaat).
Latar belakang kelahiran rule of law:
1. Diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan  Negara.
2. Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional.
3. Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi negara hukum.

Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law bukan rule by the man yang dibuat oleh individu. Dan unsur-unsur rule of law menurut A.V. Dicey terdiri dari :
a.     Supremasi aturan-aturan hukum.
b.     Kedudukan yang sama didalam menghadapi hukum.
c.     Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan.
Menurut Friedman (1959) yang membedakan rule of law menjadi dua yaitu:
Pertama, pengertian secara formal (in the formal sence) diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara. Kedua, secara hakiki/materiil (ideological sense), lebih menekankan pada cara penegakannya karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut rule of law adalah:
1.     Adanya perlindungan konstitusional.
2.     Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3.     Pemilihan umum yang bebas.
4.     Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5.     Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6.     Pendidikan kewarganegaraan.
2.1 Prinsip – Prinsip Rule of Law
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom. Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan sosial. Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu :
-       Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3).
-       Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1).
-       Segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hokum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1).
-       Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hokum (pasal 28 D ayat 1).
-       Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan (penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum) “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip dasar penerapan nilai pada rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini didukung kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi social yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersufat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Prinsip-prinsip rule of law secara formal juga tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa :
1.     Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,…karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan ”peri keadilan”.
2.     …kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, ”adil” dan makmur.
3.     …untuk memajukan  ”kesejahteraan umum”,…dan ”keadilan social”.
4.     …disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indoensia itu dalam suatu ”Undang-Undang Dasar Negara Indondsia”.
5.     ”…kemanusiaan yang adil dan beradab”.
6.     …serta dengan mewujudkan suatu ”keadilan sosial” bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan sosial.
2.3 Strategi ( pelaksanaan ) Rule of Law di Indonesia.
Agar pelaksanaan Rule of Law bisa berjalan dengan yang diharapkan, maka:
1.  Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa.
2.  Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
3.  Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan.
Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo, 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hokum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat. Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”, kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
2. Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun.
3. Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
·  Kasus korupsi KPU dan KPUD;
·  Kasus illegal logging;
·  Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA);
·  Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika ;
·  Kasus perdagangan wanita dan anak.
Pelaksanaan Rule Of Law mengandung keinginan untuk terciptanya Negara hukum , yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan Rule Of Law harus diartikan secara hakiki ( materil ) yaitu dalam arti pelaksanaan dari just law. Prinsip – prinsip Rule Of Law secara hakiki sangat erat kaitannya dengan “the enofercement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip – prinsip rule of law. Secara kuantatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Rule of Law telah banyak dihasilkan di Negara kita, namun implementtasi / penegakannya belum mencapai hasil yang optimal. sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan Rule of Law belum dirasakan sebagian masyarakat.
Dasar pijakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum sekarang ini tertuang dengan jelas pada pasal 1 ayat ( 3 ) UU 1945 Perubahan Ketiga, yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara hukum “. Dimasukkanya ketentuan ini ke dalam pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat Negara, bahwa Negara Indonesia adalah dan harus merupakan Negara hukum. Juga ada dasar lain yang dapat dijadikan landasan bahwa indoanesia adalah Negara hukum dalam arti materiil terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945, sebagai berikut :
1.Pada Bab XIV tentang Perekonomian Negara dan kesejahteraan sosial Pasal 33 dan pasal 34 UUD 1945, yang menegaskan bahwa Negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian Negara dan kesejahteraan rakyat.
2.Pada bagian penjelasan umum tentang pokok – pokok pikiran dalam pembuakaan juga dinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan rakyat.





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ø  Rule of law sangat diperlukan untuk Negara seperti Indonesia karena akan mewujudkan keadilan. Tetapi harus mengacu pada orang yang ada di dalamnya yaitu orang-orang yang jujur tidak memihak dan hanya memikirkan keadilan tidak terkotori hal yang buruk.
Ø  Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesame warga Negara maupun pemerintah.
Ø  Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi dua yaitu:
1.     Pertama, pengertian secara formal (in the formal sence) diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara.
2.     Kedua, secara hakiki/materiil (ideological sense), lebih menekankan pada cara penegakannya karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law).
Ø  Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945.
Ø  Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945. Agar kita dapat menikmati keadilan maka seluruh aspek Negara harus bersih, jujur, mentaati undang-undang, juga bertanggung jawab, dan menjalankan UU 1945 dengan baik.












DAFTAR PUSTAKA

Hombar Pakpahan, 2009. Kesadaran Hukum Masyarakat ,  Diakses pada http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/08/kesadaran-hukum-masyarakat.html
Komara Endang. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Multazam.
Kusmiaty, Dra, dkk. 2000. Tata Negara. Jakarta : PT Bumi Aksara
Tim Dosen Kewarganegaraan UPT Bidang Study Unipersitas Padjadjaran. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: UPT Bidang Study Universitas Padjadjaran
Wahab, Abdul Azis dkk. 1993. Materi Pokok Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka DEPDIKBUD.
Wolhoff, G. J. 1960. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Timun Mas.



Revitaslisasi perikanan yang telah dicanangkan oleh Presiden SBY (11/06/2005) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan, khususnya nelayan. Namun demikian gerakan semacam ini bukan hal baru yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dari periode ke periode kepemerintahan gerakan semacam ini telah mengalami berbagai perubahan nama, akan tetapi kesejahteraan nelayan tetap saja belum mengalami perubahan. Misalnya pada periode pemerintahan sebelumnya gerakan ini dikenal dengan protekan 2003 dan gerbang mina bahari.
Kegagalan berbagai gerakan tersebut selama ini disebabkan oleh kurangnya keseriusan pemerintah dalam melaksanakan gerakan tersebut. Selama ini berebagai gerakan tersebut hanya dijadikan ??argon??pemerintah dalam ??eninabobokan??masyarakat miskin, khususnya nelayan. Salah satu ketidakseriusan pemerintah dalam melaksanakan gerakan tersebut dapat dilihat dari masih maraknya kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia. Padahal illegal fishing tersebut merupakan salah satu kunci suksesnya gerakan peningkatan kesejahteraan nelayan tersebut.
Misalnya target revitalisasi perikanan tersebut adalah peningkatan produksi perikanan perikanan sekitar 9 juta ton per tahun. Target ini sama saja dengan target gerbang mina bahari dan protekan 2003. Menurut catatan Departemen Kelautan dan Perikanan produksi perikanan tangkap indonesia saat ini mencapai 4,4 juta ton per tahun. Sementara itu menurut laporan FAO tahun 2001 Indonesia setiap tahunnya kecurian ikan sebanyak 1,5 juta ton atau setara dengan uang sekitar 2,3-4 milyar dolar AS. Artinya apabila sumberdaya ikan yang dicuri tersebut dapat dimanfaatkan oleh kapal-kapal perikanan nasional maka produksi perikanan laut dapat meningkat sampai 5,9 juta ton per tahun atau sekitar 92,19 persen dari potensi sumberdaya ikan laut Indonesia (6,4 juta ton per tahun). Dengan demikian potensi sumberdaya ikan di perairan indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal oleh kapal perikanan nasional.
Selain itu juga apabila sumberdaya ikan yang dicuri tersebut dimanfaatkan oleh armada penangkapan nasional maka sedikitnya dapat menghidupi bahan baku industri-industri pengolahan hasil perikanan, misalnya industri pengalengan tuna. Karena umumnya sumberdaya ikan yang dicuri dari perairan indonesia adalah ikan tuna dan ikan pelagis besar lainnya. Misalnya setiap industri pengalengan ikan tuna umumnya memerlukan bahan baku perhari minimalnya sekitar 80 ? 100 ton atau sekitar 28.000 ? 36.000 ton per tahun maka sumberdaya ikan yang dicuri tersebut sedikitnya dapat menghidupi sekitar 42 industri pengalengan ikan tuna nasional.
Dengan demikian target revitalisasi perikanan untuk membangkitkan industri pengolahan ikan akan terlaksana dengan baik. Selain itu juga kekhawatiran para pemilik industri pengalengan ikan tuna yang ada saat ini terhadap kekurangan bahan baku dapat diminimalisir.
Menurut catatan Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia APII empat tahun lalu tersebar tujuh industri pengalengan ikan tuna di Jawa Timur. Tetapi, kini empat unit di antaranya tidak berproduksi lagi karena kekurangan bahan baku. Di Sulawesi Utara, yang semula memiliki empat industri yang sama, sekarang tinggal dua industri yang beroperasi. Itu pun setelah diambil alih investor dari Filipina. Sementara itu, di Bali juga tinggal satu unit, padahal sebelumnya ada dua industri pengalengan ikan tuna.
Selain itu juga pemberantasan illegal fishing tersebut akan sangat berdampak positif terhadap pencapaikan target revitalisasi perikanan lainnya seperti pertama, peningkatan devisa ekspor. Selama ini praktek illegal fishing tersebut telah mengurangi peran tempat pendaratan ikan nasional dan pembayaran uang pandu pelahuhan. Hal ini akan berdampak secara nyata terhadap berkurangnya pendapatan ekspor nasional. Hal ini juga berimplikasi serius terhadap aktivitas pengawasan, di mana jika aktivitas pengawasan tersebut didukung secara keseluruhan atau sebagian oleh pendapatan ekspor (atau pendapatan pelabuhan).
Kedua, penyerapan tenaga kerja, illegal fishing selama ini telah mengurangi potensi ketenagakerjaan nasional dalam sektor perikanan seperti perusahaan penangkapan ikan, pengolahan ikan dan sektor lainnya yang berhubungan. Ketiga, peningkatan konsumsi ikan masyarakat dan peningkatan pendapatan nelayan. Maraknya illegal fishing akan mengancam pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal dan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional.
Hal ini akan meningkatkan resiko kekurangan gizi dalam masyarakat. Selain itu juga praktek illegal fishing selama ini telah mengancam keamanan nelayan Indonesia khususnya nelayan-nelayan tradisional dalam menangkap ikan di perairan Indonesia. Hal ini disebabkan, nelayan asing selain melakukan penangkapan secara illegal juga mereka tak jarang menembaki nelayan-nelayan tradisional yang lagi melakukan penangkap`n ikan di fishing ground yang sama.
Memberantas Illegal Fishing
Dengan melihat pentingya pemberantasan illegal fishing terhadap pencapaikan target revitalisasi perikanan maka hendaknya pemerintah saat ini untuk merumuskan langkah-langlah komprehensif dalam menangani illegal fishing tersebut. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menangani illegal fishing tersebut, yaitu pertama, mempercepat pembentukan keputusan presiden (Keppres) illegal fishing yang saat ini masih dipersiapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Keppres tersebut hendaknya dapat dijadikan payung hukum dalam memberantas illegal fishing di perairan Indonesia. Namun demikian keberadaan keppres tersebut hendaknya diikuti dengan adanya penegakan hukum yang tegas dan berpihak kepada kepentingan nasional.
Kedua, peningkatan kesadaran dan kerjasama antar seluruh stakeholders perikanan dan kelautan nasional dalam pemberantasan praktek illegal fishing. Hal ini perlu dilakukan karena praktek illegal fishing selama ini banyak dilakukan oleh stakeholders perikanan itu sendiri, termasuk pemerintah dan pengusaha perikanan. Hal mendesak yang perlu dilakukan adalah memberantas KKN dalam penurusan ijin penangkapan ikan.
Ketiga, peningkatan peran Indonesia dalam kerjasama pengelolaan perikanan regional. Dengan meningkatkan peran ini Indonesia dapat meminta negara lain untuk memberlakukan sangsi bagi kapal yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Dengan menerapkan kebijakan anti illegal fishing secara regional, upaya pencurian ikan oleh kapal asing dapat ditekan serendah mungkin. Kerjasama ini juga dapat diterapkan dalam konteks untuk menekan biaya operasional MCS sehingga joint operation untuk VMS (Vessel Monitoring Systems) misalnya dapat dilakukan.
Hemat penulis pemberantasan praktek illegal fishing di perairan Indonesia saat ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Artinya pemerintah dan stakeholders perikanan dan kelautan lainnya perlu bekerjasama untuk memberantas praktek illegal tersebut. Karena apabila hal ini tidak secepatnya dilakukan maka revitalisasi perikanan hanya akan sebagai jargon saja. Sudah saatnya potensi sumberdaya ikan di perairan Indonesia untuk dimanfaatkan secara penuh oleh masyarakat Indonesia sendiri







Ikan tuna saat ini adalah sebagai salah satu sumber baku bagi perekonomian Indonesia memegang peran penting yang cukup penting, mengingat poteni sumber daya ikan tuna di perairan Indonesia tersedia cukup besar dan belum di manfaatkan secara optimal. Komoditas ikan tuna beserta produk-produk turunya mempunyai daya keunggulan komperatif di pasar local maupun internasional, kemampuan usaha bisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya masyarakat perikanan. Pada bulan November Badan Sertifikasi Ekspor Ikan Tuna mengklaim volume ikan tuna di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan hingga empat persen perbulan tetapi itu masih dalam proses merangkak dan belum ada kenaikan secara signifikan, karena sebelumnya produksi ikan tuna selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal itu dipengaruhi faktor cuaca yang kemungkinan pada produksi ikan tuna saat ini bertambah dengan melihat banyaknya ikan berimigrasi ke Selat Makassar.
Produksi ikan tuna pada bulan sebelumnya seperti pada bulan Agustus cenderung menurun lantaran faktor cuaca dan kondisi laut tidak stabil. Berdasar pada data Badan Sertifikasi Ekspor Ikan Tuna selama 3 bulan terakhir, hingga Juli volume ekspor ikan tuna mencapai 98,850 kilogram, kemudian pada Agustus 119,464 kilogram serta pada September mengalami penurunan hingga 93,202 kilogram. Rata-rata ikan tuna itu ditangkap di perairan Teluk Bone , Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, dan diekspor sebagaian ke Uni Eropa.
Ikan tuna dari Bali ke sejumlah negara asing, terutama Jepang, terus menurun. Ini terjadi karena  banyak kapal penangkap ikan tuna yang tidak melaut lantaran cuaca buruk.  Sejak sebulan terakhir, ratusan kapal penangkap ikan tuna di Bali tidak berani melaut. Masalah itu mempengaruhi nilai ekspor ikan tuna dari Bali ke sejumlah negara Eropa, Asia dan Amerika. Cuaca membuat hasil tangkapan nelayan menurun. Pemilik kapal mengaku, dalam situasi alam yang tidak bersahabat seperti saat ini mereka hanya mampu membawa satu ton ikan tuna. Jumlah itu turun 60 persen dari hasil yang selama ini bisa diperoleh, antara lima hingga 10 ton ikan tuna.
Penurunan ekspor pada bulan September di Sulsel hampir semua pengusaha melakukan ekspor melalui pelabuhan di Bali karena terkena masalah sertifikasi. Apabila semua eksportir melakukan sertifikasi di Makassar, maka volume ikan tuna di Sulsel akan lebih besar, sebab rata-rata ikan tuna yang disertifikasi hampir semua dari Sulsel. Namun pada kondisi cuaca yang utama, bila dilihat pada Desember bertepatan dengan pengalihan musim hujan ke kemarau, dipastikan akan menurun. Selain itu peningkatan ekspor ikan tuna beralasan karena armada yang melakukan penangkapan ikan jenis ini tetap dan penangkapan dilakukan secara berkelajutan. Sistem operasional bagus dengan jaminan kemanan sehingga ikan ini menjadi permintaan primadona negara konsumen seperti Jepang dan Eropa. Bahkan kapal untuk menangkap ikan berkapasitas besar diperuntukkan menangkap ikan di perairan dalam.
Ikan tuna sirip biru yang paling menjadi komoditas utama. Ikan tuna sirip biru memang telah menjadi incaran sejak jaman dulu karena orang-orang tertarik dengan ukurannya yang sangat besar, dan kekuatan serta kecepatannya yang membuat mereka menjadi tantangan untuk ditangkap.
Dengan semakin meroketnya harga ikan tuna sirip biru di seluruh dunia, orang-orang pun akhirnya rela melakukan segala cara untuk menangkap ikan tuna tersebut, baik legal maupun ilegal. Ikan-ikan tuna raksasa sangat sulit untuk ditangkap. Para nelayan umumnya akan berhadapan dengan kondisi cuaca yang beresiko tinggi di perairan berbahaya Selat Tsugaru antara Honshu dan pulau utara Jepang Hokkaido, yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Laut Jepang. Setiap tahun pada awal Januari, acara lelang akbar di pasar Tsukiji, Tokyo, selalu berhasil mencetak harga yang sangat tinggi. Transaksi ikan yang paling mahal di dunia selalu terjadi disini. Minggu lalu ikan tuna seberat 342 kilogram telah mencatat rekor dunia yang baru ketika terjual dengan harga Rp. 3,5 Miliar. Ikan seperti ini bisanya dijual ke restoran sushi kelas atas di mana satu piring kecil dihargai lebih dari Rp. 1 juta.


Selama hampir 3 (tiga) dekade (antara Tahun 1970 s/d 1998) bisnis perudangan Indonesia telah mampu menyihir minat para pelaku usaha untuk menggelontorkan investasi dengan nilai yang sangat besar untuk melakukan spekulasi bisnis pada usaha ini. Namun terjadi penurunan produksi udang pada tahun 2009 dan 2010 pada kenyataannya lebih disebabkan oleh kegagalan produksi sebagai akibat serangan virus, dimana sumbernya dapat berasal dari udang impor. Importasi udang dan produknya dari negara lain memberikan kemungkinan penyakit udang untuk masuk ke Indonesia, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan dan berdampak terhadap kegagalan produksi udang nasional yang pada giliranya dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat pembudidaya.
Permasalahan pada tambak udang yang paling sering kita jumpai adalah masalah penyakit. Diantara penyebab penyakit ini di pengaruhi beberapa factor antara lain:
  1. Pemilihan lokasi yang sesuai dengan komoditas udang meliputi system irigasi baik, kualitas tanah dasar tidak tanah masam, konstruksi tambak kedap (maksimum bocoran 10%/minggu).
  2. Musim tebar yang tepat dan serentak pada tambak dalam kawasan/cluster (Use an all-out, all-in, once-only stocking of participating ponds),
  3. Penerapan bioskurity secara maksimal dengan menggunakan benih sehat (negative tes PCR), tandon (resevoar) atau biofilter untuk mencegah carier dan untuk perbaikan mutu air.
  4. Menjaga kestabilan lingkungan tambak selama proses pemeliharaan yaitu pengelolaan air terutama Pengelolaan Oksigen terlarut pada dasar tambak dan pengelolaan pakan.
  5. Memaksimalkan produk udang yang aman pangan (food safety), berkualitas dan menguntungkan dengan tidak menggunakan pestisida dan bahan kimia lainnya yang di larang.
Namun dari segi teknologi pembudidayaan udang terdiri atas beberapa tahapan teknologi budidaya, yaitu teknologi pembenihan, pdndederan dan pembesaran. Untuk mendukung budidaya pada berbagai tahapan diperlukan teknologi lain, misalnya, teknologi pakan dan nutrisi, pengendalian hama penyakit, pengelolaan kualitas air dan teknologi panen dan pasca panen serta pemasaran (Kartamiharja dkk, 2001). Mengingat buku ini hanya membahas mengenai pendederan dan pembesaran maka berikut ini akan dijelaskan mengenai teknologi pendederan dan pembesaran sebagaimana dijelaskan oleh Kartamiharja dkk.
a. Teknologi pendederan.
Teknologi pendederan pasca larva atau sering disebut pentokolan terdiri dari 2 pilihan yaitu :
  1. Teknologi pendederan indoor dengan menggunakan sistem air tersirkulasi.
  2. Teknologi pendederan outdoor dengan menggunakan kolam tanah, sawah dan karamba jaring apung (KJA).
Tujuan dari pendederan adalah :
  1. Mempersiapkan benur menjadi benih udang siap tebar (tokolan) untuk meningkatkan survival rate di kolam pembesaran.
  2. Memperpendek waktu pembesaran sehingga produk yang dihasilkan memenuhi ukuran konsumsi dan seragam.
  3. Menekan pemborosan benur.
b. Teknologi pembesaran
Pembesaran udang dapat dilakukan dengan sistem monokultur atau polikultur, dengan teknologi antara lain sebagai berikut :
  1. Teknologi pembesaran di kolam dengan persyaratan teknis tertentu
  2. Teknologi pembesaran di sawah tambak yang merupakan perairan pasang surut (contoh di wilayah Bengawan Solo, Jawa Tengah).Dengan teknologi ini udang dapat dibudidayakan secara polikultur dengan ikan lain misalnya tawes dan bandeng.
  3. Teknologi pembesaran di tambak darat yang mempunyai kadar garam kurang dari 10 permil. Persyaratan teknisnya hampir sama dengan pembesaran udang galah di kolam, namun yang perlu diperhatikan adalah proses aklimatisasi benih udang dari air tawar ke sedikit payau.
Lokasi tambak
Udang merupakan komoditas perikanan air tawar yang dalam pembudidayaannya memerlukan beberapa persyaratan dalam hal pemilihan lokasi kolam dan lingkungannya. Untuk lokasi, persyaratan utamanya adalah ketinggian, jenis tanah dan adanya air mengalir. Secara lengkap persyaratannya adalah sebagai berikut:

a. Syarat lokasi:
·       Ideal di dataran rendah dengan ketinggian ­ 400 M Dpl
·       Tanah lumpur berpasir
·       Terdapat sumber air mengalir
·       Bebas banjir
·       Bebas dari pencemaran
·       Keamanan terjamin
·       Mudah dijangkau
b. Syarat lingkungan:
·       pH : 7-8
·       Salinitas : 0-5 permil (namun sebaiknya air tawar)
·       Tinggi genangan : 80-120 cm
·       Temperatur air : 26°C-30°C
·       Kecerahan air : 25-45 cm
·       Oksigen terlarut : 5-7 ppm
·       Karbondioksida : 2-12 ppm
·       Amoniak (NH3) : < 2 ppm
Fasilitas Produksi dan Peralatan
a. Kolam
Bentuk kolam untuk budidaya udang sebaiknya memanjang sesuai aliran air masuk dan keluar. Hal ini akan bermanfaat terhadap peng-gantian air yang sempurna sehingga kandungan oksigen di dalam air akan tetap tinggi selama pemeliharaan. Ukuran kolam yang ideal adalah lebar maksimum 20 m dan panjang 50 m atau luas maksimal 1000 m2. Ukuran lebar ideal akan memudahkan dalam pemberian pakan, karena pakan udang dapat ditebar secara merata dari pinggir sampai ke tengah kolam. Hal tersebut sangat penting agar pendistribusian pakan dapat optimal karena udang hidup merayap dan tersebar ke seluruh dasar kolam. Selain itu, kolam mudah dikeringkan pada saat pemanenan.
Dasar kolam sebaiknya tanah berpasir dan diusahakan agar jumlah lumpur sesedikit mungkin. Hal ini untuk mencegah terjadinya pembusukan bahan organik sisa pakan atau kotoran udang yang dapat menimbulkan racun dan menyebabkan udang yang dipelihara mabuk atau stress.


b. Pematang
Pematang atau tanggul pembatas kolam harus dibuat kokoh dan kuat agar tidak longsor dan bocor. Lebar bagian atas dari pematang sebaiknya tidak kurang dari 1 m. Untuk memudahkan pengelolaan kolam, maka perbandingan antara sisi tegak dan sisi mendatar adalah 1 : 2 untuk tanah lempung dan minimal 1 : 1 untuk tanah berpasir.
c. Shelter
Udang selama hidupnya mengalami beberapa kali molting, dan pada saat itu udang berada pada kondisi yang paling lemah. Di sisi lain udang juga mempunyai sifat kanibal. Dengan demikian udang yang sedang molting perlu shelter yang diberikan merata di sekeliling kolam, agar udang terhindar dari kejaran udang yang sehat yang dapat memangsanya. Luas shelter sebaiknya kurang lebih 20% dari luas kolam. Shelter dapat dibuat dari pelepah daun kelapa atau pucuk pohon bambu yang telah dibuang daunnya atau anyaman bambu. Shelter diambangkan di dalam kolam, diikatkan pada patok bambu/kayu dengan kedalaman 40 cm dari dasar kolam. Foto 3. berikut ini menampilkan kolam dengan shelter berupa daun kelapa sedangkan shelter pada Foto 4. terbuat dari bambu yang dibentuk seperti kerangka bangunan.
d. Lubang penangkapan
Pada saat panen, udang harus dapat ditangkap dengan mudah, sehingga perlu dibuat lubang penangkapan yang disambung dengan selokan kecil (caren) memanjang di tengah kolam. Ukuran lubang penangkapan adalah panjang 2 m, lebar 3 m dan tinggi 0,75 m, sedangkan lebar caren adalah 0,5 m dengan kedalaman 0,4 m. Dengan adanya lubang penangkapan ini, udang yang akan dipanen akan terkumpul di dalamnya melalui caren.
e. Aerasi
Aerasi adalah upaya untuk menambah oksigen terlarut di dalam air. Kebutuhan oksigen untuk udang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan. Semakin padat udang yang dibudidayakan di kolam, semakin tinggi kelarutan oksigen yang diperlukan. Apabila debit air kurang mencukupi maka untuk memperkaya kelarutan oksigen, dilakukan aerasi dengan menggunakan kincir air. Apabila debit air cukup maka aerasi dilakukan dengan sistem air kolam yang mengalir.
f. Peluap dan drainase
Peluap diperlukan untuk mengatur tinggi permukaan air di kolam agar kedalamannya sesuai dengan yang diharapkan dan juga tidak terjadi over topping yang dapat merusak pematang. Lubang drainase digunakan untuk membuang kelebihan air di kolam, karena kolam yang ideal adalah yang selalu ada aliran masuk dan keluar selama 24 jam. Lubang drainase ini dapat dibuat dari pipa tanah liat (hong) yang menembus pematang menuju saluran drainase, kemudian disambung dengan pipa PVC vertical sebagai peluap dengan sambungan berbentuk “L” (siku) yang sewaktu-waktu dapat dilepas untuk mengurangi atau mengeringkan air saat udang dipanen.
Perkakas dan peralatan yang diperlukan oleh pembudidaya udang secara semi intensif di Kabupaten Sleman, DIY cukup sederhana dan tidak terlalu bervariasi. Perkakas dan peralatan tersebut antara lain meliputi seser bulat, seser kotak, cangkul, jala, drum plastik, kelambu/jaring hapa, keranjang, timbangan sampling dan timbangan gantung. Foto 5. berikut ini menampilkan jaring yang digunakan untuk memanen.
Sarana Produksi
a. Benih
Pembudidaya udang galah harus memperhatikan mutu benih yang akan ditebar, karena mutu menentukan laju pertumbuhan selama pembesaran di kolam. Ciri-ciri benih bermutu :
1)    Murni monospecies (Macrobrachium Rosenbergii);
2)    Sama umur dan ukuran;
3)    Tidak cacad fisik (kelainan bentuk);
4)    Bereaksi cepat terhadap rangsangan cahaya/mekanik dan bergerak aktif;
5)    Bebas dari penyakit (jamur, parasit, bakteri dan virus);
6)    Cepat tumbuh.
Jumlah benur yang disediakan perlu mempertimbangkan tingkat kematian (mortalitas) selama adaptasi dan pemeliharaan. Angka survival rate dari benur sampai tokolan ± 50%, sedangkan dari tokolan sampai udang konsumsi ± 50% – 75%.
Sebelum ditebar di kolam untuk pendederan, benur terlebih dahulu diaklimatisasi agar tidak stress karena perubahan secara mendadak, terutama perubahan suhu karena benur lebih peka terhadap perubahan suhu daripada udang galah dewasa. Aklimatisasi dilakukan dengan cara merendam kantung benur ke dalam kolam selama ±15 menit, kemudian kantong dibuka untuk penyesuaian dengan suhu udara selama ±15 menit sambil diperciki air kolam sedikit demi sedikit. Setelah beberapa saat baru kantong benur ditumpahkan ke dalam kolam secara perlahan dan hati-hati. Diusahakan agar benur berenang keluar dari kantong ke kolam dengan sendirinya. Perbedaan suhu 1-2°C dianggap cukup aman bagi benur untuk ditebar ke kolam.
b. Pakan
Pakan memegang peranan yang penting dalam budidaya udang. Pemberian pakan yang berkualitas baik dan dalam takaran yang tepat dapat mendukung keberhasilan panen udang galah. Pemberian pakan yang berkualitas jelek dan dalam jumlah yang kurang akan mengakibatkan pertumbuhan udang tidak maksimal dan meningkatkan sifat kanibalisme. Dilain pihak pemberian pakan yang berlebihan akan menyebabkan pemborosan dan pakan yang tidak terkonsumsi akan membusuk di dasar kolam yang mengakibatkan lingkungan kolam menjadi tidak sehat dan berdampak buruk pada pertumbuhan udang.
Pakan udang terdiri dari dua jenis, yaitu pakan alami berupa fitoplankton dan pakan buatan berupa pelet. Fitoplankton ditumbuhkan melalui pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) dan anorganik (Urea, TSP). Pemupukan perlu dilakukan secara periodik sesuai dengan kepadatan fitoplankton yang diinginkan. Pakan buatan yang digunakan harus mengandung kadar protein yang cukup dan bermutu bagi pertumbuhan udan, selain itu harus mengandung cukup vitamin dan mineral guna menambah daya tahan tubuh dan menghindari penyakit malnutrisi. Pakan juga harus memenuhi persyaratan fisik yang diperlukan agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh udang, yaitu jumlah pakan disesuaikan dengan ukuran dan umur udang yang dipelihara.
c. Kapur dan pupuk
Pengapuran dan pemupukan dilakukan pada saat persiapan kolam. Pengapuran dilakukan jika tanah dasar kolam bereaksi masam (pH < 6,0) dengan cara dan dosis yang tepat agar tidak merugikan kehidupan udang galah. Pengapuran dimaksudkan untuk meningkatkan pH tanah dasar kolam menjadi netral (pH 7,0) dan dapat berfungsi sebagai desinfektan. Dosis pengapuran harus disesuaikan dengan kondisi pH tanah dasar dan jenis kapur yang digunakan. Jenis kapur yang digunakan dapat berupa kapur sirih, kapur tohor, kapur tembok dan kapur karbonat/kapur giling.



pH Tanah
Kapur Giling (kg)
Kapur Tembok
Kapur Sirih (kg)
4,00
1690
1610
1130
4,50
1500
1430
1020
5,00
1130
1050
720
5,50
750
720
530
6,00
380
340
270
6,50
sedikit
sedikit
sedikit
7,00
-
-
-

Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang larut dalam air guna mendorong pertumbuhan fitoplankton yang merupakan pakan alami udang galah, dan pelindung udang dari terik sinar matahari. Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik (kompos) dan pupuk anorganik (urea dan TSP). Penggunaan pupuk organik lebih baik daripada pupuk anorganik karena dapat terhindar dari efek samping bahan-bahan kimia; aman bagi lingkungan, dan menjaga kesuburan dasar kolam dalam jangka waktu lama.
Jumlah pupuk yang digunakan tergantung pada tingkat kesuburan kolam. Pemupukan dilakukan pada air kolam, bukan dasar kolam karena dapat membahayakan kehidupan udang yang dipelihara. Dosis pemupukan awal untuk penyuburan dasar kolam adalah 100 kg/1.000m2 kolam. Untuk pupuk organik pemupukan dilakukan dengan melarutkan pupuk dalam ember, kemudian air yang telah mengandung pupuk di-percikkan secara merata di permukaan air kolam. Sedangkan untuk pupuk anorganik pemupukan dapat dilakukan dengan: a) ditebarkan ke seluruh permukaan dasar kolam ketika kolam diairi setinggi sekitar 10 cm atau b) dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlubang halus dan dicelupkan ke dalam air kolam di dekat pintu pemasukan air agar pupuk larut secara bertahap. Dosis pemupukan lanjutan adalah 20 kg/1.000m2 kolam.
d. Pemberantasan hama dan penyakit
Hama yang sering menyerang udang adalah predator dan ikan. Predator dalam budidaya udang antara lain adalah lele, gabus, betok, betutu, anjing-anjing air, belut dan ular serta ikan-ikan penyaing pakan seperti tawes, nila, mujair, dan ikan mas. Sedangkan kepiting adalah hewan yang dianggap sebagai pengganggu atau perusak karena melubangi pematang kolam. Untuk mencegah masuknya hewan-hewan tersebut, pada saluran air dapat dipasang saringan dan di sekeliling pematang dipasang net setinggi 60 cm. Cara lain adalah dengan penggunaan obat kimiawi seperti saponin (11-18 ppm), rotenan (0,2 ppm) atau chemfish (4 ppm). Untuk mencegah masuknya hama seperti musang air dan ular maka sekitar kolam harus bersih dari rumpun tanaman dan belukar.
Penyakit yang banyak menyerang udang galah adalah black spot, yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan jamur. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian dan menurunkan mutu udang galah. Obat yang dipergunakan untuk mencegah penyakit ini adalah obat anti bakterial yang diberikan secara oral melalui pakan.
Tenaga Kerja
Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk budidaya udang ditentukan oleh pola teknologi yang diterapkan dan besarnya skala usaha. Kebutuhan jenis tenaga kerja untuk budidaya udang secara semi intensif adalah sebagai berikut:
a. Tenaga kerja yang mempunyai keahlian mengenai pakan, penyakit dan hama.
b. Tenaga kerja kasar antara lain untuk mengatur air, pakan, mesin/pompa, dan memanen.
c. Tenaga kerja untuk menjaga keamanan lingkungan kolam.
Cara ini dipandang efektif dalam meningkatkan produktivitas kolam, karena berdasarkan pengalaman, tenaga kerja akan bekerja lebih giat dan bersungguh-sungguh dalam menggarap kolam dan ikut serta menjaga keamanan kolam.
Masalah Produksi Udang
Dalam budidaya udang ditemukan berbagai permasalahan antara lain:
1. Teknis Budidaya
Berbeda dengan memelihara ikan, pemeliharaan udang memerlukan lingkungan yang spesifik untuk tempat hidupnya. Kolam perlu didisain dengan dasar dan sedimen yang cocok dan sehat karena udang adalah hewan yang merangkak di dasar habitatnya. Kedalaman air, pemberian shelter tempat berlindung udang, sarana caren di dasar kolam, sirkulasi air masuk-keluar harus mendapat perhatian khusus untuk meningkatkan produksi dan kemudahan dalam pemeliharaan. Pemberian pakan yang tepat jumlah, mutu, ukuran dan waktu pemberian seringkali kurang mendapat perhatian khusus dan akibatnya produksi udang tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Tahap persiapan kolam dan pemupukan berkala selama pemeliharaan akan sangat membantu dalam efisiensi pemberian pakan, kestabilan kualitas air dan kompetisi dari hewan air lainnya.
Pembudidaya udang pemula biasanya menghadapi masalah dalam menentukan waktu panen, menetapkan ukuran udang yang sesuai dengan permintaan pasar, dan mengemas udang pasca panen dengan baik.
Terdapat beberapa hal pada saat panen yang harus dihindari agar tidak merugikan pembudidaya, antara lain:
  1. Panen dilakukan dengan mengeringkan kolam secara total, karena udang yang masih kecil ikut terpanen dan air yang telah kaya dengan organisme dan mineral terbuang percuma.
  2. Panen selektif dengan menggunakan jaring hapa dilakukan tanpa mengeringkan kolam, karena yang tertangkap adalah udang dengan ukuran tertentu. Kerugian yang muncul dengan sistem ini adalah banyak membutuhkan tenaga kerja dan ikan predator tidak dapat dibersihkan dari kolam.
  3. Udang hasil panen dicampur dengan udang yang sedang molting. Udang campuran tersebut mudah rusak sehingga tidak laku dijual ke pengepul. Akibatnya, udang tersebut harus dijual ke konsumen akhir dengan harga yang lebih murah.
2. Variasi Pertumbuhan Tinggi
Udang mempunyai kekhasan dalam variasi tumbuhnya. Dominasi udang yang cepat tumbuh terhadap yang lambat tumbuh merupakan penghambat dalam mengejar produktivitas udang yang akan dipanen. Teknologi seleksi udang pada ukuran tokolan merupakan satu pilihan untuk menghindari masalah tersebut. Udang yang cepat tumbuh dipelihara terpisah dengan udang yang lambat tumbuhnya, sehingga efisiensi pemberian pakan dapat terwujud dan pertumbuhan dapat lebih cepat.
3. Keterbatasan Benih Udang
Jaminan pasokan benih yang lancar dan cukup merupakan masalah utama yang sering dihadapi petani. Hal ini terjadi karena kurangnya hatchery dan cara pengoperasionalnya yang belum optimal sebagai akibat keterbatasan induk. Sebagai gambaran pada tahun 2001, permintaan benur udang mencapai sekitar 5.000.000 ekor, sementara kapasitas produksi dari hatchery yang ada hanya berkisar 700.000 – 1.000.000 ekor per bulan.
Lokasi pemeliharaan udang yang jauh dari hatchery merupakan masalah turunan selanjutnya. Konsekuensi dari kedua masalah itu adalah tambahan biaya produksi bagi petani. Kerjasama antar hatchery dan petani pentokolan dan pembesaran perlu digalakkan sehingga permasalahan penyediaan pasokan benih dari hatchery dapat ditangani oleh sekelompok petani pentokol saja. Petani pembesar akan mudah mendapatkan benih dari petani pentokol terdekat.