perpustakaan online

Jumat, 25 November 2011

Laporan Planktonologi 2011 I. PENDAHULUAN 
1.1. Latar Belakang Plankton merupakan jasad renik yang umumnya terdiri dari organisme pelagik baik yang berasal dari binatang maupun tumbuhan. Umumnya mereka berukuran sangat kecil dan terapung/melayang di kolam air. Gerakan mereka biasanya selalu ditentukan oleh gerakan masa air itu sendiri (Davis, 1955). Plankton mempunyai peranan penting dalam budidaya perairan, karena plankton adalah pakan alami ikan. Plankton juga merupakan produsen primer di perairan, baik perairan asin, tawar maupun payau. Karena ikan memakan plankton, saya sebagai mahasiswa perikanan budidaya, merasa perlu menggetahui plankton, karena plankton juga meyuburkan suatu perairan sebagai wadah budidaya. Praktikum planktonologi ini dilakukan dengan tujuan agar para mahasiswa dapat mengetahui pengertian tentang plankton, klasifikasi plankton berdasarkan habitat dan ukurannya, serta parameter fisika yang berhubungan dengan plankton. Para mahasiswa juga diharapkan dapat mengetahui konsep dasar mengenai kondisi lingkungan yang mempengaruhi distribusi plankton 
1.2. Tujuan Tujuan dari praktikum planktonologi adalah sebagai berikut :
1.2.1. Penetasan dan Kelulushidupan Artemia sp dalam air laut. a. Menerapkan teknik penetasan kista Artemia sp b. Mengamati bentuk-bentuk awal perkembangan instar dan nauplius Artemia sp c. Mempelajari fase-fase perkembangan dalam siklus hidup Artemia sp
1.2.2. Teknik Sampling Plankton a. Mengenal dan mempelajari struktur komunitas plankton perairan umum (tawar, payau, asin, tambak, pollder, pemancingan umum, sungai tercemar – tergantung ketersediaan lokasi); b. Menerapkan teknik pengambilan sampel plankton secara pasif di beberapa badan air (danau, muara, pesisir, sungai – tergantung ketersediaan lokasi); c. Menerapkan teknik pengelolaan sampel plankton (pengambilan, pengawetan, penyimpanan di lapangan dan di laboratorium).
1.2.3. Struktur Komunitas Plankton a. Mengamati dan mengidentifikasi sampel plankton yang diperoleh; b. Menganalisa data yang di dapat dari hasil pengamatan untuk mempelajari; kaitan distribusi plankton dengan faktor-faktor lingkungan.
1.2.4. Penetasan dan Kelulushidupan Artemia sp dalam Air Laut
a. Menerapkan teknik penetasan kista Artemia sp;
b. Mengamati bentuk-bentuk awal perkembangan instar dan nauplius Artemia sp;
c. Mempelajari fase-fase perkembangan dalam siklus hidup Artemia sp.
1.2.5. Pengamatan Microalgae dan Daphnia sp a. Mengetahui sifat, bentuk dan morfologi beberapa jenis Fitoplankton dan Zooplankton. 1.3. Waktu dan Tempat Pengambilan sample dilaksanakan pada hari sabtu, pukul 07.00-15.30 WIB kolam kolam pembenihan,batu, malang. Sedangkan Analisis laboratorium dilaksanakan pada hari sabtu, 26 Nov pukul 07.00 - 13.00 WIB di Laboratorium Ilmu – ilmu Perairan Fakultas Perikanan, Brawijaya. 
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sampling Plankton
2.1.1. Teknik Sampling Plankton Metode sampling Plankton terbagi menjadi dua yaitu metode Kualitatif, yaitu dimaksudkan untuk mengetahui jenis–jenis plankton. Sedangkan metode Kuantitatif, yaitu untuk mengetahui kelimpahan plankton yang berkaitan dengan distribusi waktu dan tempat. (Omori dan Ikeda,1992) Metoda pengambilan sampling terbagi menjadi dua yaitu Pengambilan Sampling secara Horizontal ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran plankton horizontal. Plankton net pada suatu titik di laut, ditarik kapal menuju ke titik lain. Jumlah air tersaring diperoleh dari angka pada flowmeter atau dengan mengalikan jarak diantara dua titik tersebut dengan diameter plankton net. Flowmeter untuk peningkatan ketelitian. Sampling secara Vertikal yaitu dengan meletakkan plankton net sampai ke dasar perairan, kemudian menariknya keatas. Kedalaman perairan sama dengan panjang tali yang terendam dalam air sebelum digunakan untuk menarik plankton net ke atas. Volume air tersaring adalah kedalaman air dikalikan dengan diameter mulut plankton net. (Omori dan Ikeda,1992) Jenis Peralatan Sampling Plankton: Peralatan yang dapat digunakan dalam kegiatan sampling plankton adalah: 1. Sampling menggunakan tabung/botol air (Water bottle) (Omori dan Ikeda, 1992). Sampling dilakukan dengan mengambil air laut pada kedalaman tertentu, menggunakan botol 100 ml. Sampling pada perairan di wilayah pantai dimana kelimpahan plankton tinggi. Sampling untuk plankton berukuran kecil ( fito atau nannoplankton ). Sampling mendapatkan air sampel 1 – 50 liter. 2. Sampling menggunakan Van Dorn/ Nansen Bottle Sampler (Omori dan Ikeda,1992). Gambar 1. Tabung Van Dorn Tabung Van Dorn atau Nansen Bottle Sampler terbuka diturunkan pada kedalaman tertentu. Tabung Van Dorn atau Nansen Bottle Sampler akan ditutup dengan meluncurkan ring atau besi pemberat sehingga bagian atas dan bawah akan tertutup. 3. Sampling menggunakan Pompa Hisap (Romimohtarto dan Juwana,1998) Gambar 2. Pompa Hisap Sampling dengan memompa air laut dari kedalaman tertentu. Ujung pompa hisap diturunkan sampai dengan kedalaman tujuan. Air sampel ditampung dan disaring. Keuntungannya volume dan kedalaman dapat ditentukan. Kekurangannya volume air dibatasi oleh diameter pipa penghisap. Tidak semua plankton dapat terhisap sesuai tujuan. 4. Sampling menggunakan Plankton Net (Omori dan Ikeda,1992;Romimohtarto & Juwana, 1998) Plankton Net untuk phytoplankton berukuran diameter 31 cm dengan mata jaring berukuran 30 – 60 mikron.Plankton Net untuk zooplankton berukuran diameter 45 cm dengan mata jaring berukuran 150 – 500 mikron. Plankton Net untuk ikhtyoplankton berukuran diamater 55 cm. 2.1.2. Teknik identifikasi plankton Identifikasi dilakukan dengan bantuan mikroskop perbesaran 100x, dengan melakukan pengulangan 3x dengan 10 lapang pandang yang berbeda. Pertama pengamatan sample plankton, setelah itu pengidentifikasian plankton yang diamati dengan menggunakan buku kunci identifikasi plankton. Peralatan yang digunakan dalam perhitungan sampel adalah Sedgwick-Rafter, dimana pengamatan dengan alat ini ditujukan bagi Mikrozooplankton dan Fitoplankton dengan menggunakan mikroskop binokuler perbesaran 100 x ( Omori dan Ikeda, 1992 ). 2.2. Parameter Fisika 2.2.1. Kecerahan Kecerahan air merupakan bentuk pencerminan daya tembus atau intensitas cahaya matahari yang masuk dalam perairan. Sedangkan kekeruhan air merupakan suatu ukuran bias cahaya dalam air yang menunjukkan derajat kegelapan di dalam suatu perairan yang disebabkan adanya partikel hidup maupun mati yang dapat mengurangi transmisi cahaya (Romimohtarto, 1984). Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Effendi, 2003). Sifat bahan-bahan penyebab kekeruhan mempengaruhi warna perairan, sedangkan konsentrasinya mempengaruhi kecerahan air. Kekeruhan yang disebabkan tanah lempung merupakan salah satu pembatas pertumbuhan fitoplankton dan zooplankton. Tetapi apabila kekeruhan disebabkan plankton, maka pengukuran kecerahan merupakan indeks untuk menentukan besarnya produktivitas primer (Odum, 1981). 2.2.2. Kedalaman Kedalaman adalah parameter fisika yang mendasar dan berpengaruh pada aspek lainnya seperti kecerahan, suhu, dan kelarutan oksigen. Kedalaman dalam suatu ekosistem perairan dapat bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain (Erick, 2008). Fitoplankton dalam melakukan fotosintesis membutuhkan cahaya matahari. Penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat dengan makin tingginya kedalaman. Ini sebabnya fitoplankton sebagai produsen primer hanya didapat pada daerah atau kedalaman dimana sinar matahari dapat menembus pada perairan (Hutabarat dan Evans, 1985). Kedalaman perairan dalam proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam air kolam tinggal 1% dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi di permukaan air. Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).
2.2.3. Suhu Suhu perairan merupakan satu faktor yang sangat berperan dalam kehidupan dan pertumbuhan suatu organisme. Suhu air mempunyai peranan yang penting dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota air serta proses metabolisme ekosistem perairan. Sehingga suhu air bukan saja merupakan parameter fisika yang mempengaruhi sifat kimia perairan, tetapi juga secara fisiologis bahwa secara umum kisaran suhu yang optimal bagi suhu yang luas disebut Eurythermal. Sedangkan yang hidup pada kisaran suhu yang sempit disebut Stenothermal. Plankton dapat berkembang dengan baik bila suhunya berkisar antara 25 – 32 ºC (Sachlan, 1982). Suhu di dalam air dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis. Kenaikan suhu perairan akan melibatkan kenaikan aktifitas biologi sehingga memerlukan lebih banyak oksigen dalam perairan tersebut. Air akan menurunkan tingkat salubility oksigen dengan demikian menurunkan kemampuan organisme akuatik dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk kelangsungan proses biologi dalam air (Asdak, 1995).
2.2.4. Salinitas Salinitas merupakan ukuran bagi jumlah garam yang terlarut dalam suatu volume air dalam 0/00 (permil) dan didefinisikan sebagai jumlah zat garam yang terlarut dalam 1 kg air dengan anggapan seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida serta semua bromida dan iodide diganti menjadi karbon dan semua zat organik mengalami oksidasi sempurna (Hutabarat dan Evans, 1986). Salinitas sangat penting karena mempengaruhi proses osmoregulasi pada sebagian besar organisme payau. Plankton pada salinitas 20 permil ke atas mirip dengan plankton laut, sedangkan yang hidup pada salinitas 0 – 10 permil mirip plankton yang ada di air tawar (Sachlan 1982).
2.2.5. Arus Arus merupakan gerakan angin yang sangat luas yang terjadi pada suatu perairan. Arus ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan pergerakan dan distribusi plankton pada suatu perairan. Pergerakan (migrasi) plankton terjadi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi kekuatan renangnya sangat kecil jika dibandingkan dengan kekuatan arus pada perairan tersebut (Hutabarat dan Evans, 2000). 2.3. Struktur Komunitas 2.3.1. Kelimpahan Plankton Secara umum keberadan plankton di perairan akan dipengaruhi oleh tipe perairannya (mengalir atau tenang), kualitas fisika dan kimia perairan, kandungan unsur hara dan adanya competitor dan atau pemangsa plankton. Pada perairan tergenang keberadaan plankton akan berbeda dan waktu ke waktu dan berbeda pula dalam menempati ruang dan kolom air. Sedangkan pada perairan mengalir, unsur ke waktu dan ruang relative tidak berpengaruh, kecuali jika ada kasus – kasus pencemaran sungai oleh aktivitas manusia. Kelimpahan plankton dihitung dengan melakukan penyaringan dengan plankton net kemudian hasil penyaringan yang tertinggal didalam botol plankton net diamati di bawah mikroskop(Kaswadji, 1976).
2.3.2. Indeks Keanekaragaman Spesies Indeks keanekaragaman atau “Diversity Index” diartikan sebagai suatu gambaran secara matematik yang melukiskan struktur informasi-informasi mengenai jumlah spesies suatu organisme. Indeks keanekaragaman akan mempermudah dalam menganalisis informasi-informasi mengenai jumlah individu dan jumlah spesies suatu organisme. Suatu cara yang paling sederhana untuk menyatakan indeks keanekaragaman yaitu dengan menentukan persentase komposisi dari spesies di dalam sampel. Semakin banyak spesies yang terdapat dalam suatu sampel, semakin besar keanekaragaman, meskipun harga ini juga sangat tergantung dari jumlah total individu masing-masing spesies. Indeks keanekaragaman dapat dijadikan petunjuk seberapa besar tingkat pencemaran suatu perairan(Kaswadji, 1976).
2.3.3. Indeks Keseragaman Spesies Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap spesies dapat diketahui dengan menghitung indeks keseragaman. Indeks keseragaman ini merupakan suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya antara 0 – 1, semakin kecil nilai indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, berarti penyebaran jumlah individu tiap spesies tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai indeks keseragaman, maka populasi menunjukkan keseragaman, yang berarti bahwa jumlah individu tiap spesies boleh dikatakan sama atau merata (Pasengo, 1995).
2.3.4. Indeks Dominasi Dominansi jenis zooplankton dapat diketahui dengan menghitung Indeks Dominansi (d). Nilai indeks dominansi mendekati satu jika suatu komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika tidak ada jenis yang dominan, maka nilai indeks dominansinya mendekati nol (Odum, 1971). 2.4. Kultur Artemia 2.4.1. Siklus hidup artemia Siklus hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15-20 jam pada suhu 25 derajat celcius kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan tetap menyelesaikan perkembanganya kemudian berubah menjadi naupli yang akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli aka berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organic lainya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak memilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia dalam air dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam kurun waktu. 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 cm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. pada kondisi demikian biomasnya akan mencapai 500 kali dibandingkan biomas pada fase naupli (Diana Chilmawati, 2007). Kista Artemia sp yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Larva Artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Nauplius dalam pertumbuhanya mengalami 15 kali perubahan bentuk. Masing-masing perubahan merupakan satu tingkatan yang disebut instar (Diana Chilmawati, 2007). Pertama kali menetas larva Artemia sp disebut Instar I. Nauplius stadia I (instar I) ukuran 400 mikron. Lebar 170 mikron dan berat 15 mikrogram, berwarna orange kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah menjadi instar II. Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat saluran pencernaan dan dubur. Tingkatan selanjutnya, pada kanan dan kiri mata nauplius terbentuksepasang mata majemuk. Bagian samping badanya mulai tumbuh tunas-tunas kaki, setelah instar XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi Artemia dewasa (proses instar I-XV) antara 1-3 minggu (Diana Chilmawati, 2007). Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius mengalami moulting. Artemia dewasa memiliki panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas tangkai mata pada kedua sisi bagian kepala, antena berfungsi untuk sensori. Pada jenis jantan antenna berubah manjadi alat penjepit (muscular grasper). Sepasang penis terdapat pada bagian belakang tubuh. Pada jenisbetina antenna mengalami penyusutan (Diana Chilmawati, 2007). 2.4.2. Kultur Artemia Gambar 3. Siklus Hidup Artemia sp Dalam tingkat salinitas rendah dan pakan yang optimal, betina Artemia bisa menghasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10-11 kali. Dalam kondisi super ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi naupli atau kista sebanyak 300 ekor (butir) per 4 hari. Kista akan terbentuk apabila lingkungnya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakan sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam. Artemia dewasa toleran terhadap selang -18 derajat hingga 40 derajat.. sedangkan temperature optimal untuk penetasan kista dan pertumbuhan adalah 25-30oC. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing. Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30-35 ppt, dan mereka dapat hidup dalam air tawar tetapi mudah mati. Variable lain yang penting adalah pH, cahaya, dan oksigen. pH dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi perumbuhan mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan hidup Artemia. Kadar oksigen harus dijaga dengan baik untuk pertumbuhan artemia. Artemia dengan supply oksigen yang baik, Artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikro algae.pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia akan tumbuh dah beranak-pinak dengan cepat. Sehingga supply Artemia untuk ikan yang kita pelihara bisa terus berlanjut secara kontinyu. Apabila kadar oksigen dalam air rendah dan air banyak mengandung bahan organic, atau apabila salinitas meningkat, artemia akan memakan bacteria, detritus, dan sel-sel kamir (yeast). Pada kondisi demikian mereka akan berwarna merah atau orange. Apabila keadaan ini terus berlanjut mereka akan mulai memproduksi kista. ( Anonymous, 2008 ). Syarat melakukan kultur massal Artemia secara terkendali berdasarkan metode yang berkembang adalah sebagai berikut: Gambar 4. Metode Kultur Artemia Massal 1. Bak Pemeliharaan dan Perlengkapan Kultur Artemia dapat dilakukan pada bak-bak yang terbuat dari tembok , bak kayu berlapis plastik maupun bak dari fiberglass. Kapasitas bak tersebut minimal 1 ton air. Pada usaha pembenihan udang, kultur Artemia ini dapat dilakukan pada bak-bak untuk pemeliharaan larva udang. Bak kultur tersebut harus dilengkapi dengan peralatan aerasi dan jika memungkinkan dilengkapi dengan air lift untuk membuat sistem air berputar. 2. Makanan Karena cara makan Artemia adalah dengan menyaring (Filter feeder), maka diperlukan makanan dengan ukuran partikel khusus, yaitu lebih kecil dari 60 mikron. Makanan yang diberikan dapat berupa makanan buatan maupun makanan hidup atau plankton. Makanan buatan yang memberikan hasil cukup baik dan mudah didapat adalah dedak halus. Cara pemberiannya harus disaring terlebih dahulu dengan saringan 60 mikron. Sedangkan plankton yang dapat digunakan sebagai makanan Artemia adalah jenis plankton yang juga digunakan sebagai makanan larva udang, seperti Tetraselmis sp, Chaetoceros sp, Skeletonema sp. Oleh karena itu kultur Artemia dengan plankton sebagai makanan alami lebih mudah dilakukan dalam suatu unit usaha pembenihan udang. 3. Prosedur Pemeliharaan Untuk mendapatkan biomassa Artemia, nauplius Artemia dikultur dalam beberapa hari. Lama pemeliharaan tergantung pada ukuran Artemia yang dikehendaki. Jika Artemia digunakan sebagai makanan juvenil udang, maka lama pemeliharaan sekitar 7 hari, sedangkan jika digunakan sebagai makanan udang dewasa maupun untuk diproses sebagai bahan baku makanan buatan, maka lama pemeliharaan sekurang-kurangnya 15 hari. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengkultur Artemia adalah sebagai berikut : Tetaskan cyst Artemia untuk menghasilkan nauplius. Jumlah cyst yang ditetaskan 10 - 15 gram untuk 1 ton air dengan perhitungan efisiensi penetasannya adalah 200.000 nauplius/gram cyst. Isi bak dengan air bersalinitas antara 20 - 35 permil yang disaring terlebih dahulu. Tebarkan nauplius Artemia yang baru menetas dan aerasi medium pemeliharaan. Berikan makanan (dedak halus atau plankton) jumlahnya ditentukan berdasarkan kecerahan air medium pemeliharaan. Pemberian makanan ini dilakukan sampai kecerahan air antara 15 – 20 cm dan dipertahankan terns selama masa pemeliharaan. Untuk mengukur kecerahan air medium pemeliharaan dapat digunakan "tingkat kecerahan" yang berskala (dalam centimeter). Selama pemeliharaan, amati perkembangan Artemia, yaitu pertumbuhan dan perkiraan yang masih hidup. Setelah lama pemeliharaan tertentu, 7 sampai 15 hari, dapat dilakukan pemanenan biomassa Artemia. Caranya adalah matikan aerasi dan biarkan sekitar 15 menit. Artemia akan muncul di permukaan dan selanjutnya dipanen dengan menggunakan seser, lalu dicuci. Biomassa Artemia dapat langsung diberikan kepada udang yang disesuaikan dengan ukurannya atau disimpan dalam bentuk segar (dalam freezer) maupun dikeringkan untuk dibuat tepung Artemia (Diana Chilmawati). 2.5. Mikroalga Mikroalgae diklasifikasikan sebagai tumbuhan karena mengandung chlorophyl dan mempunyai suatu jaringan sel menyerupai tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar penyelidikan akhir-akhir ini klasifikasi pada semua jenis sel tunggal dari organisme eukaryotik dan multi sel algae (termasuk mikroalgae) masuk dalam Kingdom Pratista. Melalui pendekatan suatu skema klasifikasi, species mikroalgae didefinisikan dari kesamaan morfologi dan biokimia. Beberapa genus mempunyai spesies yang hampir sama atau karakteristik strainnya yang digunakan didalam kegiatan budidaya pakan alami. Kesulitan-kesulitan lain dalam indentifikasi mikroalgae ini yaitu beberapa strain tidak dapat dibedakan dengan melihat dibawah pencahayaan mikroskop dan teknik biokimia. Namun demikian secara umum dengan menggunakan pencahayaan mikroskop, mengelompokan didalam group taksonomi secara ciri-ciri makro dan suatu detail deskripsi dan hasil foto morfologi dari sel algae yang penting dengan organisme-organisme lainnya dapat dilakukan identifikasi jenis/ species mikroalgae yang kita butuhkan untuk tujuan budidaya pakan alami (Diana Chilmawati). Skeletonema merupakan organisme yang membentuk rantai dengan sel yang berbentuk membulat yang dihubungkan oleh untaian silika panjang satu dengan lainnya. Sel individu berukuran lebar 6-10 mm dan panjang 20-25 mm dengan cakupan filamen mencapai panjang 500 mm berisi sekitar 15-20 sel. Organisme ini ditemukan juga di perairan muara pada salinitas 10 ppt dan merupakan genus plankton yang umum serta digunakan sebagai pakan dalam budidaya (Diana Chilmawati). Chaetoceros merupakan Organisme sel tunggal dan dapat membentuk rantai menggunakan duri yang saling berhubungan dari sel yang berdekatan. Tubuh utama berbentuk seperti petri dish. Jika dilihat dari samping organisme ini berbentuk persegi dengan panjang 12-14 mm dan lebar 15-17 mm, dengan duri yang menonjol dari bagian pojok. Selnya dapat membentuk rantai sebanyak 10-20 sel dan mencapai panjang 200 mm. Populer sebagai pakan rotifer, kerang-kerangan, tiram, dan larva udang (Diana Chilmawati). Tetraselmis merupakan orgaisme hijau motil, lebar 9-10 mm, panjang 12-14 mm, dengan empat flagel yang tumbuh dari sebuah alur pada bagian belakang anterior sel. Sel-selnya bergerak dengan cepat di air dan tampak bergoncang pada saat berenang. Ada empat cuping yang memanjang dan memiliki sebuah titik mata yang kemerah-merahan. Pyramimonas adalah organisme yang berkaitan dekat dengan alga hijau dan memiliki penampakan serta sifat berenang yang identik dengan tetraselmis. Kedua organisme ini adalah sumber makan yang populer untuk mengkultur rotifer, kerang, dan larva udang (Diana Chilmawati). Spirulina filamennya berukuran lebar 5 -6 mm dan panjang 20-200 mm berbentuk spiral. Dapat berwarna biru-hijau atau merah. Spirulina merupakan bahan penyusun dalam banyak pellet ikan dan pakan invertebrate (Diana Chilmawati). Porphyridium merupakan organisme uniseluler berbentuk bola dengan diameter 7-12 mm. Diklasifikasikan sebagai salah satu spesies alga merah yang sederhana karena organisme ini tidak bereproduksi secara seksual dan memiliki glikogen sebagai penyusun tempat penyimpanan. Alga ini digunakan pada lingkungan budi daya untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat (Diana Chilmawati). III. MATERI DAN METODE 3.1. Materi 3.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam Praktikum Plaktonologi disajikan dalam tabel 1 seperti di bawah ini: Tabel 1. Alat yang digunakan dalam Teknik Sampling Plankton No Alat Ketelitian Kegunaan 1 Botol Plastik/gelas 20 ml - Untuk tempat penyimpanan sample plankton 2 Ember 20L - Mengambil air dari kolam 3 Gayung - Mengambil air dari kolam 4 Plankton net - Menyaring plankton 5 Kertas label - Memberi tanda pada sampel 6 Termometer Air Raksa 10c Mengukur suhu air dan udara 7 Salinometer 1‰ Mengukur salinitas air 8 Secchi disc 1 cm Mengukur kedalaman air dan kecerahan air 9 Bola Arus - Mengukur kecepatan arus 10 Stopwacth 0.01 s Mencatat waktu Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam Teknik Sampling Plankton No Bahan Ketelitian Kegunaan 1 Sampel awetan plankton - Untuk Pengamatan Tabel 3. Alat yang digunakan dalam Struktur Komunitas Plankton No Alat Ketelitian Kegunaan 1 Mikroskop - Untuk mengamati plankton 2 Buku identifikasi plankton - Untuk mengidentifikasi plankton 3 Sadgwick Raffter - Untuk menghitung plankton 4 Gelas Penutup - Untuk menutup sadgwick Rafter Tabel 4. Alat yang digunakan dalam Penetasan dan Kelulushidupan Artemia sp dalam air laut No. Alat Ketelitian Kegunaan 1. Sedwigck –Raffter - Menghitung plankton 2. Mikroskop - Untuk pengamatan 3. Termometer air raksa 1oc Mengukur suhu air dan udara 4. Refraktometer Mengukur salinitas air 5. Gelas Ukur 100 ml Mengencerkan plankton 6. Labu ukur 1000ml - Mengukur banyaknya air 7. Kantong plastic hitam - Untuk tempat sampah 8. Object glass - Untuk menutup cover glass 9. Tali raffia - Untuk mengukur kedalaman air 10. Botol plastik jernih - Untuk tempat plankton 11. Aerator, selang plastic & batu air - Untuk membuat gelembung 12. Timbangan 1 digit - Untuk menimbang garam dan kista kering 13. Pipet tetes panjang - Untuk memindahkan larutan 14. Lampu duduk 60 watt - Penerang 15. Lap/majun katun - Alat pembersih Tabel 5. Bahan yang digunakan dalam Penetasan dan Kelulushidupan Artemia sp dalam air laut No Bahan Ketelitian Kegunaan 1 Air Laut - Media penetasan 2 Aquades - Penghidrasi Artemia sp 3 Kista kering Artemia - Penetasan Artemia sp 4 Alkohol 70% - Untuk melumpuhkan plankton Tabel 6. Alat yang digunakan dalam pengamatan Microalgae No Alat Ketelitian Kegunaan 1 Mikroskop - Untuk mengamati plankton 2 Slide glass - 3 Pipet tetes - Tabel 7. Bahan yang digunakan dalam pengamatan Microalgae No Alat Ketelitian Kegunaan 1 Fitoplankton - Untuk Pengamatan 2 Zooplankton - Untuk Pengamatan 3.2. Metode 3.2.1 Sampling Plankton 1. Menyaring air dengan volume 100 L ke dalam plankton net 2. Memberi formalin dan label pada sampel yang diperoleh Pengambilan sample : 1. Lokasi pengambilan sample dipelajari, misalnya jarak dari tepi badan air, harus dapat dicapai pada segala musim sepanjang tahun, kondisi pasang surut saat pengambilan sample. 2. Titik-titik pengambilan sample harus ditentukan pada lokasi. 3. Bila pengambil sample masuk kedalam air, diusahakan bergerak perlahan dan setelah sampai dilokasi, berdiam diri sejenak menunggu air jernih kembali. 4. Jaring dan botol penampung sample dipegang didalam air. Air permukaan ditimba dengan ember (10-20 l) minimum 100 l dan dituangkan secara hati-hati kejaring plankton, diusahakan seluruh volume air tersebut masuk dan tersaring dengan baik. 5. Botol penampung dilepaskan dari palankton net, sample dituangkan dengan hati-hati kedalam botol sample, kemudian diberi formalin 40% 2-3 tetes, lalu botol ditutup rapat-rapat dan diberi label (nomor kode lokasi, hari-tanggal, jam, nama pengambil sample). 6. Botol sample ditaruh dalam wadah yang kuat dan terlindung cahaya, semua kejadian pengambilan sample dicatat di log book. a. Pengukuran parameter fisika 1. Temperature air dan udara diukur dengan menggunakan thermometer air raksa. 2. Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer yang telah dikalibrasi. 3. Cuaca diamati secara kualitatif, berawan, hujan, cerag, dan sebagainya. 4. Kedalaman badan air diukur dengan menggunakan secchi disc. 5. Kecerahan badan air diukur dengan menggunakan secchi disc. 6. Segmen badan air bebas ditentukan yang cukup luasnya dan bersih dari obstruksi, kecepatan arus permukaan perairan diukur dengan menggunakan bola arus dan stopwatch. b. Identifikasi plankton 1. Pengamatan sample plankton dibawah mikroskop perbesaran 100x, dengan pengulangan 3x pada 10 lapang yang berbeda 2. Pengidentifikasian plankton yang diamati dengan menggunakan buku kunci identifikasi plankton. 3.2.2. Kultur Artemia Dalam Air Laut 1. Beberapa butir kista Artemia diambil, kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran terendah (10x10), bentuk dan warna kista Artemia tersebut digambar dan dideskripsikan. 2. Kista kering Artemia ditimbang 0,1 gr menggunakan timbangan elektrik dengan wadah dari kertas almunium foil (5x5 cm) yang dilipat dan dibentuk menjadi kotak bujur sangkar. 3. 100 ml aquades dituangkan dalam gelas beaker 200 ml. 4. Agar proses hidrasi kista terjadi lebih cepat, kista tersebut dimasukkan kedalam 100 ml aquades selama 60 menit dan ditaruh pada suhu kamar. 5. Sample kista yang telah dihidrasi diambil dengan menggunakan pipet, kemudian diamati dibawah mikroskop, bentuk dan warna kista Artemia setelah proses hidrasi digambar dan dideskripsikan. 6. Setelah 60 menit kista disaring, kemudian bagian bawah saringan disemprot perlahan-lahan dengan 100 ml air laut yang dijatuhkan kedalam gelas beaker 200 ml. kemudian diberi label lengkap (grup praktikum, jenis media, jam dan tanggal). 7. Waktu (tanggal, hari, jam, dan menit) dicatat ketika memasukkan kista kedalam 200 ml air dalam botol plastik. 8. Ditunggu sekitar 3-5 menit sampai banyak kista (90%) mengendap. 9. Kuat aerasi diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada kista yang mengendap didasar maupun melekat didinding botol plastik. 10. Lampu neon dinyalakan untuk penghangat dan penerangan pada malam hari. 11. Debit dipastikan konstan dan lampu menyala. 3.2.3. Hatching Rate Artemia 1. 1 ml biakan artemia diambil dengan menggerakkan pipet, kemudian dimasukkan kedalam bilik hitung sedgewick-rafter, lalu diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10. Setelah cukup mengamati gerakan instar, biakan Artemia diberi beberapa tetes alkohol 70% dan ditutup dengan gelas penutup, lalu diamati morfologi instar atau mysis. 2. Warna dan bentuk telur yang tidak menetas diamati, serta fase penetasan telur maupun karakteristik instar, kemudian digambar masing-masing secara tematik dengan diberi keterangan morfologi yang jelas. 3. Persentase kista yang menetas dan tidak menetas dihitung dalam bilik hitung sedgewick-rafter. 4. Data dimasukkan kedalam rumus: HRm = x 100% HRttm = x 100% 3.2.4. Pengamatan Mikroalga 1. Sample fitoplankton diambil dari biakan kultur alga dengan menggunakan pipet steril, diteteskan keatas slide glass. 2. Sample diamati dibawah mikroskop mulai perbesaran 10x10. 3. Pergerakan (motil/non motil) diamati kemudian warna dan bentuk fitoplankton yang diambil digambar secara detil dan diberi keterangan selengkap-lengkapnya. 4. Pengamatan diulangi terhadap semua sample yang ada. IV. HASIL dan PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sampling Plankton 4.1.1.1. kelimpahan Tabel Kelimpahan plankton yang didapat tersaji pada tabel 8 di awah ini. Tabel 8. Kelimpahan Plankton Titik Sampling 1 No Spesies Ulangan ni Pi ln pi -Pi .ln pi 1 2 3 1 Eudorinn wallichi 21 12 0 11 1401,29 0,560 -0,579 0,324 2 Trinithin sp 2 0 0 0,66 84,077 0,034 -3,381 0,115 3 Gonntoaygon sp 1 1 0 0,66 84,077 0,034 -3,381 0,115 4 Anabacna sp 1 1 1 1 127,39 0,051 -2,976 0,152 5 Anabanapsis anciborskii 0 2 1 1 127,39 0,051 -2,976 0,152 6 Wicrucy stuoniruginosn 5 3 0 2,66 338,857 0,135 -2,00 0,27 7 Calcanus sp 0 0 1 0,33 42,038 0,017 -4,07 0,069 8 Brincchionus pala 0 0 1 0,33 42,038 0,017 -4,07 0,069 9 Tinntinopsis sp 2 0 0 0,66 84,077 0,034 -3,381 0,115 10 11 Coamarriuumm sp Pinnularia sp 0 0 0 0 2 2 0,66 0,66 84,077 84,077 0,034 0,034 -3,381 -3,381 0,115 0,115 ∑N=2499,3 ∑=1,63 Tabel 9. Kelimpahan Plankton pada Titik Sampling II No Spesies Ulangan ni pi ln pi -Pi .ln pi 1 2 3 1 Eudorinn wallichi 7 0 0 2,33 296,82 0,097 -2,333 0,226 2 Chlorella sp 19 15 19 17,66 2249,70 0,736 -0,306 0,225 3 Spirulina sp 1 1 0 0,66 84,077 0,027 -3,612 0,097 4 Nitasclin clustrraria 0 1 0 0,33 42,038 0,014 -4,268 0,059 5 Trinithin branchio 0 2 0 0,66 84,077 0,027 -3,612 0,097 6 Brnchonus sp 0 0 2 0,66 84,077 0,027 -3,612 0,097 7 Fodocyatio sp 0 0 1 0,33 42,038 0,014 -4,268 0,059 8 Stuoniruginosn sp 0 0 3 1 127,39 0,042 -3,170 0,133 9 Pinnularia sp 0 0 1 0,33 42,038 0,014 -0,059 0,059 ∑=3052,6 ∑=1,052 Tabel 10. Kelimpahan Plankton Titik Sampling 3 No Spesies Ulangan ni pi ln pi -Pi .ln pi 1 2 3 1 Anabanapsis anciborskii 1 0 1 0,66 84,077 0,125 -2,079 0,259 2 Brnchionus sp 2 2 0 1,33 169,43 0,250 -1,386 0,346 3 Wicrorystuonirugionsn sp 2 2 0 0,66 84,077 0,125 -2,079 0,259 4 Chlorella sp 3 0 0 1 127,39 0,188 -1,671 0,314 5 Nitzsclin clustrrarium 0 2 0 0,66 84,077 0,125 -2,079 0,259 6 Gonntoay gonnotuenium 0 0 1 0,33 42,038 0,062 -2,780 0,172 7 Pinnularia sp 0 0 2 0,66 84,077 0,125 -2,079 0,259 ∑=675,16 ∑=1,868 4.1.1.2.indeks Keanekaragaman Indeks keanekaragaman spesies untuk titik sampling I, titik sampling II dan titik sampling III pada praktikum planktonologi ini dapat dilihat dalam Tabel 11 di bawah ini: Tabel 11. Indeks Keanekaragaman Spesies Titik I, Titik II dan Titik III No. Titik sampling (- Pi LnPi) H’ 1 I 1,63 1,63 2 II 1,868 1,868 3 III 1,052 1,052 4.1.1.3. indeks Keseragaman Indeks keseragaman spesies untuk titik sampling I, titik sampling II dan titik sampling III pada praktikum planktonologi ini dapat dilihat dalam Tabel 7 di bawah ini : Tabel 12. Indeks Keseragaman Spesies Titik I, Titik II dan Titik III No. Titik sampling H’ Hmax E 1 I 1,63 1,09 0,944 2 II 1,868 1,09 0,0171 3 III 1,052 1,09 0,965 4.1.1.4. indeks Dominasi Indeks dominasi spesies untuk titik sampling I, titik sampling II dan titik sampling III pada praktikum planktonologi ini dapat dilihat dalam Tabel 8 di bawah ini : Tabel 13. Indeks Dominasi Titik I, Titik II dan Titik III No. Titik sampling  (ni/N)2 D 1 I 0,3498 0,3498 2 II 0,1618 0,1618 3 III 0,558 0,558 4.1.2. Parameter Fisika Parameter fisika untuk titik sampling I, titik sampling III dan titik sampling III pada praktikum planktonologi ini dapat dilihat dalam Tabel 9 di bawah ini : Tabel 14. Parameter Fisika Titik I, Titik III dan Titik III No Titik Parameter Fisika Kedalaman (cm) Kecerahan(cm) Kec.arus (m/s) Suhu°C Salinitas (‰) Cuaca air udara 1. I 153 cm 36 cm 0 m/s 32°C 33°C 0 cerah 2. II 152 cm 38,5 cm 0 m/s 32°C 33°C 0 cerah 3. III 125 cm 56 cm 0 m/s 32°C 33°C 0 cerah 4.1.3. Kultur Artemia sp 4.1.3.1. hatching Rate Menetas Hatching Rate Artemia menetas dalam praktikum planktonologi adalah: Tabel 15. Hatching Rate Artemia sp yang menetas Media Salinitas Jumlah HRm Kista Umur Mulai Pengamatan Air Laut 35 ppt 124 61,69 % 9 april 15 april 6 4.1.3.2. hatching Rate Tidak Menetas Hatching Rate Artemia tidak menetas dalam praktikum planktonologi ini sebagai berikut: Tabel 16. Tabel Hatching Rate Artemia sp yang tidak menetas Media Salinitas Jumlah HRtm Kista Umur Mulai Pengamatan Air Laut 35 ppt 77 38,30 % 9 april 13 april 6 4.1.4 pengamatan Mikroalga Pengamatan Mikroalga dalam praktikum planktonologi menghasilkan: Tabel 17. Pengamatan Miroalga NO NAMA GAMBAR KETERANGAN 1 Tetraselmis chuii 1. Bentuk seperti pita spiral Panjang berkelok-kelok 2. Berwarna hijau 2 Spirulina sp 1.Bentuk bulat lonjong 2. Berwarna hijau muda 3 Skeletonema costatum 1. Bentuk bulat 2. Berwarna merah 4 Chaeoceros sp 1. Bentuk memanjang dengan flagel 2. berwarna hijau 5 Phorpyridium sp 1. Bentuk kotak-kotak panjang berkoloni 2. Berwarna hijau 4.2. Pembahasan 4.2.1. Deskripsi Lokasi Sampling Tempat yang kami gunakan sebagai tempat pengambilan sampling adalah berupa kolam pemancingan, dimana dalam kolam ini kultivan yang dibudidayakan adalah Ikan Patin, mas, mujair. Ukuran kolam pemancingan ini 60X50 m² dengan kedalaman bervariasi dari 125 – 153 cm. kolam pemancingan ikan ini beralamatkan Sawah Besar, Kecamatan gayam Sari pada tanggal 5 April 2010. 4.2.2. Parameter Fisika 4.2.2.1. suhu Suhu air mempunyai peranan penting dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota air, serta metabolisme ekosistem perairan. Temperature air secara langsung maupun tidak langsung berkaitan erat dengan fenomena limnologist yang terjadi pada setiap level kedalaman perairan dengan demikian temperature air bukan saja merupakan parameter fisika yang mempengaruhi sifat fisika-kimia air lainya, tetapi juga sifat fisiologis organisme yang hidup dalam media air tersebut. Oleh karena itu, pengukuran temperature pada setiap kedalaman sangat perlu guna mengetahui karateristik limno-biologis pada suatu perairan. (Soedarsono, 1990) Dari hasil sampling kelompok kami di kolam pemancingan sawah besar, Kecamatan GayamSari, Semarang. Menunjukan suhu air di ketiga titik sama yaitu 32ºC. Sedangkan suhu udara di ketiga titik yaitu 33ºC. Hal ini menandakan bahwa lokasi sampling yang diteliti mempunyai suhu rata-rata yang baik untuk biota perairan di daerah tropis. Plankton memerlukan suhu yang mendukung untuk dapat memperbanyak spesiesnya, seperti makhluk hidup lainnya yang membutuhkan suhu udara yang sesuai dengan hidupnya, karena apabila pada tempat hidup plankton tersebut tidak didukung dengan suhu yang cocok, maka plankton tersebut dapat mati atau mengalami pengurangan. 4.2.2.2. salinitas Salinitas merupakan ukuran bagi jumlah garam yang terlarut dalam suatu volume air dinyatakan dalam o/oo (permil) dan di definisikan debagai jumlah zat garam yang terlarut dalam 1 kg air dengan anggapan seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida serta semua bromide dan iodide diganti menjadi karbon dan semua zat organik mengalami oksidasi sempurna. ?? Salinitas sangat penting karena mempengaruhi proses osmoregulasi pada sebagian besar organism, pada sampling didapatkan salinitas sebesar 0 ppt, karena kelompok kami melakukan sampling dikolam pemancingan air tawar. 4.2.2.3. kecerahan Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya atau intensitas cahaya matahari. Kecerahan juga merupakan nilai kuantitas dari kekeruhan perairan. Interaksi antara kekeruhan dengan faktor kedalaman akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari sehingga produktivitas plankton akan menurun. Kecerahan pada sampling didapat bahwa titik pertama 36, kedua 19, dan titik ketiga adalah 23. 4.2.2.4. kedalaman Kedalaman air memberi petunjuk limnologist suatu habitat akuatik tertentu dan akan berpengaruh terhadap penetrasi sinar matahari, dengan semakin besar kedalaman, maka semakin kecil intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan karena sinar yang masuk akan mengalami penyerapan dan penyebaran. Pada hasil sampling didapat kedalaman titik satu adalah 153cm, titik ke dua 152 cm dan titik ke tiga 125cm. 4.2.2.5. kecepatan Arus Mengenai arus air di suatu daerah untuk lokasi pesisir sangat penting. Karena arus air berhubungan dengan pergantian air. Arus air yang terlalu kuat dapat menimbulkan kerusakan dan mengakibatkan pendangkalan karena adanya erosi dan sedimentasi. Akibat dari semua itu dapat menyebabkan pengaturan air menjadi tidak efektif. Untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan oleh arus air kita perlu mempelajari pola perubahan angin dan arus air yang terjadi sepanjang tahun di daerah tersebut. Dari hasil praktikum didapat pada titik sampel 1, 2 dan 3 tidak terdapat arus atau arusanya 0, karena pada kolam pemancingan tidak terdapat inlet dan outlet. 4.2.3. Struktur Komunitas Kelimpahan dari praktikum planktonologi diperoleh bahwa jumlah kelimpahan plankton pada titik sampling I adalah3,49 sedangkan pada titik sampling II adalah 2,05 dan pada titik sampling III adalah 0,65 Jumlah plankton yang diperoleh dalam titik sampling I memiliki jumlah terbanyak dibandingkan pada titik II dan III. Berarti perairan kawasan kolam pemancingan termasuk termasuk dalam tipe subur yaitu mesopelagic. Dan merupakan tempat yang baik bila di gunakan sebagai tempat budidaya ikan, karena kelimpahan akan pakan alami berupa plankton. 4.2.4. Kultur Artemia Bentuk Artemia yang menetas mirip dengan kecebong, bila telur Artemia tidak menetas berbentuk bulat hitam. Pergerakan Artemia aktifdan bersifat fototaksis positif. Telur Artemia atau cyste berbentuk bulat bnerlekuk dalm keadaan kering dan bulat penuh dalm keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tewbal dan kuat (Cholik dan Daulay,1985) Pada pengamatan Artemia sp saat praktikum, kami dapatkan bahwa Artemia sp yang masih berupa kista kerig berwarna kecoklatan dan bentuknya bulat agak menekuk kedalam dan membulat penuh setelah dihidrasi. Setelah menetas,larva Artemia sp menyerupai larva udang dan bergerak dengan lincah. 4.2.5. Pengamatan Mikroalga 4.2.5.1 fitoplankton Fitoplankton yang di dapat dalam praktikum planktonologi, setelah diidentifikasi diperoleh bahwa yang tergolong sebagai fitoplankton adalah Tetraselmis chuii (alga berwarna bening, bentuk pipih memanjang, motil), Chaetoceros calatrans (berwarna hijau, bertubuh pipih, hidup soliter), Phorphyridium (berwarna bening, pinggirnya berwarna coklat, nucleus bening), Spirulina platensis (berwarna hijau, berbentuk spiral, motil), Skeletonema costatum (berwarna hijau muda, bentuk persegi, motil), 4.2.5.2 zooplanlankton Zooplankton yang di kultur dalam praktikum planktonologi adalah spesies Artemia sp. Spesies ini bergerak aktif, menyerupai udang mikroskopic, dan kaki bersegm V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum Planktonologi adalah sebaga berikut: 1. Teknik yang digunakan untuk mengambil sampel plankton adalah secara pasif, yakni dengan menyaring sampel air ke dalam plankton net dan juga mencatat parameter fisikanya. 2. Mengidentifikasi sampel plankton dapat dilakukan dengan cara mencari di buku identifikasi plankton. 3. Penetasan Artemia adalah dengan cara menempatkan kista pada air dengan suatu salinitas yang tinggi, selain itu diperlukan juga suhu yang tinggi sekitar 28 C, waktu penetasannyapun selama kurang lebih 24 jam. 4. Bentuk awal perkembangan instar dan nauplius Artemia adalah bulat telur berwarna coklat pekat, setelah menetas menjadi larva atau nauplius berwarna coklat transparan dan bergerak-gerak secara aktif. Dalam waktu beberapa hari, akan menjadi artemia remaja yang kemudian akan menjadi Artemia dewasa yang akan melakukan perkembangbiakan kembali. 5. Kaitan distribusi plankton dengan faktor-faktor lingkungan adalah bahwa plankton adalah primary producer sehingga berperan sentral dalam siklus kehidupan. 6. Setelah didapatkan hasil pada praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa pada pemancingan ini keadaan airnya masih baik, dan memiliki potensi yang baik, karena memiliki tingkat kesuburan yang baik. 5.2 Saran Adapun Saran buat praktkum palnktonologi adalah 1. Untuk seluruh mahasiswa dan asisten hendaknya sebelum melakukan praktikum dan debat pada forum diskusi banyak-banyak membaca referensi buku yang bersangkutan. 2. Praktikan agar lebih mengoptimalkan waktu yang diberikan agar mendapat hasil yang optimal. DAFTAR PUSTAKA Anggoro, S. 1983. Distribusi dan Kelimpahan Plankton. Universitas Diponegoro: Semarang. Harefa, Fa’ahakhododo. 1997. Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan. Penebar Swadaya:Jakarta. Hutabarat, S dan Evans. 1985. Kunci Identifikasi Zooplankton Daerah Tropik. UI Press:Jakarta. Hutabarat, S. 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton. Badan Penerbit Universitas Diponegoro:Semarang. Martin, J. H., Fitzwater, S. E. 1988. Iron-Deficiency Limits Phytoplankton Growth In The Northeast Pasific Subarctic. Nature 331: 341-343 Nybakken. 1985. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia:Jakarta. Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. WB Saunders Company:Phyladelphia. Omori, M., Ikeda, T. 1992. Methods In Marine Zooplankton Ecology. Krieger Publishing Company: Malabar, USA. Richtel, M. (May 1, 2007). Recruiting Plankton To Fight Global Warming: New York Times Romimohtarto, Kasijan. 2004. Meroplankton Laut. Djambatan: Jakarta Sachlan. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro: Semarang. Soedarsono, P dan Suminto. 1989. Petunjuk Identifikasi Plankton di Perairan Jepara. Universitas Diponegoro:Semarang. Sulardiono, B. 1988. Petunjuk Praktikum Planktonologi. Jurusan Perikanan Fakultas perikanan dan ilmu kelautan. Universitas Brawijaya:Malang.